Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Satrio Alif
Peneliti

Peneliti di Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI dan Associate Editor di Jurnal Konstitusi dan Demokrasi Fakultas Hukum UI. Sampai saat ini, telah menulis belasan artikel ilmiah di Jurnal Bereputasi tingkat nasional dan internasional yang dapat diakses melalui: https://www.researchgate.net/profile/Satrio-Febriyanto

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Kompas.com - 12/05/2024, 06:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KONTROVERSI tidak kunjung henti dikeluarkan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asyari.

Terakhir, ia baru saja mengeluarkan pernyataan bahwa calon anggota legislatif (caleg) terpilih tidak perlu mengundurkan diri untuk mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada).

Hasyim mengatakan, akan terdapat pelantikan susulan bagi caleg terpilih yang gagal terpilih dalam pemilihan kepala daerah.

Baca juga: Ketua KPU: Caleg Terpilih Tak Perlu Mundur jika Maju Pilkada 2024

Pernyataan ini amat kontroversial bukan hanya karena melegitimasi hasrat para caleg terpilih yang memang menjadikan pemilihan anggota legislatif sebagai test drive untuk mengikuti pilkada saja, lebih parahnya pernyataan Hasyim tersebut mengangkangi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024.

Putusan MK yang dikeluarkan pada 23 Februari 2024, menegaskan beberapa hal penting yang menjadi catatan MK dalam pelaksanaan Pilkada. Salah satunya mengenai kedudukan hukum caleg terpilih yang hendak mengikuti pilkada.

Dalam putusannya pada bagian 3.13.1., MK menyatakan bahwa KPU harus mempersyaratkan adanya surat pernyataan tentang kesediaan mengundurkan diri bagi caleg terpilih yang telah dilantik saat hendak menjadi kontestan dalam Pilkada.

Meskipun tahapan pendaftaran pilkada berada pada rentang waktu 27 – 29 Agustus 2024, terdapat pula caleg terpilih di beberapa daerah yang telah dilantik pada waktu tersebut. Seperti Kabupaten Barito Utara melakukan pelantikan caleg terpilih pada 18 Agustus 2024.

Ketua KPU seolah tidak jera mengeluarkan pernyataan kontroversial. Padahal, ia pernah dihukum melanggar etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena mengeluarkan pernyataan tentang pendapatnya terhadap sistem pemilihan proporsional tertutup atau terbuka yang tengah menjadi perbincangan hangat karena permasalahan sistem pemilihan sedang dalam proses pengujian undang-undang di MK kala itu.

Dalam Putusan DKPP, Ketua KPU dinyatakan terbukti bersalah karena pernyataannya tersebut terbukti membuat kegaduhan dan kegelisihan bagi peserta pemilu, secara khusus maupun masyarakat luas.

Oleh karena itu, Ketua KPU dikenakan sanksi peringatan dalam Putusan DKPP Nomor 14-PKE-DKPP/II/2023.

Tidak habis sampai di situ. Ketua KPU juga baru-baru ini kembali diadukan ke DKPP atas dugaan pelanggaran etik.

Kali ini, ketua KPU diadukan oleh anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Eropa karena melakukan tindakan asusila terhadap anggota PPLN tersebut.

Dalam laporan ke DKPP tersebut, pihak anggota PPLN menyatakan terdapat unsur relasi kuasa yang terjadi antara dirinya dengan Ketua KPU.

Laporan tersebut merupakan laporan kesekian puluh kalinya yang ditujukan kepada Ketua KPU.

Bahkan, Ketua KPU sebenarnya sudah hattrick mendapatkan sanksi peringatan keras terakhir, yakni kasus kedekatan pribadi Ketua KPU dengan salah satu bakal calon peserta pemilihan umum pada april 2023; kasus pengaturan Calon Anggota Legislatif Perempuan dalam Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum; serta kasus penundaan revisi Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (Titi Anggraini dalam Vitorio Mantalean, 2023).

Keberadaan dari berbagai kasus tersebut membuktikan bahwa Ketua KPU telah berulang kali melakukan pelanggaran etik sebagai penyelenggara pemilihan umum.

Kondisi tersebut menggambarkan ketua KPU tidak mendapatkan efek jera terhadap pelanggaran etik yang dilakukannya.

Oleh karena itu, diperlukan pengaturan baru untuk menciptakan efek jera terhadap pelanggaran etik, salah satunya adalah pemberatan hukum bagi pelanggaran etik berulang.

Pemberatan hukuman

Konsep pemberatan hukum ada di dalam hukum pidana. Hal tersebut dapat dilihat dari Pasal 58 dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa pengulangan tindak pidana merupakan salah satu bentuk faktor yang dapat menambah maksimal 1/3 dari ancaman pidana semestinya.

Regulasi semacam ini diperlukan untuk memastikan adanya hukuman tambahan bagi pelaku yang terbukti tidak jera melakukan pelanggaran.

Sayangnya, ketentuan seperti itu tidak ditemukan dalam regulasi pelanggaran etik penyelenggara pemilu yang diatur dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Pengaturan sanksi dalam peraturan tersebut terdapat pada Bab IV yang terdiri atas Pasal 21 – Pasal 23 yang menyatakan bahwa sanksi yang dikeluarkan DKPP dapat berupa teguran tertulis; pemberhentian sementara; atau pemberhentian tetap.

Pengaturan mengenai teguran tertullis sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu peringatan atau peringatan keras sebagaimana yang sudah tiga kali diberikan DKPP kepada Ketua KPU.

Di samping pengaturan mengenai jenis sanksi tersebut, tidak terdapat pengaturan mengenai unsur sanksi dalam peraturan etik lainnya, termasuk mengenai pengulangan pelanggaran etik.

Kondisi ini membuat sangat wajar terdapat logika bahwa setiap pelanggaran etik merupakan kasus yang terpisah dengan pelanggaran etik lainnya.

Hal ini membuat mayoritas sanksi yang dikeluarkan oleh DKPP adalah peringatan keras, meskipun sudah terjadi berulang kali.

Padahal, pelanggaran etik tentu memiliki peluang pengulangan yang sama saja dengan tindak pidana mengingat permasalahan pengulangan pelanggaran tidak terletak pada bentuk pelanggarannya.

Permasalahan pengulangan pelanggaran terletak pada individu yang melakukan pelanggaran tersebut karena Norma Etika dan Norma Hukum merupakan kaidah yang mengendalikan perilaku manusia dalam kehidupan bersama (Ryan Muthiara, 2021).

Oleh karena itu, pengaturan sanksi khusus mengenai pengulangan pelanggaran etika penyelenggara pemilihan umum sudah sepatutnya dibahas bersama para pejabat pemangku kepentingan sebagai upaya meningkatkan kualitas pelaksanaan pemilihan umum di masa mendatang.

Perubahan peraturan tersebut sangat mendesak untuk dilakukan karena akan berkorelasi dengan efek jera terhadap sanksi pelanggaran etik yang diberikan oleh DKPP.

Jika pengaturan ini terus dipertahankan, DKPP ke depan bisa saja tidak memiliki taji untuk menegakkan kode etik dan sanksinya tidak lagi memberikan efek jera pada penyelenggara pemilihan umum.

Hal ini dapat terjadi karena pembiaran pelanggaran etik berulang oleh penyelenggara pemilihan umum yang masih terus memungkinkannya untuk bertugas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Pakar Sebut Penyitaan Aset Judi Online Bisa Lebih Mudah jika Ada UU Perampasan Aset

Nasional
Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Eks Pejabat Kemenkes Sebut Harga APD Covid-19 Ditentukan BNPB

Nasional
Transaksi Judi 'Online' Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Transaksi Judi "Online" Meningkat, Kuartal I 2024 Tembus Rp 101 Triliun

Nasional
Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Hari Ini, Gaspol Ft Sudirman Said: Pisah Jalan, Siap Jadi Penantang Anies

Nasional
Habiburokhman: Judi 'Online' Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Habiburokhman: Judi "Online" Meresahkan, Hampir Tiap Institusi Negara Jadi Pemainnya

Nasional
Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Baru 5 dari 282 Layanan Publik Pulih Usai PDN Diretas

Nasional
Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Penerbangan Garuda Indonesia Tertunda 12 Jam, Jemaah Haji Kecewa

Nasional
Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Perdalam Pengoperasian Jet Tempur Rafale, KSAU Kunjungi Pabrik Dassault Aviation

Nasional
Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Cek Harga di Pasar Pata Kalteng, Jokowi: Harga Sama, Malah di Sini Lebih Murah

Nasional
Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Kasus Korupsi Pengadaan Lahan JTTS, KPK Sita 54 Bidang Tanah dan Periksa Sejumlah Saksi

Nasional
Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Jokowi Klaim Program Bantuan Pompa Sudah Mampu Menambah Hasil Panen Padi

Nasional
Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Soal Izin Usaha Tambang Ormas Keagamaan, Pimpinan Komisi VII Ingatkan Prinsip Kehati-hatian dan Kepatutan

Nasional
Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Jokowi Pastikan Beras Bansos Berkualitas Premium, Tak Berwarna Kuning dan Hitam

Nasional
Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Minta Pemerintah Tetapkan Jadwal Pelantikan Kepala Daerah, Ketua KPU: Kalau Tak Ada, Bakal Repot

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com