Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kompas.com - 03/05/2024, 08:24 WIB
Syakirun Ni'am,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron memasang kuda-kuda menghadapi sidang etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK, bukannya mengikuti proses itu dengan kooperatif.

Ghufron dilaporkan atas dugaan penggunaan pengaruh ke pejabat di Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memutasi pegawai ke daerah.

Sidang etik perdana bagi Ghufron sedianya digelar kemarin, Kamis (2/5/2024) di Gedung Dewas KPK. Namun, Ghufron tidak hadir.

"Sidang sudah dibuka, kemudian sudah ditutup karena NG tidak hadir dengan alasan dia sedang menggugat Dewas melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” kata anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris saat dihubungi, Kamis (2/5/2024).

Karena Ghufron tidak hadir, akhirnya Dewas KPK memutuskan menunda sidang dan akan membukanya kembali pada 14 Mei mendatang.

Sesuai aturan Dewas, jika dalam persidangan kedua itu Ghufron juga tidak hadir maka persidangan tetap dilanjutkan secara in absentia atau tanpa kehadiran terperiksa.

"Jika panggilan kedua nanti tidak hadir juga maka sidang etik tetap dilanjutkan," tutur Syamsuddin.

Ghufron Sengaja Tak Hadir

Selang beberapa jam setelah Dewas menutup sidang etiknya, Ghufron menemui puluhan awak media di Gedung Merah Putih KPK.

Ia mengaku sengaja tidak memenuhi panggilan Dewas KPK pada sidang perdana dugaan pelanggaran etik itu.

Melalui keterangan tertulis kepada Dewas, Ghufron menyatakan, dirinya meminta pelaksanaan sidang etik ditunda.

“Kebetulan saya sengaja dan juga melalui surat menyampaikan bahwa saya berharap pemeriksaan sidang etik terhadap diri saya itu ditunda,” ujar Ghufron saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (2/5/2024).

Ghufron beralasan, saat ini pihaknya tengah menempuh proses hukum di PTUN DKI Jakarta dan judicial review di Mahkamah Agung (MA).

Baca juga: Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Di PTUN, Ghufron menggugat sidang etik yang digelar Dewas KPK. Menurutnya, perkara etik itu tidak bisa diproses karena sudah kedaluwarsa.

Ia mengungkapkan, komunikasinya dengan pihak Kementan, yakni Kasdi Subagyono yang saat itu masih menjabat Inspektur Jenderal (Irjen) Kementan dilakukan pada 15 Maret 2022.

Namun, kasus itu baru dilaporkan ke Dewas KPK pada Desember 2023, beberapa waktu setelah Kasdi menjadi tersangka korupsi bersama eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Sementara, pada Pasal 23 Peraturan Dewas (Perdewas) KPK Nomor 4 Tahun 2021 disebutkan bahwa laporan dan atau temuan terjadinya pelanggaran dinyatakan daluwarsa dalam waktu satu tahun sejak terjadinya atau diketahuinya dugaan pelanggaran.

“Atas peristiwa tanggal 15 Maret 2022, 15 Maret 2022 satu tahun kemudian berarti berapa? 16 Maret 2023, sudah expired atau kedaluwarsa,” kata dia.

Selain itu, ia juga tengah meminta Mahkamah Agung (MA) meninjau norma yang termuat dalam Perdewas KPK Nomor 3 dan 4 Tahun 2021.

Dua aturan itu menjadi dasar pelaksanaan penegakan etik di lingkungan KPK.

Baca juga: Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Menurut Ghufron, Pasal 55 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, ketika suatu norma diuji maka turunan norma itu ditunda.

"Saya meminta penundaan karena memang saya sedang mengajukan gugatan terhadap keabsahan forum pemeriksaan sidang etik dimaksud,” tutur Ghufron.

Mantan Dekan Fakultas Universitas Jember itu meminta tindakannya menempuh jalur hukum tidak dimaknai sebagai bentuk perlawanan terhadap proses etik di Dewas KPK.

Menurutnya, perbedaan pandangan dalam dunia hukum merupakan hal yang wajar.

“Proses gugatan saya ke PTUN ini juga bukan perlawanan, bukan, tapi pembelaan diri,” kata Ghufron saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (2/4/2024).

ICW Sebut Alasan Ghufron Tak Bisa Diterima


Terpisah, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam sikap Ghufron yang tidak menghadiri sidang etik Dewas.

Peneliti ICW Diky Anandya menyebut, tindakan Ghufron itu pengecut. Seharusnya, jika memang tidak yakin bersalah maka Ghufron berani menghadiri sidang Dewas.

“Bagi ICW, hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mangkir dari persidangan etik,” kata peneliti ICW Diky Anandya dalam keterangannya kepada Kompas.com, Kamis (2/5/2024).

Diky mengatakan, siasat Ghufron menghindari sidang etik itu mudah ditebak, yakni dengan alasan proses hukum di PTUN.

Padahal, kata Diky, sidang etik di Dewas dan gugatan di PTUN berada pada jalur yang berbeda.

Baca juga: ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

"Jika Ghufron tetap menunjukkan sikap resisten atas proses penegakkan etik yang sedang berjalan, maka ICW mendesak pada jadwal sidang selanjutnya, Dewas harus menggelar persidangan secara in absentia atau tanpa kehadiran Ghufron,” ujar Diky.

Terpisah, mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap memandang, ketidakhadiran Ghufron dalam sidang perdana itu perlu disikapi oleh Dewas.

Gugatan Ghufron di PTUN, menurut Yudi, tidak bisa menghentikan kasus dugaan pelanggaran etik itu.

“Ketidakhadiran Nurul Ghufron seperti menganggap remeh peran Dewas dalam menjaga etik pimpinan dan pegawai KPK,” tutur Yudi kepada Kompas.com, Kamis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Temani Jokowi Peringati Hari Pancasila, AHY: Jangan Hanya Peringati, tapi Dijiwai

Nasional
Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Tak Persoalkan Anies dan Sudirman Said Ingin Maju Pilkada Jakarta, Refly Harun: Kompetisinya Sehat

Nasional
Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Peringati Hari Lahir Pancasila, AHY: Pancasila Harus Diterapkan dalam Kehidupan Bernegara

Nasional
Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Prabowo Sebut Diperintah Jokowi untuk Bantu Evakuasi Warga Gaza

Nasional
Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Simpul Relawan Dorong Anies Baswedan Maju Pilkada Jakarta 2024

Nasional
Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Pemerintah Klaim Dewan Media Sosial Bisa Jadi Forum Literasi Digital

Nasional
Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Prabowo Kembali Serukan Gencatan Senjata untuk Selesaikan Konflik di Gaza

Nasional
Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Kloter Terakhir Jemaah Haji Indonesia di Madinah Berangkat ke Mekkah

Nasional
PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

PKB Beri Rekomendasi Willem Wandik Maju Pilkada Papua Tengah

Nasional
Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Nasional
Momen Jokowi 'Nge-Vlog' Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Momen Jokowi "Nge-Vlog" Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com