JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap calon presiden terpilih Prabowo Subianto yang ingin merangkul banyak pihak, termasuk yang berlawanan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, diharapkan tidak meniadakan kekuatan oposisi.
Kekuatan oposisi dinilai tetap diperlukan demi mengimbangi kekuatan koalisi Prabowo yang sudah hampir menguasai kursi mayoritas di parlemen.
Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia Jusuf Kalla mengapresiasi langkah Prabowo yang melakukan safari politik untuk merangkul kekuatan politik di luar Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Baca juga: Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju
Hanya saja, kekuatan oposisi tetap dibutuhkan meski perlu kerja sama dari banyak pihak untuk memimpin negara sebesar Indonesia.
"Ya itu cara yang bagus, jadi menuju kebersamaan persatuan bangsa ini, karena bangsa ini kan terlalu besar untuk ditangani sendiri, tapi bagaimanapun perlu juga ada oposisi supaya ada yang mengoreksi," kata JK di Kampus UI, Depok, Kamis (25/4/2024).
JK menuturkan, setiap presiden tentu ingin koalisi partai politik pendukung pemerintah punya mayoritas kursi di parlemen agar program dan kebijakannya berjalan mulus.
"Saya juga mengalami waktu saya 2004, mulai lagi saya berkampanye menjadi ketua umum Golkar berarti partai sudah lebih bersatu lagi," kata dia.
Terpisah, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti berpandangan, kekuatan oposisi diperlukan demi mewujudkan kebijakan dan regulasi yang progresif.
Bivitri mencontohkan, usulan pembentukan Undang-Undang Lembaga Kepresidenan yang disampaikan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatasi kewenangan presiden, dinilai akan sulit terwujud jika tak ada partai politik yang mengambil peran oposisi.
Baca juga: Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’
Menurut dia, partai-partai politik yang duduk sebagai oposisi itu nantinya dapat diharapkan mendorong pembentukan Undang-Undang Lembaga Kepresidenan demi merombak sistem yang disalahgunakan.
Sementara, apabila seluruh partai politik merapat ke pemerintah dan menjadi koalisi besar, undang-undang itu akan sulit terwujud karena tidak ada kepentingan untuk melakukan perubahan.
"Karena memang situasi yang seperti ini menguntungkan, menyenangkan untuk mereka, mereka bisa abuse lagi nanti, mereka presidennya bisa tanpa kontrol," kata Bivtri.
Setelah ditetapkan sebagai calon presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (24/4/2024) lalu, Prabowo bergerak cepat bertemu partai politik yang menjadi lawannya pada Pilpres 2024.
Pada Rabu siang, Prabowo bertandang ke markas Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), bertemu dengan Ketua Umum PKB sekaligus calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar.
"Saya menerima tadi penyampaian pernyataan bahwa PKB ingin terus bekerja sama dengan Gerindra, dengan Prabowo Subianto untuk mengabdi demi kepentingan rakyat," kata Prabowo selepas pertemuan.
Muhaimin pun menitipkan cita-cita perubahan yang diperjuangkan PKB untuk dilaksanakan oleh prabowo.
"Kita berharap PKB dan Gerindra terus menjalin kerja sama lewat berbagai bidang legislatif maupun di berbagai ikhtiar mewujudkan suksesnya menuju masyarakat adil dan makmur," kata Muhaimin.
Lalu, pada Kamis kemarin, Prabowo juga menerima kunjungan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh yang pada Pilpres 2024 lalu masuk dalam barisan pendukung Anies-Muhaimin.
Baca juga: Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik
Seusai bertemu, Paloh blak-blakan menyatakan partainya akan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
Paloh mengeklaim, keputusan untuk tidak menjadi oposisi itu diambil berdasarkan kejujuran hati dan rasionalitas, yakni kesempatan untuk berada dalam pemerintahan adalah opsi yang lebih baik.
Namun demikian, ia mengeklaim Nasdem akan tetap obyektif dan kritis meski kelak berada dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Inilah pilihan saya. Pilihan Nasdem. Beroposisi bisa setiap saat. Untuk bekerja membantu pemerintahan itu dibutuhkan juga satu semangat, satu spirit, dan kebesaran hati yang mengedepankan objektivitas, yang tetap menjaga nalar dan daya kritis," ujar Paloh.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam berpandangan, sikap Nasdem dan PKB yang merapat ke Prabowo menunjukkan bahwa Koalisi Perubahan adalah koalisi yang rapuh.
Menurut dia, sikap tersebut juga menandakan narasi kritis yang dulu digaungkan oleh Nasdem dan PKB sebagai partai politik pengusung Anies bukan didasari kontemplasi atas kondisi demokrasi.
Baca juga: Idrus Marham Dengar Kabar Golkar Dapat 5 Kursi Menteri dari Prabowo
"Melainkan hanya gimmick dan komoditas politik semata untuk meraup suara masyarakat yang berseberangan dengan pemerintah," kata Umam kepada Kompas.com.
Akibatnya, narasi kritis perubahan yang didengungkan selama masa kampanye itu begitu mudah dihapus dengan argumen rekonsiliasi dan persatuan.
Umam pun memandang alasan rekonsiliasi dan persatuan tersebut seolah dimanfaatkan untuk menutupi kompromi kepentingan pragmatis dan oportunisme dalam politik praktis.
"Hasilnya, saat ini capres Anies Baswedan yang menjadi simbol narasi kritis seolah ditinggalkan begitu saja oleh partai-partai yang di Pileg kemarin diuntungkan oleh narasi kritis dan mendapatkan coat-tail effects dari ketokohan Anies Baswedan," kata dia.
Umam melanjutkan, peta politik terkini menyisakan PDI Perjuangan dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang belum memutuskan untuk bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran atau mengambil jalan sebagai oposisi.
Apabila kedua partai tersebut memilih oposisi, rupanya hal itu diprediksi bakal tetap menguntungkan Prabowo-Gibran.
Sebab, dua partai politik itu memiliki basis ideologi yang sangat berbeda bahkan bertolak belakang sehingga sulit untuk bersatu sebagai kekuatan oposisi.
Baca juga: Checks and Balances terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo
"Kedua partai itu memang berpeluang bisa memainkan peran kritis dalam konteks kebijakan publik, namun akan kesulitan untuk membangun gerakan politik oposisional yang solid dan memadai karena ada akar faksinalisme akut akibat perbedaan ideologi," kata Umam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.