JAKARTA, KOMPAS.com - Sedikitnya 303 guru besar, akademisi, dan kalangan masyarakat sipil melayangkan surat "amicus curiae" atau sahabat pengadilan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait 2 permohonan sengketa Pilpres 2024.
Dua perwakilan, yakni dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun dan guru besar hukum Universitas Indonesia (UI) Sulistyowati Irianto, menyampaikan langsung dokumen itu ke Mahkamah, Kamis (28/3/2024).
Mereka berharap, dalam memutus sengketa Pilpres 2024, MK tidak hanya mengurusi angka perolehan suara, melainkan melihat permasalahan secara lebih holistik berkaitan dengan pelanggaran asas-asas pemilu yang diamanatkan UUD 1945.
"Besar sekali harapan kami bahwa hakim Mahkamah Konstitusi tidak hanya memberikan keadilan yang sifatnya prosedural formal saja, keadilan angka-angka, tidak, tapi juga memberikan keadilan substantif," kata Sulis, sapaan akrabnya, kepada wartawan.
Baca juga: Gugatan Anies-Imin dan Ganjar-Mahfud ke MK soal Diskualifikasi Prabowo-Gibran Dinilai Tak Mustahil
Sementara itu, Ubedilah Badrun berharap agar hal ini dapat menjadi salah satu bentuk dukungan untuk 8 hakim konstitusi yang bakal mengadili sengketa pilpres secara adil.
Hakim konstitusi diharap dapat mempertimbangkan seluruh unsur kualitatif yang menjadi masalah penyelenggaraan pemilu jauh sejak sebelum pemungutan suara.
"Konsekuensinya (permohonan sengketa pilpres) bisa dimenangkan (sesuai isi gugatan), bisa dengan pertimbangan-pertimbangan khusus yang diambil keputusan oleh hakim," ujar dia.
"Kalau kemudian upaya/ikhtiar daripada para guru besar ini dijadikan sebagai masukan yang sangat berharga, kami yakin bahwa hakim akan mengambil keputusan yang terbaik," jelas Ubedillah.
Mereka juga menepis isu bahwa mereka berpihak. Selain berstatus ASN, surat b ini juga berpijak pada argumentasi akademis dan ilmu pengetahuan.
Baca juga: Tanpa Anwar Usman, Ini 8 Hakim MK yang Adili Sengketa Hasil Pilpres 2024
Sebagai informasi, capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menjadi pasangan pertama yang mendaftarkan gugatan sengketa ke MK yakni pada Kamis (21/3/2024), sedangkan capres-cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD pada Sabtu (23/3/2024).
Dalam sengketa Pilpres 2024, hanya 8 dari 9 hakim konstitusi yang ada yang diperbolehkan mengadili perkara ini.
Eks Ketua MK, Anwar Usman, sesuai Putusan Majelis Kehormatan MK pada 7 November 2023 dilarang terlibat.
Anwar yang notabene ipar Presiden Joko Widodo itu sebelumnya dinyatakan melakukan pelanggaran etika berat dalam penanganan dan penyusunan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melonggarkan usia minimum capres-cawapres.
Putusan ini kemudian membukakan pintu untuk keponakannya, Gibran Rakabuming Raka (36), maju sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto berbekal status Wali Kota Solo kendati belum memenuhi syarat usia minimum 40 tahun.
Baca juga: Mahfud: Masalahnya Simpel, MK Berani atau Tidak Kembalikan Marwahnya?
Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi.