JAKARTA, KOMPAS.com - Gibran Rakabuming Raka dinilai mempunyai kedudukan hukum atau legal standing menjadi calon wakil presiden (cawapres) untuk mengikuti pemilihan presiden (pilpres) 2024.
Wakil Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membuka jalan untuk putra sulung presiden RI Joko Widodo itu telah final dan mengikat.
Oleh sebab itu, majunya Gibran dalam Pilpres 2024 tidak lagi bisa dipersoalkan. Terlebih, Wali Kota Solo ini telah mengikuti rangkaian Pilpres.
"Karena bagaimana pun Gibran masuk menjadi calon wakil presiden itu jelas adalah telah diputuskan dalam putusan MK yang sudah final and binding," kata Otto dalam konferensi pers di Gedung MK, Senin (26/3/2024) malam.
Baca juga: 45 Pengacara Masuk Tim Pembela Prabowo-Gibran di MK Hadapi Gugatan Anies dan Ganjar
Otto pun heran dengan dalil gugatan kubu pasangan calon (paslon) presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar serta paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang mempersoalkan Gibran dalam gugatan di MK.
Padahal, selama proses pilpres berjalan, kubu Anies dan Ganjar tidak pernah keberatan dengan keikutsertaan Gibran.
Misalnya, saat proses pengambilan nomor urut dan debat yang tidak pernah dipersoalkan oleh kubu nomor urut 1 dan 3.
“Kalau legal standing-nya tidak jelas, gimana dia (Gibran) ikut dalam suatu debat,” kata Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) itu.
"Itulah poin yang paling penting, kami yakin permohonan itu (Anies-Ganjar) tidak akan diterima karena cacat formil dan tidak berdasar," ucapnya.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: Kasus Anwar Usman Pengaruhi 50 Persen Responden dalam Menilai MK
Otto menjelaskan, dalil-dalil yang dimohonkan oleh kubu Anies dan Ganjar lebih banyak menyinggung pelanggaran-pelanggaran dalam proses pemilu.
Padahal, ranah pelanggaran pemilu itu diselesaikan melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bisa dilanjutkan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA).
Sementara, di MK hanya akan memproses perselisihan hasil pemilu yang telah diatur dalam Pasal 476 Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 Tentang Pemilu. Materi perselisihan ini juga telah diadopsi di dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) tahun 2023.
"Bahwa untuk mengajukan permohonan saja di dalam PMK itu diatur, diatur apa yang harus dimohonkan, pokok-pokok permohonan itu jelas diatur di sana, harus mengenai perhitungan sura mana yang benar, mana yang tidak benar, itu saja yang diatur di sana," papar Otto.
"Sedangkan yang diajukan oleh pemohon (kubu Anies dan Ganjar) adalah pelanggaran-pelanggaran, bansos lah, kecurangan lah, dan lain sebagainya yang itu sama sekali tidak diatur dan tidak masuk dalam proses yang harus ditangani oleh MK," ucapnya.
Baca juga: Seperti Anies, Ganjar Juga Minta MK Diskualifikasi Prabowo-Gibran dan Gelar Pemilu Ulang
Sengketa hasil Pilpres 2024 ini diajukan oleh pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.