Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PAN: Hak Angket Kecurangan Pemilu Itu Gimik Saja

Kompas.com - 29/02/2024, 09:58 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto menyebut bahwa wacana hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 hanyalah gimik politik.

Pasalnya, dia menilai wacana itu tidak mungkin akan terealisasi melihat sejumlah faktor yang ada, terutama persoalan lamanya proses politik berjalan di DPR.

"Maka, menurut saya, ya hak angket itu gimik saja," kata Yandri dalam acara Satu Meja The Forum yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (28/2/2024) malam.

Dari segi waktu teknis, Yandri melihat hak angket secara rasional tidak mungkin bisa berjalan karena beberapa faktor.

Baca juga: Kubu Anies Dorong Hak Angket, Nasdem: Kami Mau Buktikan Pemilu 2024 yang Terburuk dalam Sejarah

Pertama, saat ini DPR belum masuk masa sidang selanjutnya karena masih dalam masa reses atau kembali ke daerah pemilihan (dapil).

"Baru akan masuk tanggal 5 Maret. 5 Maret ini ya awal masuk itu menyusun agenda, enggak tahu apakah mereka ini betul-betul mengusulkan hak angket, kan minimal 25 orang dari fraksi yang berbeda," ujar Wakil Ketua MPR ini.

Yandri mengatakan, jika fraksi-fraksi sepakat hak angket, proses selanjutnya adalah mengirimkan laporan ke Badan Musyawarah untuk dilakukan rapat pimpinan DPR.

Menurut dia, proses itu pun memakan waktu yang tidak sebentar karena akan ada perdebatan antar pimpinan DPR.

"Kalau disetujui mungkin, akan dibawa ke paripurna. Paripurna kita juga belum tahu petanya. Berdebat di situ mungkin sudah hampir satu bulan lebih," kata Yandri.

Baca juga: Ikrar Nusa Bhakti: Hak Angket Kecurangan Pemilu Wajib Dilakukan karena Presiden yang Sibuk Bermain Politik

Namun, Yandri mengatakan, kembali memasuki masa reses pada akhir April dan bulan-bulan selanjutnya.

Oleh karena itu, menurut dia, hak angket tidak mungkin diselesaikan pada periode DPR yang sekarang.

"Dari sisi waktu itu tidak mungkin, karena angket ini pengalaman beberapa kali angket di DPR, minimal satu tahun lebih memakan waktu. Walaupun kadang-kadang ujungnya enggak jelas juntrungannya apa" ujar Yandri.

"Oleh karena itu, menurut saya, dari sisa waktu periode sekarang akan berakhir tanggal 1 Oktober 2024 sudah tak mungkin, dan carry over atau pelimpahan wewenang atau pelimpahan pekerjaan dari periode sekarang ke periode selanjutnya tetap enggak mungkin," katanya lagi.

Baca juga: Tolak Hak Angket Pemilu, PAN: Jangan Tuduh Curang, tetapi Buktinya Cuma Narasi

Sebelumnya diberitakan, wacana hak angket di DPR terkait penyelidikan kecurangan Pilpres 2024 pertama kali disuarakan oleh calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo.

Ganjar mendorong dua partai politik pengusungnya pada Pilpres 2024, PDI-P dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menggunakan hak angket di DPR.

Menurutnya, DPR tidak boleh diam terhadap dugaan kecurangan pemilu yang sudah terang-terangan.

"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024).

Usulan itu disambut oleh kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Tiga partai politik pengusung Anies-Muhaimin, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) setuju untuk menggunakan hak angket.

"Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," kata Anies pada 20 Februari 2024.

Baca juga: Tolak Hak Angket Pemilu, PAN: Jangan Tuduh Curang, tetapi Buktinya Cuma Narasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com