Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Dugaan Perdagangan Surat Suara di Malaysia, Bawaslu: Masih Diproses

Kompas.com - 26/02/2024, 18:55 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI belum mau membuka informasi terkait dugaan perdagangan surat suara di Malaysia.

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja beralasan bahwa kasus itu masih dalam penyelidikan oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang digawangi Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan Agung.

"Karena masih dalam proses, saya enggak bisa ngomong ini. Masih dalam proses," ujar Bagja kepada wartawan di kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin (26/2/2024).

"Karena ini masuk pidana, teman-teman sentra Gakkumdu kini juga sedang melakukan proses penyelidikan dan pemberkasan," kata dia lagi.

Baca juga: 88 Persen Pemilih Tak Tercoklit, Bawaslu-KPU Rapat Bahas Pemilu Ulang di Kuala Lumpur

Bagja mengaku khawatir, jika informasi ini dibuka maka beberapa pihak yang akan diperiksa bakal melarikan diri.

Ditanya soal keterlibatan penyelenggara pemilu, Bagja juga mengaku belum bisa bicara.

"No comment, no comment," ujar Bagja.

Sebelumnya, Perkumpulan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care menemukan sekitar 10 kotak pos terbengkalai di tiga apartemen di Malaysia pada 10 Februari 2024.

Migrant Care mengklaim bahwa apartemen-apartemen itu banyak dihuni warga negara Indonesia yang seharusnya menerima surat suara via pos.

Dalam pemantauan Migrant Care, kotak pos yang terletak di setiap jalur tangga apartemen itu tanpa penjagaan sama sekali, salah satunya di Wisma Sabarudin.

Baca juga: Migrant Care Duga Jual-Beli Suara Terjadi di Malaysia, Temukan Kotak Pos Terbengkalai

Migrant Care mengatakan, kotak pos terhambur dan berceceran ke mana-mana, walau tak ditemukan ceceran surat suara di sana.

Lembaga pemantau pemilu terakreditasi Bawaslu RI ini pun menduga celah ini dimanfaatkan oleh semacam sindikat "pedagang susu" alias pedagang surat suara.

"Ini lah yang dimanfaatkan oleh pedagang-pedagang surat suara itu tadi. Mereka memang sengaja mencari dari kotak pos satu, ke kotak pos yang lainnya, akhirnya dari satu, dua, 9, 10 sampai terkumpul banyak (surat suara)," kata staf Migrant Care, Muhammad Santosa, dalam jumpa pers di kantor Bawaslu RI pada 20 Februari 2024.

Modus para pedagang surat suara, menurut Satoso, bergerak setelah mengetahui surat suara dikirim melalui jasa ekspedisi ke kotak pos tujuan.

"Mereka kerjanya tim, tidak sendiri-sendiri; di daerah mana, siapa, di daerah mana, siapa," ujar dia.

Baca juga: Migrant Care Laporkan Uya Kuya ke Bawaslu, Diduga Kampanye di TPS Kuala Lumpur

Mereka akan memanfaatkan lemahnya pengawasan. Apalagi, panitia pengawas luar negeri (panwas LN) tak punya pengawas pos.

Setelah mengumpulkan surat suara dari pos, mereka bakal melegonya ke peserta pemilu yang membutuhkan suara.

"Misalkan si caleg membutuhkan sekian ribu, sekian ratus, di situ lah tarik-menarik harga sekian ringgit itu terjadi. Misalnya 1.000 surat suara dari Malaysia nih, lalu pedagang susunya 'oke saya kasih 1 surat suara 25 Ringgit atau satu suara 50 Ringgit'," ujar Santosa.

Modus ini, ujar Santosa, bukan barang baru. Oleh sebab sangat rendahnya akuntabilitas, Migrant CARE mendesak agar pemungutan suara melalui pos dihapuskan untuk pemilu selanjutnya.

Rendahnya akuntabilitas ini bercampur dengan buruknya pendataan pemilih luar negeri di Malaysia, khususnya Kuala Lumpur.

Baca juga: KPU Rencanakan Pemilu Ulang di Kuala Lumpur Tanpa Metode Pos

KPU dan Bawaslu sebelumnya sepakat tak menghitung suara pemilih pos dan Kotak Suara Keliling (KSK) di Kuala Lumpur karena masalah serius pendataan pemilih dan bakal menggelar pemungutan suara ulang.

Dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh Panitia Pemutakhiran Daftar Pemilih (PPLN) Kuala Lumpur pada 2023 lalu, Bawaslu menemukan hanya sekitar 12 persen pemilih yang dicoklit dari total sekitar 490.000 orang dalam Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

Bawaslu juga menemukan panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) fiktif hingga 18 orang.

Akibatnya, pada hari pemungutan suara, jumlah daftar pemilih khusus (DPK) membeludak hingga sekitar 50 persen di Kuala Lumpur.

Pemilih DPK adalah mereka yang tidak masuk daftar pemilih. Ini menunjukkan, proses pemutakhiran daftar pemilih di Kuala Lumpur bermasalah.

Bawaslu bahkan menyampaikan, ada dugaan satu orang menguasai ribuan surat suara yang seyogianya dikirim untuk pemilih via pos.

Baca juga: Ada Persoalan Data Pemilih, KPU Hentikan Hitung Suara Pemilu Pos dan KSK Kuala Lumpur

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

UU KIA Disahkan, Ini Ketentuan Gaji Ibu Cuti 6 Bulan

UU KIA Disahkan, Ini Ketentuan Gaji Ibu Cuti 6 Bulan

Nasional
Kaesang Diisukan Maju Pilkada Jakarta, PKB: Ya Bagus, Ketum PSI...

Kaesang Diisukan Maju Pilkada Jakarta, PKB: Ya Bagus, Ketum PSI...

Nasional
Anggota Komisi V Yakin Basuki Bisa Gantikan Kinerja Kepala OIKN

Anggota Komisi V Yakin Basuki Bisa Gantikan Kinerja Kepala OIKN

Nasional
Ahli: Jalan Layang MBZ Belum Bisa Disebut Tol

Ahli: Jalan Layang MBZ Belum Bisa Disebut Tol

Nasional
KPK Benarkan 3 Saksi Harun Masiku Masih Satu Keluarga

KPK Benarkan 3 Saksi Harun Masiku Masih Satu Keluarga

Nasional
Usut Korupsi 109 Ton Emas, Kejagung: Emas yang Beredar Tetap Bisa Dijual di Antam

Usut Korupsi 109 Ton Emas, Kejagung: Emas yang Beredar Tetap Bisa Dijual di Antam

Nasional
Ahli Sebut Jalan Tol MBZ Seharusnya Datar, Bukan Bergelombang

Ahli Sebut Jalan Tol MBZ Seharusnya Datar, Bukan Bergelombang

Nasional
Pergantian Kepala Otorita IKN Dipertanyakan Puan, Dibela Anggota Komisi V DPR

Pergantian Kepala Otorita IKN Dipertanyakan Puan, Dibela Anggota Komisi V DPR

Nasional
KPK Geledah 7 Lokasi Terkait Kasus PT PGN, Amankan Dokumen Transaksi Gas

KPK Geledah 7 Lokasi Terkait Kasus PT PGN, Amankan Dokumen Transaksi Gas

Nasional
DPR Sahkan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak, Ini 6 Poin Pentingnya

DPR Sahkan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak, Ini 6 Poin Pentingnya

Nasional
Komentari Kebijakan Pemerintah Beri Konsesi Tambang untuk Ormas, Eks Menag Bilang Harus Berbasis 4 Nilai

Komentari Kebijakan Pemerintah Beri Konsesi Tambang untuk Ormas, Eks Menag Bilang Harus Berbasis 4 Nilai

Nasional
WNI Tanpa Visa Haji Ditangkap di Arab Saudi, Menag: Terbukti Sekarang Jadi Masalah

WNI Tanpa Visa Haji Ditangkap di Arab Saudi, Menag: Terbukti Sekarang Jadi Masalah

Nasional
Spesifikasi Beton Turun, Kekuatan Tol MBZ Disebut Hanya Tahan 75 Tahun

Spesifikasi Beton Turun, Kekuatan Tol MBZ Disebut Hanya Tahan 75 Tahun

Nasional
Beri Catatan untuk APBN 2025, Said Abdullah Ingin Masalah Hilirisasi dan Kemandirian Pangan Jadi Fokus Utama

Beri Catatan untuk APBN 2025, Said Abdullah Ingin Masalah Hilirisasi dan Kemandirian Pangan Jadi Fokus Utama

Nasional
DPR Dengar 100.000 Jemaah Umrah Belum Pulang, Diduga Mau Haji Colongan

DPR Dengar 100.000 Jemaah Umrah Belum Pulang, Diduga Mau Haji Colongan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com