Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacana Hak Angket Kubu Anies-Ganjar, Mungkinkah Partai Pengusung Seirama?

Kompas.com - 21/02/2024, 10:45 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Soliditas partai-partai politik pengusung calon presiden (Capres) nomor urut 1 Anies Baswedan dan Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo buat mendorong hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait penyelidikan dugaan kecurangan pada pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 diragukan.

Peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro memaparkan sejumlah faktor yang ditengarai bakal membuat kedua kubu tidak bakal 1 suara dalam upaya menggulirkan hak angket.

"Soliditas partai-partai di koalisi 1 dan 3 dalam rencana mengajukan hak angket ataupun hak interpelasi terhadap presiden, terhadap pemerintah mengenai Pemilu 2024 ini patut diragukan," kata Bawono saat dihubungi pada Selasa (20/2/2024).

Salah satu peristiwa yang menurut Bawono bakal membuat kedua kubu sulit mencapai kesamaan pandangan buat mengajukan hak angket di DPR adalah makan malam antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, di Istana Negara pada Minggu (18/2/2024).

Baca juga: Soal Hak Angket Dugaan Kecurangan Pemilu, PKS: Kami Kaji Dulu

Menurut Bawono, peristiwa itu melambangkan 2 figur penting yang saling berhadapan pada Pilpres 2024. Yakni Jokowi sebagai perlambang kekuatan politik di balik pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, dan Surya Paloh sebagai "kingmaker" kubu Capres-Cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Bawono menilai lewat pertemuan memberi sinyal bakal ada langkah kompromi yang diambil meski sepanjang proses Pilpres 2024 kedua belah pihak ada dalam posisi berhadapan.

"Pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh beberapa hari lalu itu merupakan tanda bahwa soliditas itu sudah tidak mungkin tercapai," ujar Bawono.

"Karena pertemuan tersebut sekaligus menandakan adanya kesediaan dari kedua belah pihak untuk bertemu pada satu titik kesamaan atau titik kompromi," sambung Bawono.

Baca juga: Menilik Kans Kubu Anies dan Ganjar Dorong Hak Angket soal Dugaan Kecurangan Pemilu

Faktor lainnya yang menurut Bawono bakal menjadi ganjalan buat mengajukan hak angket di DPR adalah partai-partai yang ada di kedua kubu, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS), berada dalam koalisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Jika mereka tetap menggulirkan hak angket maka dapat dipandang sebagai sikap yang kontraproduktif terhadap partai dan bisa secara langsung membentuk opini negatif bahwa partai-partai itu seolah menjadi "musuh dalam selimut" bagi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.


"Realitas politik itu tentu akan membuat mereka kikuk atau tidak leluasa dalam mengajukan hak interpelasi ataupun hak angket, karena saat ini hingga Oktober mendatang mereka masih menjadi bagian dari pemerintahan koalisi Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin," ucap Bawono.

Sebelumnya diberitakan, Ganjar Pranowo yang pertama menyuarakan soal hak angket.

Menurut Ganjar, Pemilu 2024 ditengarai dinodai aksi kecurangan melibatkan sejumlah lembaga negara.

Baca juga: Ganjar Dorong Hak Angket DPR, Sekjen Gerindra: Sesuatu yang Tidak Perlu

"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024) lalu.

Soal tuduhan kecurangan itu, kata Ganjar, harus diusut oleh oleh DPR dengan memanggil seluruh penyelenggara Pemilu sebagai wujud fungsi kendali dan pengawasan.

Menurut dia, jika kecurangan itu didiamkan maka DPR justru tidak menjalankan fungsi lembaga.

"Yang begini ini mesti diselidiki, dibikin pansus (panitia khusus), minimum DPR sidang, panggil, uji petik lapangan,” ujar Ganjar.

Baca juga: Ada Wacana Hak Angket Usut Kecurangan Pemilu, Jokowi: Itu Hak Demokrasi

Ganjar berharap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang saat ini mayoritas di DPR bersedia mendorong hak angket. Begitu juga dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengusungnya.

Di samping itu, Ganjar berharap kubu pesaingnya yakni partai-partai politik yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) juga bersedia mendorong hak angket.

Partai yang tergabung dalam KPP adalah Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan yang diusung oleh KPP juga nampak sependapat dengan usulan Ganjar soal hak angket.

Baca juga: Tito Persilakan Parpol Gulirkan Hak Angket Usut Dugaan Kecurangan Pemilu

Bahkan menurut Anies, ketiga partai pengusung utamanya sudah membahas soal usulan hak angket itu.

"Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," ujarnya saat ditemui di Kantor THN Anies-Muhaimin Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Nasional
Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Nasional
RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

Nasional
Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Nasional
Putusan MA Dianggap 'Deal' Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Putusan MA Dianggap "Deal" Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Nasional
Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Nasional
Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Nasional
Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Nasional
Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Nasional
37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

Nasional
Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Nasional
7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

Nasional
Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Nasional
Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Nasional
Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com