JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengungkapkan awal mula praktek pungutan liar (Pungli) di rumah tahanan (Rutan) lembaga antirasuah didalangi oleh sosok bernama H.
H merupakan pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang bertugas di KPK.
Ia sempat menjabat sebagai Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan KPK.
Baca juga: Daftar Pegawai Rutan KPK yang Terima Pungli dan Dihukum Minta Maaf oleh Dewas
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, ketika menduduki jabatan itu H membuat praktik pungli menjadi terstruktur.
“Awal mulanya sehingga terstruktur secara baik ya. jadi pungli ini terstruktur dengan baik,” ujar Tumpak dalam konferensi pers di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Kamis (15/2/2024).
Menurut Tumpak, H bahkan menetapkan tarif pungli di rutan KPK. Hal itu antara lain meliputi biaya memasukkan ponsel ke dalam rutan KPK yang digunakan oleh para tahanan dengan nilai Rp 20 sampai Rp 30 juta per sekali penyelundupan.
“Begitu juga setor-setor setiap bulan Rp 5 juta, supaya bebas menggunakan Hp,” kata Tumpak.
Baca juga: Kasus Pungli di Rutan KPK, Dewas Akan Bacakan Putusan Etik 90 Pegawai KPK
Tidak hanya itu, kata Tumpak, H juga merupakan sosok yang pertama kali menunjuk “lurah” di lingkungan rutan KPK.
Adapun lurah merupakan petugas rutan KPK yang dipercaya mengurus penerimaan uang pungli dari para tahanan.
Pengumpulan itu dikoordinir oleh tahanan rutan KPK yang sudah senior dan mendapat julukan “Koorting”.
Selanjutnya, uang yang terkumpul diserahkan oleh orang kepercayaan Korting atau keluarga mereka di luar tahanan.
“Nah dialah (H) yang pada mulanya menunjuk orang-orang yang bertindak sebagai lurah, yang mengumpulkan uang dari tahanan,” kata Tumpak.
Namun, saat ini H sudah tidak lagi bertugas di KPK. Ia sudah bertugas di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak sekitar 2022.
Baca juga: 12 dari 90 Pegawai Rutan KPK yang Lakukan Pungli Cuma Diberi Sanksi Minta Maaf
Karena itu, dalam mengusut dugaan etik pungli 93 pegawai KPK Dewas memeriksa H karena semua terperiksa mengakui perbuatannya.
“Kami merasa tidak perlu memeriksa dia lagi karena terbukti menerima uang semua ini,” tutur Tumpak.