Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Neni Nur Hayati
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia. Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Panggung Debat Penuh Paradoks

Kompas.com - 12/01/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DEBAT ketiga yang diikuti tiga calon presiden pada 7 Januari 2024, oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih jauh dari substansi dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Sejak debat pertama, yang ditampilkan oleh para kandidat capres-cawapres seperti cerdas cermat tingkat dasar. Bukan mengedepankan gagasan.

Hal yang lebih ironi lagi debat hanya seolah menjadi ajang mengumbar emosi. Masyarakat yang kritis kerapkali mempertanyakan isu konkret dari penyelesaian masalah yang sedang dihadapi oleh bangsa.

Namun, alih-alih mengelaborasi ide, yang terjadi justru malah saling sindir dan serang secara personal.

Jika yang dibantah itu berkaitan dengan kebijakan publik yang memerlukan adanya transparansi dan akuntabilitas serta akurasi data, tentu saja ini bukan serangan secara personal.

Namun jika yang ditanya berkaitan dengan pribadi calon dan sengaja mencari kesalahan untuk melemahkan calon sebagai bagian dari strategi politik, sudah jelas bisa dikategorikan serangan secara personal.

Tidak bisa dimungkiri selama masa tahapan kampanye berlangsung, publik lebih banyak disuguhkan gimik dan pertunjukan semu dari para pasangan calon. Kampanye didominasi pencitraan politik yang menyasar sisi emosional pemilih.

Dalam kajian komunikasi politik dan ruang publik, debat kandidat menjadi ruang komunikasi dua arah (two way communication) dan hadir menyuguhkan suasana kampanye politik yang berkualitas. Di situlah rasionalitas dan nalar kandidat diuji.

Dialektika yang mempertemukan antara kepentingan rakyat melalui para panelis yang mewakili akademisi dengan kandidat.

Meskipun memang hanya dengan waktu yang sangat terbatas, panggung debat jika dipersiapkan, dikelola, dan dilakukan manajemen kesan dengan baik dan optimal, sesungguhnya debat capres dan cawapres yang digelar lima kali bisa memberi sumbangan suara. Sebab, masih ada ceruk pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters) serta swing voters (Heryanto, 2023).

Dialektika yang demokratis

Di tengah kemunduran demokrasi yang terjadi di Indonesia, publik seharusnya tidak disuguhkan dengan wacana eksklusif elitis oligarki yang semakin menjauhkan dari problematika di kalangan grass root.

Debat yang sifatnya monolog ini, tidak memiliki ruang demokrasi untuk masyarakat bisa menyampaikan aspirasi dan pendapat.

Bahkan, para panelis debat saja saat berperan dalam debat hanya mengambil bola dalam gelas besar untuk diserahkan kepada moderator debat.

Harusnya dengan waktu yang sangat sempit, kandidat bisa memanfaatkan momentum tersebut dengan baik, tidak menjadi provokator dan memicu riakan dari para pendukung.

Sejalan dengan itu, Michael Foucault dalam teori post modernism mengungkapkan bahwa politik kekuasaan tidak pernah bisa dilepaskan dari pengetahuan. Sebaliknya, pengetahuan bisa melahirkan kekuasaan.

Di sanalah relasi antara kekuasaan dan pengetahuan yang ditulis Foucault (1980) melalui power and knowledge.

Hasil penelitian para akademisi dapat bertemu dengan gagasan bernas kandidat. Gagasan mereka perlu diuji dengan kritis dan terbuka sebelum akhirnya diimplementasikan.

Filsuf Jurgen Habermas (2007) mengingatkan kita semua terkait urgensi ruang publik. Dalam diskursus ruang publik itulah memungkinkan adanya kesetaraan.

Kandidat yang satu menguji rasionalitas kandidat yang lain. Mempertanyakan atas visi misi yang telah dibuat dan arah kebijakan selama lima tahun kedepan.

Perdebatan politik yang muncul berdasarkan rasionalitas dan inklusifitas justru memungkinkan adanya timbal balik dalam komunikasi yang tidak satu arah.

Seharusnya para kandidat di sini memunculkan inovasi dan kreatifitasnya. Jangan malah mangkir dan tidak menjawab substansi permasalahan karena terlalu mengedepankan hal yang pragmatis dan oportunis. Hanya mementingkan kemenangan semata.

Apabila dalam panggung debat kondisi seperti itu terus dipertahankan, maka debat hanya mempertontonkan kedangkalan berpikir.

Bukan hanya kandidat, program dan visi misi juga harus dapat diterjemahkan dengan baik oleh para tim kampanye pemenangan sehingga bisa terintegrasi sampai akar rumput.

Orientasi kemenangan memang penting, tetapi ada hal yang lebih substansi dari itu terkait dengan pertaruhan bangsa dan negara kedepan.

Debat harus naik kelas

Kita masih memiliki waktu untuk menjadikan panggung debat ini sebagai kampanye dialektis dan berkualitas. Para pemimpin bangsa hendaknya bisa naik kelas menjadi negarawan.

Jika yang ada di pikiran para kandidat memenangi debat lewat cerdas cermat, maka betapa jauhnya dari sejarah, karakter, dasar nilai, dan prinsip-prinsip konstitusi kita (Nashir, 2024).

Para kandidat harusnya menjadi teladan dengan penampilan debat yang elegan dan beretika. Jika debat hanya dijadikan ajang saling serang, maka justru mengurangi marwah debat.

Selain itu, gerakan dan teriakan dari tim pendukung yang berpotensi menganggu jalannya debat diharapkan tidak lagi terjadi karena sangat menganggu konsentrasi kandidat, mengaburkan substansi debat dan terjadi perang psikologis antarpendukung.

Komisi Pemilihan Umum sebaiknya melakukan evaluasi agar tim pendukung yang hadir tidak lebih dari 20 orang.

Sebelumnya di debat pertama, kedua dan ketiga jumlah tim pendukung sebanyak 75 orang sangat tidak efektif dan justru menganggu debat yang sedang berlangsung.

Organisasi masyarakat, NGO dan LSM yang bergerak di isu yang sangat relevan dengan tema debat malah banyak yang tidak diundang untuk hadir. Padahal, mereka inilah yang melakukan advokasi dan memahami permasalahan riil di lapangan.

Dengan memanfaatkan momentum debat sebagai sarana edukasi, maka semua pihak tentu berharap demokrasi pasca-Pemilu 2024 bisa semakin lebih baik.

Sejatinya, debat kandidat lebih mendidik dan substantif dengan meyakinkan para pemilih melalui visi, misi dan program sehingga pemilu menjadi lebih bermakna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com