KOMPAS.com – Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud mengungkapkan pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 (tiga) akan mendorong gagasan Otonomi Strategis.
Gagasan tersebut bertujuan agar Indonesia tidak ikut terseret ke dalam konflik kepentingan antarnegara adidaya.
Seperti diketahui, berbagai konflik dan peperangan telah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Perang antara Rusia dan Ukraina terus berlanjut tanpa tanda-tanda penyelesaian. Konflik antara Israel dan Hamas juga mengakibatkan korban sipil yang banyak terkena dampak.
Sementara itu, ketegangan di Laut China Selatan (LTS) semakin meningkat, dengan banyak negara terlibat dalam sengketa wilayah dan klaim teritorial yang saling tumpang tindih. Hal ini menimbulkan risiko eskalasi yang dapat membahayakan stabilitas regional.
Baca juga: Studi Ungkap Kurang Tidur Dapat Meningkatkan Risiko Kanker
Di sisi lain, kondisi geokonomi menunjukkan nuansa persaingan yang semakin intens. Banyak negara menerapkan kebijakan proteksionisme, mengganggu rantai pasok global dan menciptakan ketidakpastian ekonomi.
Mantan Duta Besar (Dubes) Indonesia untuk Britania Raya, Irlandia, dan International Maritime Organization, Rizal Sukma berpendapat bahwa Otonomi Strategis seyogyanya menjadi bagian integral dari prinsip bebas-aktif yang merupakan fondasi kebijakan luar negeri Indonesia.
“Selama ini, bebas-aktif banyak diterjemahkan sebagai netralitas. Pemahaman ini perlu redefinisi,” ujar Rizal dalam siaran pers TPN Ganjar-Mahfud kepada Kompas.com. Kamis (11/1/2024).
Deputi Politik 5.0 TPN Ganjar-Mahfud, Andi Widjajanto mengatakan bahwa bebas-aktif menurut Ganjar-Mahfud adalah keleluasaan menentukan posisi yang 100 persen sejalan kepentingan nasional.
Menurutnya, penguatan kapasitas nasional menjadi syarat kunci dalam mewujudkan Otonomi Strategis. Namun, kondisi terkini menunjukkan tren pelemahan kapasitas nasional untuk mendukung diplomasi yang efektif.
“Skor Indonesia dalam Asia Power Index yang dirilis Lowy Institute mengalami tren penurunan. Tahun 2019, Indonesia mencatatkan skor power sebesar 20,6. Tahun 2023, skor Indonesia turun menjadi 19,4,” jelas Andi Widjajanto.
Ia mengatakan bahwa Indonesia dikategorikan sebagai kekuatan menengah (middle power).
Setidaknya, kata Andi Widjajanto, Indonesia harus mencatatkan skor 40 untuk menjadi kekuatan besar (major power) di kawasan.
Untuk itu, Ganjar-Mahfud juga akan mempercepat penguatan kapasitas nasional di segala dimensi agar Indonesia menjadi kekuatan maritim Indo-Pasifik, sekaligus Garda Samudra (Guardian of the Seas) yang mampu menjalankan diplomasi maritim yang membawa manfaat secara konkret dan diakui global.
Untuk menjadi Garda Samudra, menurut Rizal Sukma, Indonesia harus fokus berkomitmen dalam perlindungan kawasan maritim.