Sementara di Indonesia, sebenarnya perbedaannya tidak seideologis di Amerika di satu sisi dan tidak terlalu frontal di sisi lain, karena faktor etika ketimuran yang kita anut.
Ditambah pula dengan interaksi sejarah masa lalu antara beberapa kandidat, yang dianggap oleh beberapa kalangan sebagai bagian dari etika berkomunkasi di saat berdebat.
Misalnya, Anies yang sempat didukung dan dibantu oleh Prabowo dan Partai Gerindra di saat pemilihan Gubernur DKI Jakarta tempo hari, dianggap oleh publik sebagai faktor penting yang semestinya dipertimbangkan oleh Anies di saat mengkritik keras Prabowo.
Faktor ini menjadi salah satu faktor yang membuat sebagian pihak agak kurang bisa menilai sisi positif dari kritikan Anies terhadap Prabowo.
Padahal sebenarnya, jika sudah masuk ranah konstestasi, Anies memang semestinya mengekploitasi posisinya sebagain penantang untuk terus membuktikan bahwa apa yang telah dilakukan oleh pemerintah selama ini kurang tepat dan harus diubah.
Sementara Prabowo melakukan hal sebaliknya, yakni membela pemerintahan sekuat tenaga, agar terlihat oleh publik bahwa apa yang telah dilakukan oleh pemerintah selama ini sangat layak dilanjutkan.
Di tengah dua seteru tersebut, Ganjar Pranowo menjalankan posisinya secara baik dan menarik. Pada satu momen Ganjar bisa mendukung apa yang telah dilakukan pemerintah, tapi pada waktu yang lain, Ganjar bisa mengkritiknya, atau menyatakan bahwa yang dilakukan pemerintah kurang serius dan kurang cepat, sehingga beliau pun bisa menawarkan opsi-opsi lain untuk memperbaikinya.
Banyak yang mengatakan bahwa Ganjar tak mendapatkan posisi isu strategis di dalam konstelasi perang isu antara Anies dan Prabowo. Anies dicap sebagai antithesis Jokowi, sementara Prabowo diangap sebagai thesis dan penerus Jokowi. Lantas Ganjar di mana?
Sebenarnya posisi Ganjar di tengah. Jika kita melihat konstelasi ideologis di Amerika Serikat hari ini, Ganjar sebenarnya ada di posisi Joe Biden, yakni posisi tengah.
Biden dianggap berada pada posisi center left. Dari kubu Republik juga ada presiden sejenis, yakni center right, seperti Esheinsower, misalnya, dari Partai Republik yang tetap menjalankan banyak agenda "New Deal" dari FDR.
Di Jerman, Angela Merkel juga dianggap sebagai Perdana Menteri dari tengah, dengan partai CDU-nya dan ideologi Liberal Christian-nya, sebagai penengah dari kekuatan kiri yang berasal dari Jerman Timur dan kekuatan Konservatif Kanan dari Jerman Barat.
Dengan posisi itu, sangat wajar kiranya Ganjar tetap mendapatkan elektabilitas yang cukup baik di setiap survei yang ada. Karena di Indonesia, banyak pemilih yang sebenarnya menyukai jalan tengah, sebagaimana ideologi Pancasila yang mengambil jalan tengah antara kiri dan kanan.
Nah, pada debat presiden kedua, Ganjar semakin lihai memainkan peran tengah tersebut, yang berpadu dengan gaya khas seorang Ganjar yang santun dan tenang.
Meski beberapa kali mendapat afirmasi dari Prabowo, tapi Ganjar tetap memberikan kritik yang keras jika waktunya datang. Pada waktu lainnya, Ganjar juga dengan lihai bermain di ranah Anies Baswedan, yang dengan detail menjelaskan kelemahan-kelemahan pemerintahan.
Jadi secara kasat mata, debat kali ini bukan hanya panggung prostatus quo dan antistatus quo, tapi juga panggung Ganjar Pranowo yang siap melanjutkan yang baik, memperbaiki yang kurang, dan menawarkan hal baru yang belum dimiliki oleh pemerintahan hari ini.
Jika Ganjar bisa semakin terampil dalam memainkan peran tengahnya, maka tidak menutup kemungkinan dalam debat-debat ke depan publik tidak lagi tertarik dengan jual beli serangan antara Anies dan Prabowo, tapi lebih tertarik dengah politik jalan tengah Ganjar Pranowo yang menawarkan rekonsiliasi, kesantunan, dan kedamaian masa depan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.