Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cek Indikasi Transaksi Janggal Pemilu, Bawaslu: Jika Ada Kami Teruskan ke Penegak Hukum

Kompas.com - 19/12/2023, 17:59 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengeklaim pihaknya tengah menelusuri apakah ada indikasi tindak pidana dalam dugaan aliran janggal dana peserta pemilu, sebagaimana tertuang dalam surat yang dikirim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada mereka.

"Jika kemudian ada indikasi pelanggaran tindak pidana pemilu yang berkaitan dengan dana kampanye, maka kami akan teruskan kepada aparat penegak hukum. Khususnya teman-teman kepolisian dan kejaksaan," kata Bagja dalam jumpa pers, Selasa (19/12/2023).

Ia mengaku, Bawaslu akan menyampaikan kepada Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) jika memang ditemui indikasi tersebut.

Baca juga: Bawaslu soal Temuan PPATK: Bukan Kewenangan Kami

Pasalnya, Bawaslu secara atributif hanya diberi kewenangan oleh UU Pemilu untuk mengawasi dana kampanye.

Sementara itu, dana kampanye ditampung secara khusus dalam Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) dan dilaporkan oleh peserta pemilu melalui Laporan Awal Dana Kampanye (LADK), Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK), dan Laporan Penerimaan-Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).

"Di luar itu (dana kampanye), kami rasa bukan kewenangannya Bawaslu juga untuk ikut dalam itu. Dalam hal tersebut, kami akan meneruskannya kepada KPK, polisi dan kejaksaan," tambah Bagja.

Pun, ia menjelaskan, dalam nota kesepahaman yang diteken Bawaslu dan PPATK, PPATK akan memberi informasi untuk ditindaklanjuti Bawaslu jika informasi itu berkaitan dengan RKDK atau rekening dana pemilu.

Baca juga: Mahfud Tegaskan Penegak Hukum Harus Selidiki Transaksi Janggal Dana Kampanye Temuan PPATK

"Kami harus jelaskan kepada teman-teman semua bahwa Bawaslu menangani pelanggaran dana kampanye, berkaitan dengan dana kampanye. Kalau berkaitan dengan persoalan partai politik, dana (non kampanye) dan lain-lain itu bukan kewenangan kami," kata Bagja.

Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa dalam surat terkait transaksi janggal dari PPATK, terdapat disclaimer bahwa data tersebut "sangat rahasia", "tidak boleh disampaikan kepada publik", dan "tidak bisa dijadikan alat bukti dalam hukum".

Oleh karena itu, Bagja mengaku Bawaslu tidak bisa mengungkap isinya kepada publik, karena bisa menimbulkan "persoalan besar" berkaitan dengan status kerahasiaan dokumen tersebut.

"Karena kami berkaitan dengan penegakan hukum pemilu, maka mau tidak mau itu dianggap sebagai informasi awal," ucap Bagja.

Baca juga: Saat 3 Kubu Capres-Cawapres Bicara soal Transaksi Janggal Dana Kampanye Temuan PPATK...

Bawaslu hanya mengimbau peserta pemilu supaya memasukkan seluruh pengeluaran dan pemasukan dana kampanye ke dalam RKDK.

Ia mengingatkan, jangan sampai RKDK yang telah dibukakan untuk peserta Pemilu 2024 tidak terdapat aktivitas sama sekali, padahal kegiatan kampanye jalan terus.

"Di antaranya dengan memastikan pembukaan dana kampanye, pelaporan dana kampanye, meliputi laporan awal dana kampanye, laporan pemberi sumbangan dana kampanye, dan laporan penerimaan dana kampanye, disusun secara lengkap dan dilaporkan sesuai periode yang telah ditentukan," pungkas Bagja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Segera Kunjungi Lokasi Banjir Sumbar, Menko PMK: Kita Carikan Solusi Permanen Agar Tak Berulang

Segera Kunjungi Lokasi Banjir Sumbar, Menko PMK: Kita Carikan Solusi Permanen Agar Tak Berulang

Nasional
Baleg Ajukan Revisi UU Kementerian Negara sebagai RUU Kumulatif Terbuka

Baleg Ajukan Revisi UU Kementerian Negara sebagai RUU Kumulatif Terbuka

Nasional
Buka Opsi Sebar Satkalsel, KSAL: Tunggu Kapal Selamnya Banyak Dulu

Buka Opsi Sebar Satkalsel, KSAL: Tunggu Kapal Selamnya Banyak Dulu

Nasional
Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Khofifah: Guru Besar Usul Pembentukan Kementerian Pendidikan Tinggi, Teknologi, dan Inovasi

Nasional
Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Dewas KPK: Nurul Ghufron Teman dari Mertua Pegawai Kementan yang Dimutasi

Nasional
PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

PKS Sebut Presidensialisme Hilang jika Jumlah Menteri Diatur UU

Nasional
Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Penyelesaian Sengketa Jurnalistik Dialihkan ke KPI

Nasional
Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Anggota Komisi III: Pansel KPK Harus Paham Persoalan Pemberantasan Korupsi

Nasional
KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

KSAL: Pembangunan Scorpene 7 Tahun, Indonesia Perlu Kapal Selam Interim

Nasional
Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Pemerintahan Prabowo-Gibran Diminta Utamakan Peningkatan Pendidikan daripada Insfrastuktur

Nasional
UU Kementerian Negara Direvisi Usai Prabowo Ingin Tambah Jumlah Menteri, Ketua Baleg: Hanya Kebetulan

UU Kementerian Negara Direvisi Usai Prabowo Ingin Tambah Jumlah Menteri, Ketua Baleg: Hanya Kebetulan

Nasional
Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran Karena Melarang Media Investigasi

Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran Karena Melarang Media Investigasi

Nasional
Khofifah Mulai Komunikasi dengan PDI-P untuk Maju Pilkada Jatim 2024

Khofifah Mulai Komunikasi dengan PDI-P untuk Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
Gerindra Tegaskan Kabinet Belum Dibahas Sama Sekali: Prabowo Masih Kaji Makan Siang Gratis

Gerindra Tegaskan Kabinet Belum Dibahas Sama Sekali: Prabowo Masih Kaji Makan Siang Gratis

Nasional
Rapat Paripurna DPR: Pemerintahan Baru Harus Miliki Keleluasaan Susun APBN

Rapat Paripurna DPR: Pemerintahan Baru Harus Miliki Keleluasaan Susun APBN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com