Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud Ingin Ada UU Pembuktian Terbalik agar Pemerintah Lebih Galak Rampas Aset Koruptor

Kompas.com - 13/11/2023, 13:21 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan semakin galak untuk merampas aset-aset para koruptor.

Jika diperlukan, nantinya pemerintah akan menyusun undang-undang (UU) Pembuktian Terbalik yang progresif.

"Kita akan tetap semakin galak untuk perampasan aset para koruptor ini. Kalau perlu nanti pada saatnya kita buat UU pembuktian terbalik, meskipun untuk sebagian UU, pembuktian terbalik (sekarang) itu sudah dilakukan ya," ujar Mahfud usai menghadiri acara United Nations Convention against Corruption (UNCAC) di Hotel Le Meridien, Jakarta, Senin (13/11/2023).

"Artinya apa? Seorang terpidana harus membuktikan harta yang lebih itu dari mana? Kalau tidak dibuktikan, itu diambil. Nah kalau kita nanti lebih progresif, UU pembuktian terbalik itu (diberlakukan) agak awal saja sebelum di sidang pengadilan," lanjutnya.

Baca juga: Mahfud Sebut DPR Belum Bisa Diajak Konsentrasi Selesaikan RUU Perampasan Aset

Dia kemudian menjelaskan bagaimana UU Pembuktian terbaik itu diberlakukan, yakni dengan melihat kekayaan individu.

Menurut Mahfud, ketika ada individu yang kekayaannya melebihi profilnya, maka bisa diminta untuk membuktikan.

"Kalau seharusnya gajinya lima tahun itu misalnya Rp 6 miliar, atau Rp 7 miliar kok sesudah lima tahun akumulasi hartanya pertambahannya lebih dari Rp 10 miliar nah itu tetapkan saja," kata Mahfud.

"Anda buktikan dong kelebihan ini, kalau enggak kita anggap korupsi, gitu saja. Nah itu di beberapa negara ada yang sudah begitu. Nah kita nanti suatu saat mungkin bisa gitu," lanjut bakal calon wakil presiden 2024 ini.

Baca juga: KPU Tetapkan Capres-Cawapres Hari ini, Mahfud: Saya Siap

Dalam kesempatan tersebut, Mahfud juga menyinggung soal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI belum juga bisa diajak fokus untuk menyelesaikan Rancangan Undang-undang (RUU) Perampasan Aset.

Penyebabnya, ada perkembangan situasi politik yang menyebabkan hal tersebut.

"RUU Perampasan Aset sudah masuk ke DPR, terserah DPR saja. Dan di sana nampaknya perkembangan politik belum bisa mengajak mereka konsentrasi menyelesaikan RUU Perampasan aset itu," ujar Mahfud.

"Kita tidak apa-apa juga. Itu wewenang DPR, silakan lah. Kapan (diselesaikan). Yang penting pemerintah sudah menunjukkan itikad baik," katanya.

Baca juga: Baliho Ganjar-Mahfud Dicopot, DPP PDI-P: Kalau Adil Baliho Capres-Caleg Manapun Juga Diturunkan

Meski demikian, Mahfud menegaskan tanpa adanya UU Perampasan Aset, pemerintah selama ini sudah melakukan perampasan aset secara luar biasa.

Salah satu contoh penerapannya yakni saat ada pelaku korupsi yang mulanya didakwa Rp 1 miliar atau Rp 2 miliar.

Kemudian pada, praktiknya vonis yang dijatuhkan bisa mencapai Rp 100 miliar lebih.

Selain itu, ada aset-aset lain yang dirampas.

"Itu sudah dilakukan. Kami dalam kasus BLBI, Satgas BLBI misalnya, meskipun itu perdata kami rampas asetnya," kata Mahfud.

"Sekarang kami sudah dapat Rp 34 triliun lebih dalam waktu 1,5 tahun. Itu sudah perampasan aset. Nah kalau UU di DPR agak lambat ya biarkan saja DPR itu mengolah sendiri berdasarkan prioritas kebutuhannya," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Nasional
Momen Jokowi 'Nge-Vlog' Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Momen Jokowi "Nge-Vlog" Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Nasional
Refleksi Hari Pancasila, Mahfud Harap Semua Pemimpin Tiru Bung Karno yang Mau Berkorban untuk Rakyat

Refleksi Hari Pancasila, Mahfud Harap Semua Pemimpin Tiru Bung Karno yang Mau Berkorban untuk Rakyat

Nasional
Singgung Kesejarahan Ende dengan Bung Karno, Megawati: Pancasila Lahir Tidak Melalui Jalan Mudah

Singgung Kesejarahan Ende dengan Bung Karno, Megawati: Pancasila Lahir Tidak Melalui Jalan Mudah

Nasional
Minta Tapera Tak Diterapkan, PDI-P: Rakyat Sedang Hadapi Persoalan yang Berat

Minta Tapera Tak Diterapkan, PDI-P: Rakyat Sedang Hadapi Persoalan yang Berat

Nasional
 Jokowi Targetkan Blok Rokan Produksi Lebih dari 200.000 Barel Minyak per Hari

Jokowi Targetkan Blok Rokan Produksi Lebih dari 200.000 Barel Minyak per Hari

Nasional
Aturan Intelkam di Draf RUU Polri Dinilai Tumpang Tindih dengan Tugas BIN dan BAIS TNI

Aturan Intelkam di Draf RUU Polri Dinilai Tumpang Tindih dengan Tugas BIN dan BAIS TNI

Nasional
Revisi UU TNI-Polri, PDI-P Ingatkan soal Dwifungsi ABRI

Revisi UU TNI-Polri, PDI-P Ingatkan soal Dwifungsi ABRI

Nasional
Antam Pastikan Keaslian dan Kemurnian Produk Emas Logam Mulia

Antam Pastikan Keaslian dan Kemurnian Produk Emas Logam Mulia

Nasional
Hasto PDI-P: Banteng Boleh Terluka, tapi Harus Tahan Banting

Hasto PDI-P: Banteng Boleh Terluka, tapi Harus Tahan Banting

Nasional
Sentil Penunjukan Pansel Capim KPK, PDI-P: Banyak yang Kita Tak Tahu 'Track Record' Pemberantasan Korupsinya

Sentil Penunjukan Pansel Capim KPK, PDI-P: Banyak yang Kita Tak Tahu "Track Record" Pemberantasan Korupsinya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com