DEBAT Capres-Cawapres Pilpres 2024 di bidang ekonomi menukik pada target pertumbuhan ekonomi lima tahun kedepan.
Semua Capres-Cawapres mengganggap penting menetapkan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun kedepan dan dalam jangka panjang 2045 sebagai target.
Dalam lima tahun depan, capres Anies Baswedan menargetkan pertumbuhan ekonomi per tahun sebesar 5,5 persen-6,5 persen. Sementara capres Ganjar Pranowo 7 persen dan Prabowo Subianto 6 persen-7 persen.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPP) ditetapkan periode 2025-2029 sebagai Perkuatan Fondasi Transformasi dengan sasaran Pertumbuhan Ekonomi pada kisaran 5,6 persen hingga 6,1 persen per tahun.
Jadi semua pasangan calon sudah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas sasaran RPJP. Dalam RPJP pertumbuhan ekonomi pada kisaran 7 persen baru akan disasar pada periode lima tahun berikutnya.
Menggunakan basis perhitungan Indonesia Emas 2045 dengan target PDB sekitar 7 triliun dollar AS atau pertumbuhan perkapita 23.000 dollar AS, maka pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen menjadi kunci.
Kalau pertumbuhannya tetap lima persen dalam 25 tahun ke depan, (PDB) hanya sekitar 5 triliun dollar AS. Jadi, untuk mencapai 7 triliun dollar AS, Indonesia harus tumbuh rata-rata enam persen pada lima tahun pertama dan tujuh persen pada lima tahun berikutnya.
Dengan sasaran tersebut, akan menciptakan lapangan pekerjaan antara 15 juta sampai 20 juta per tahun dan angka kemiskinan 5 persen menuju 0 persen pada 2045.
Dari sisi target jangka panjang, perekonomian Indonesia memang membutuhkan pertumbuhan tahunan sebesar tujuh persen untuk mencapai produk domestik bruto (PDB) sebesar 7 triliun dollar AS pada 2045.
Namun hal tersebut harus dilakukan dengan transformasi, akselerasi ekonomi, dan ekspansi global menuju Indonesia Emas 2045.
Hal ini sesuai dengan target Visi Indonesia 2045 yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk mencapai target Indonesia menjadi negara terbesar kelima di dunia.
Perekonomian tidak harus langsung tumbuh dari lima persen menjadi tujuh persen mengingat beratnya tantangan global, yang secara tidak langsung juga berdampak pada berbagai sektor pendukung perekonomian Indonesia.
Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan berbagai perubahan struktural dengan menjadikan sektor investasi dan ekspor sebagai penopang utama dalam mencapai target tujuh persen setiap tahunnya.
Saat ini pertumbuhan ekonomi didukung oleh konsumsi dalam negeri, sehingga menghasilkan pertumbuhan yang stagnan di kisaran lima persen. Oleh karena itu, harus ada perbaikan di berbagai bidang yang menjadi tantangan investasi dan ekspor.
Sejumlah pekerjaan rumah (PR) harmonisasi peraturan perundangan di bidang ekonomi adalah PR yang sangat berat. Misalnya, terdapat sekitar 70 undang-undang di bidang investasi dan perdagangan yang perlu dibuatkan omnibus law sehingga menjadi sumber untuk mencapai pertumbuhan lebih tinggi.
Tak hanya itu, pemerintah juga bisa memanfaatkan perang dagang antara AS dan Tiongkok yang menyebabkan banyak industri yang beroperasi di Tiongkok mempertimbangkan untuk merelokasi usahanya.
Indonesia harus meningkatkan teknologi dan infrastrukturnya agar mampu bersaing di pasar global untuk meraih peluang menerima investor dan perusahaan yang akan merelokasi usahanya dari Tiongkok.
Kita harus memiliki biaya logistik yang rendah dengan industri berdaya saing. Dengan permasalahan buruh yang selama ini dinilai cukup memberatkan, kita perlu menyeimbangkan antara kesejahteraan dan daya saing industri.
Sementara itu, yang masih memprihatinkan adalah turunnya kontribusi dari sektor manufaktur, dari 27 persen pada 2005 menjadi 18 persen pada 2022.
Untuk tumbuh antara 6-7 persen kedepan, sektor manufakur harus memberikan kontribusi di atas 20 persen.
Perlu investasi yang besar, tidak hanya investasi pertambangan umum seperti nikel, tembaga, emas, perak dan lainnya, tetapi juga investasi industri manufaktur, seperti gula, besi baja, kimia dan teknologi informasi.
Untuk itu, diperlukan iklim investasi yang lebih menarik bagi investor di bidang manufaktur berjangka panjang. Beberapa kebijakan tax holiday dan insentif lain perlu dikaji ulang mengapa kurang menarik.
Rasio investasi terhadap PDB saat ini mencapai 30 persen. Di Tiongkok dan India rasio itu mencapai 40 persen.
Rasio setinggi itu dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 6-7 persen, berarti dibutuhkan sekitar tambahan investasi lebih dari Rp 2.000 triliun per tahun.
Silakan para Capres dan Cawapres membuat program menambal nilai investasi tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.