Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tahan Dua Anak Buah Eks Pejabat Pajak Angin Prayitno

Kompas.com - 09/11/2023, 21:10 WIB
Syakirun Ni'am,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua anak buah mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (P2) pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji.

Mereka adalah Yulmanizar dan Febrian yang tercatat sebagai anggota Tim Pemeriksa Pajak pada DJP, Kementerian Keuangan.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari perkara suap dan gratifikasi yang menjerat Angin Prayitno.

Baca juga: Angin Prayitno Divonis 7 Tahun Penjara di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Menurut Alex, pada persidangan, ditemukan pihak lain yang berperan dalam kasus Angin yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum dan diperkuat dengan putusan hakim.

“Kaitan kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka Yulmanizar dan Febrian untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 9 November 2023 sampai dengan 28 November di Rutan KPK,” kata Alex dalam konferensi pers di KPK, Kamis (9/11/2023).

Alex mengatakan, Angin memerintahkan Yulmanizar dan Febri sebagai Tim Pemeriksa Pajak untuk merekayasa penghitungan kewajiban pembayaran pajak sesuai permintaan para wajib pajak.

Perintah itu disampaikan secara berjenjang melalui Kasubdit Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaaan Dadan Ramdani, Supervisor Tim Pemeriksa Pajak Wawan Ridwan, dan Ketua Tim Pemeriksa Pajak Alfred Simanjuntak.

“Agar keinginan wajib pajak dapat disetujui, Angin dan Dadan mensyaratkan adanya pemberian sejumlah uang dan yang melakukan ‘deal’ dengan wajib pajak di lapangan adalah Yulmanizar dan Febri,” tutur Alex.

Baca juga: Sidang Vonis Eks Pejabat Pajak Angin Prayitno Ditunda

Adapun wajib pajak yang memberikan uang itu di antaranya PT Gunung Madu Plantations untuk pajak tahun 2016, PT Bank Pan Indonesia (Panin) untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama.

Karena mengondisikan biaya wajib pajak itu, Nagin, Dadan, Wawan, Alfred, Yulmanizar dan Febri mendapatkan uang panas Rp 15 miliar dan 4 juta dollar Singapura.

Selain itu, mereka diduga bersama-sama menerima gratifikasi dari para wajib pajak lain dengan nilai mencapai miliaran rupiah.

“Masih dilakukan pendalaman,” ujar Alex.

Baca juga: Dituntut 9 Tahun Penjara, Angin Prayitno Aji: Zalim!

Karena perbuatannya, Yulmanizar dan Febri dijerat Pasal 12 huruf aatai Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, mereka disangka dengan Pasal 12B undang-undang yang sama.

Adapun Angin Prayitno divonis 9 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Ia juga dihukum membayar uang pengganti Rp 3,375 miliar dan 1,095 juta dollar Singapura yang dihitung dengan kurs tengah dollar Singapura Bank Indonesia tahun 2019 yaitu sebesar Rp 10.227 per dollar Singapura.


Angin mengajukan banding hingga kasasi. Namun, Mahkamah Agung menguatkan putusan tersebut.

Selain itu, Angin juga divonis 7 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider empat bulan kurungan dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Ia juga divonis membayar uang pengganti Rp 3.737.500.000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Mengenal Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo-Gibran, Diisi Petinggi Gerindra

Nasional
Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Sebut Serangan ke Rafah Tragis, Prabowo Serukan Investigasi

Nasional
Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Refly Harun Sebut Putusan MA Sontoloyo, Tak Sesuai UU

Nasional
Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Mendag Apresiasi Gerak Cepat Pertamina Patra Niaga Awasi Pengisian LPG 

Nasional
Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Menaker: Pancasila Jadi Bintang Penuntun Indonesia di Era Globalisasi

Nasional
Momen Jokowi 'Nge-Vlog' Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Momen Jokowi "Nge-Vlog" Pakai Baju Adat Jelang Upacara di Riau

Nasional
Refleksi Hari Pancasila, Mahfud Harap Semua Pemimpin Tiru Bung Karno yang Mau Berkorban untuk Rakyat

Refleksi Hari Pancasila, Mahfud Harap Semua Pemimpin Tiru Bung Karno yang Mau Berkorban untuk Rakyat

Nasional
Singgung Kesejarahan Ende dengan Bung Karno, Megawati: Pancasila Lahir Tidak Melalui Jalan Mudah

Singgung Kesejarahan Ende dengan Bung Karno, Megawati: Pancasila Lahir Tidak Melalui Jalan Mudah

Nasional
Minta Tapera Tak Diterapkan, PDI-P: Rakyat Sedang Hadapi Persoalan yang Berat

Minta Tapera Tak Diterapkan, PDI-P: Rakyat Sedang Hadapi Persoalan yang Berat

Nasional
 Jokowi Targetkan Blok Rokan Produksi Lebih dari 200.000 Barel Minyak per Hari

Jokowi Targetkan Blok Rokan Produksi Lebih dari 200.000 Barel Minyak per Hari

Nasional
Aturan Intelkam di Draf RUU Polri Dinilai Tumpang Tindih dengan Tugas BIN dan BAIS TNI

Aturan Intelkam di Draf RUU Polri Dinilai Tumpang Tindih dengan Tugas BIN dan BAIS TNI

Nasional
Revisi UU TNI-Polri, PDI-P Ingatkan soal Dwifungsi ABRI

Revisi UU TNI-Polri, PDI-P Ingatkan soal Dwifungsi ABRI

Nasional
Antam Pastikan Keaslian dan Kemurnian Produk Emas Logam Mulia

Antam Pastikan Keaslian dan Kemurnian Produk Emas Logam Mulia

Nasional
Hasto PDI-P: Banteng Boleh Terluka, tapi Harus Tahan Banting

Hasto PDI-P: Banteng Boleh Terluka, tapi Harus Tahan Banting

Nasional
Sentil Penunjukan Pansel Capim KPK, PDI-P: Banyak yang Kita Tak Tahu 'Track Record' Pemberantasan Korupsinya

Sentil Penunjukan Pansel Capim KPK, PDI-P: Banyak yang Kita Tak Tahu "Track Record" Pemberantasan Korupsinya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com