Anwar juga sempat berjanji menjaga integritas sebagai hakim usai pernikahan dengan Idayati.
"Sampai dunia kiamat, Anwar Usman akan tetap taat kepada perintah Allah SWT. Saya hanya tunduk pada konstitusi, pada Undang-Undang Dasar (1945)," ucap Anwar.
Akan tetapi, bantahan itu tidak menyurutkan gelombang desakan supaya Anwar mengundurkan diri dari Ketua MK setelah menikah dengan Idayati karena dikhawatirkan akan terjadi konflik kepentingan.
Baca juga: MKMK Copot Anwar Usman, Syarat Batas Usia Diuji Kembali
Penyebabnya adalah nantinya Anwar akan memimpin lembaga yang menangani persoalan sengketa pemilu legislatif dan DPD, pilpres, sampai pilkada.
Selain itu MK juga mengadili uji materi terhadap sejumlah undang-undang dianggap kontroversial yang dibuat di masa kepemimpinan Presiden Jokowi. Meski begitu, Anwar tetap tidak mundur dari posisi Ketua MK.
Tidak lama kemudian sejumlah pihak mengajukan uji materi terhadap syarat batas usia capres-cawapres. Dari sekian gugatan yang ditangani adalah uji materi nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 itu dilayangkan oleh seorang mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru.
Almas merupakan anak dari advokat sekaligus Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Baca juga: Terbukti Lakukan Pelanggaran Etik Berat, Anwar Usman Diminta Sebaiknya Mundur dari MK
Dalam putusannya, MK menyatakan mengabulkan sebagian gugatan.
“Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Anwar saat membacakan amar putusan pada 16 Oktober 2023 lalu.
Dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Baca juga: Respons Putusan MKMK, MHH PP Muhammadiyah Minta Anwar Usman Mundur dari Hakim MK
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Alhasil putusan MK memicu perdebatan. Sejumlah pakar hukum tata negara menilai seharusnya yang berwenang mengubah bunyi dari sebuah Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat bersama pemerintah, bukan MK, karena menganut prinsip kebijakan hukum terbuka (open legal policy).
Sejumlah pihak lantas melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Anwar ke MK. Pihak-pihak yang mengajukan gugatan adalah praktisi hukum Denny Indrayana serta akademisi pakar tata negara Zainal Arifin Mochtar.
Denny dalam argumentasinya menyebut keikutsertaan Anwar dalam membuat putusan MK terkait syarat batas usia capres-cawapres terindikasi terdapat konflik kepentingan karena Anwar adalah adik ipar Presiden Jokowi sekaligus paman dari Gibran.
Baca juga: MKMK Enggan Ungkap Modus Anwar Usman Sengaja Diintervensi soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres