JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan bahwa Pasal 17 ayat (8) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan bahwa suatu putusan tidak sah jika melibatkan hakim yang terlibat konflik kepentingan, tidak bisa berlaku untuk Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat batas usia capres-cawapres.
Padahal, eks Ketua MK Anwar Usman telah dinyatakan melanggar etik berat dan terlibat konflik kepentingan.
MKMK menjelaskan, meski pasal itu juga berlaku untuk hakim konstitusi mengundurkan diri dari perkara yang berpotensi konflik kepentingan, namun pasal itu "tidak serta-merta menyebabkan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dengan sendirinya menjadi tidak sah".
"Melainkan harus dinyatakan tidak sah oleh pejabat atau lembaga yang berwenang untuk itu sesuai dengan prinsip presumptio iustae causae, dalam hal ini melalui pengujian oleh Mahkamah Konstitusi," sebut anggota MKMK dari unsur hakim konstitusi, Wahiduddin Adams, kala membacakan putusan terhadap Anwar Usman, Selasa (7/11/2023).
Baca juga: MKMK: Anwar Usman Harusnya Sadar Tak Ikut Adili Perkara yang Konflik Kepentingan
Jimly menegaskan, MKMK tidak bisa mengoreksi atau bahkan membatalkan Putusan 90 itu sekalipun pelanggaran etik terjadi di sana.
Kembali lagi, MKMK adalah lembaga penegak etik dan tidak dalam kapasitas menilai keabsahan putusan MK. Mengoreksi putusan MK akan membuat MKMK memiliki superioritas legal terhadap MK.
Jalur yang tersedia untuk membatalkan putusan MK, menurut Jimly, hanyalah melalui MK sendiri yang menyatakan pembatalan itu.
Saat ini, Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang diubah melalui Putusan 90 itu sedang digugat lagi ke MK.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama (NU) Indonesia, Brahma Aryana (23), mengajukan uji materiil atas pasal tersebut.
Baca juga: Anwar Usman Diberhentikan dari Ketua MK, Tak Boleh Jadi Pimpinan hingga Masa Jabatan Usai
Gugatan Brahma sudah diregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023 dan akan disidang besok, Rabu (8/11/2023), bertepatan dengan hari terakhir pengusulan bakal capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
Mereka berharap, MK bisa memutus perkara itu dalam waktu cepat karena perkara itu dianggap sudah sangat jelas lantaran sudah diperiksa MK melalui gugatan-gugatan sebelumnya.
Mereka juga meminta agar Ketua MK Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran, tidak turut mengadili perkara itu. Hal ini disetujui MKMK.
"Permintaan pelapor BEM UNUSIA agar tidak mengikutsertakan Hakim Terlapor dalam pemeriksaan perkara Nomor 141PUU-XXX/2023 dapat dibenarkan," kata Jimly dalam kesimpulan putusannya.
Setelah putusan, Jimly mengapresiasi inisiatif mahasiswa itu.
"Dia menguji undang-undang yang sudah mengalami perubahan karena putusan MK. Dan itu boleh diuji," kata Jimly.