Oleh karena putusan MK bersifat final and binding atau final dan mengikat, kata Bivitri, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 hanya mungkin diubah melalui putusan MK juga.
Saat ini, sudah ada sejumlah uji materi terkait syarat usia capres-cawapres yang bergulir di MK. Sama seperti perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, uji materi ini juga menyoal Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Menurut Bivitri, putusan MKMK kelak dapat dijadikan landasan dalam proses uji materi baru ini. Seandainya MKMK menyatakan ada hakim yang terbukti melangga kode etik, bukan tidak mungkin uji materi baru terhadap Pasal 169 huruf q UU Pemilu membatalkan putusan MK sebelumnya.
Oleh karenanya, meski tak dapat mengubah putusan MK, MKMK tetap dapat menjadi salah satu jalan keluar atas kusutnya perkara ini.
“Makanya, jalan memutarnya, menurut saya tetap harus diberikan jalan keluar ini karena secara prinsip secara logika hukum yang harus ada dampaknya terhadap putusan nomor 90. Jadi terhadap putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu yang bisa dilakukan adalah MK memeriksa lagi berdasarkan permohonan yang sudah ada,” kata Bivitri.
“Untungnya kita sudah punya tiga permohonan lagi yang menguji pasal yang kita persoalkan ini (Pasal 169 huruf q UU Pemilu), jadi bisa masuk melalui jalur itu, karena logika hukumnya bisa masuk,” tuturnya.
Sementara, Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menyebutkan, hak angket DPR tak bisa mengubah putusan MK soal syarat usia capres-cawapres.
“Tidak bisa hak angket DPR serta merta mengubah putusan MK berubah, kan sifatnya final and binding (final dan mengikat),” kata Feri kepada Kompas.com, Kamis (2/11/2023).
Bahkan, menurut Feri, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tak bisa menjadi objek hak angket DPR. Sebabnya, hak angket tidak dapat digunakan untuk mengusut lembaga peradilan.
Baca juga: Memahami Hak Angket DPR yang Diusulkan Elite PDI-P Terkait MK
Feri bilang, lembaga peradilan mana pun bersifat merdeka dan tidak bisa diintervensi lembaga lain. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945.
Oleh karenanya, yang bisa diselidiki DPR lewat hak angketnya terhadap Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 ialah dugaan nepotisme yang belakangan jadi perhatian. DPR bisa saja menyelidiki dugaan kepentingan pihak-pihak tertentu, seperti presiden, dalam polemik putusan MK ini.
“Kalau pendapat DPR menyatakan ada pelanggaran hukum yang melibatkan presiden, maka presiden yang akan terdampak,” ujar Feri.
Senada dengan Bivitri, Feri menyebut, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 hanya dapat diubah melalui putusan MK juga. Artinya, harus ada pihak yang mengajukan uji materi ketentuan syarat usia capres-cawapres ke MK.
Ke depan, hasil hak angket DPR dan rekomendasi MKMK dapat dijadikan landasan untuk mengajukan uji materi ketentuan ini ke MK.
“Itu akan menjadi alasan baru untuk mengajukan permohonan. Atau publik bisa juga mengajukan permohonan pengujian kembali dengan alasan berbeda, lalu putusan MKMK dan hak angket dpr bisa jadi alat bukti di dalam persidangan,” jelas peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.