JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Poltak Partogi mengatakan, kekuatan postur TNI seharusnya didasarkan dengan ancaman yang ada saat ini.
Namun, ia melihat bahwa pengembangan postur TNI belum mengarah ke sana.
Poltak Partogi mengatakan, berkaca pada perang Rusia-Ukraina, ancaman saat ini didominasi melalui cyber war atau perang siber.
“Yang kita hadapi sekarang, kita lihat perang di Ukraina, (pakai) drone kan. Cyber war. Enggak perlu kekuatan besar. Itu orang-orang cerdas,” kata Poltak Partogi dalam launching kertas kebijakan revisi UU TNI yang dipantau secara daring, Rabu (27/9/2023).
“Nah bagaimana sebetulnya, perkembangan TNI harusnya itu pengembangannya melihat realitas itu. Perang generasi keempat,” ujarnya lagi.
Baca juga: Alasan Lemhannas Getol Usulkan Pembentukan Angkatan Siber di TNI
Alih-alih didasarkan dengan ancaman yang ada saat ini, Poltak Partogi justru melihat pengunaan “main power” yang besar di tubuh TNI. Ia mencontohkan banyak perwira yang menganggur saat ini.
“Nyatanya yang sekarang terjadi malah penggunaan main power yang besar,” ujar Poltak Partogi.
“Nah ini jadi pertanyaan. Padahal seharusnya, ketika kita menghadapi para perwira yang nganggur, kan dibetulin sebetulnya analisis beban kerja. Kenapa sampai kerja nganggur? Sehingga harus dibuang ke posisi sipil. Itu bukan masalah sepele,” katanya lagi.
Poltak Partogi pun berharap agar Markas Besar (Mabes) TNI memperbaiki sistem perekrutan dan promosi.
“Harus diperbaiki sistem perekrutan dan promosi ya, bukan membiarkan keinginan elite sipil, apalagi elite oligarki yang ada di pemerintahan yang kuat modal,” ujarnya.
Baca juga: Pengamat Sebut Revisi UU TNI Bisa Kembalikan Format Militer dalam Ruang Politik
Diberitakan sebelumnya, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) getol mengusulkan pembentukan angkatan siber di TNI untuk melengkapi tiga matra yang sudah ada, yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).
Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto mengungkapkan, ancaman terhadap Indonesia dalam beberapa tahun ke depan adalah terkait pertarungan antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Andi mencontohkan tragedi Pearl Harbor pada 1941, di mana Jepang menyerang pangkalan militer AS.
“Jepang menyerang Pearl Harbor. Kemudian, pada Maret 1942, karena Jepang membutuhkan energi, membutuhkan minyak, Jepang kemudian masuk Balikpapan,” ujar Andi dalam konferensi pers di Kantor Lemhannas, Jakarta Pusat pada 18 September 2023.
Baca juga: KSAL Temui Prabowo, Bahas Kebutuhan Postur TNI AL
“Perangnya bukan antara Jepang dan Hindia Belanda, tetapi perang antara AS dan Jepang. Kira-kira situasinya akan mengulang,” katanya melanjutkan.
Dihubungkan dengan konteks ancaman saat ini, Andi mengatakan, Indonesia berpotensi menjadi sasaran AS maupun China.
“Serangan pertama mereka di era seperti ini pasti serangan siber. Kalau mereka ingin melakukan mengokupasi suatu titik di Indonesia, serangan pertama mereka pasti serangan udara,” kata Andi.
Oleh karena itu, Lemhannas saat ini mengusulkan peta jalan bagaimana meng-upgrade kemampuan siber yang dimiliki oleh TNI.
Baca juga: Buat Peta Jalan Angkatan Siber TNI, Lemhannas: Kami Sampaikan ke Presiden untuk Dikaji
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.