Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro-Kontra Percepatan Pilkada 2024 Dua Bulan, Diperlukan atau Dipaksakan?

Kompas.com - 31/08/2023, 05:35 WIB
Vitorio Mantalean,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

Padahal, saat pembahasan RUU Pemilu, muncul berbagai model alternatif untuk menata pelaksanaan pemilu dan pilkada dengan jadwal yang dianggap lebih masuk akal. Salah satunya, penyelenggaraan pemilu tetap pada 2024, namun pilkada digelar 2-3 tahun berselang.

Ketika pemerintah dan DPR memutuskan tak lagi membahas RUU Pemilu, maka jadwal pilkada yang berlaku otomatis sesuai dalam UU Pilkada, yaitu November 2024, alias pada tahun yang sama dengan Pileg dan Pilpres 2024.

Penyelenggaraan pilkada dan pemilu pada tahun yang sama ini dianggap bermasalah.

Banyak wilayah mengalami kekosongan masa jabatan kepala daerah, sehingga harus dipimpin seorang penjabat yang ditunjuk langsung, bukan dipilih warga.

Apalagi, kata Titi, jika pilkada dimajukan dua bulan, tantangan untuk KPU dan Bawaslu diperkirakan akan semakin kompleks karena terjadi irisan antara tahapan Pemilu 2024 dengan tahapan persiapan Pilkada 2024.

Beban kerja berlebih ini dikhawatirkan bakal mengganggu profesionalitas penyelenggaraan pemilu.

"Menurut saya, ikuti saja jadwal yang sudah ada, ini untuk memberi kepastian hukum kepada masyarakat kita dan memberi keadilan kepada penyelenggara pemilu untuk mampu menyelenggarakan pemilu dengan beban yang lebih logis dan manusiawi," lanjut anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut.

Terkesan dipaksakan, ada unsur politis?

Yanuar Prihatin menilai bahwa percepatan Pilkada 2024 menimbulkan prasangka dan kegaduhan serta mendorong munculnya ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu dan pemerintah-DPR.

Pasalnya, wacana ini mendadak mencuat di tengah berjalannya tahapan pemilu yang kian penting dan padat serta pertarungan politik mulai memuncak.

"Perubahan ini akan terkesan dipaksakan," kata dia.

Apalagi, sejak tahapan Pemilu 2024 dimulai pada Juni 2022, sudah amat banyak isu panas yang menerpa kesiapan penyelenggaraan pemilu dan membuat situasi politik penuh turbulensi.

Isu-isu itu meliputi wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa bakti presiden menjadi 3 periode, pengambilalihan kewenangan penataan dapil dari pembuat undang-undang ke penyelenggara pemilu, debat sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, hingga mempersoalkan umur calon presiden yang kini tengah bergulir di MK.

"Seandainya perubahan jadwal ini dilakukan beberapa bulan sebelumnya, yakni saat membahas jadwal Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2024, suasananya pastilah lebih kondusif. Secara psikologis tidak akan menimbulkan prasangka karena jadwal pilkada serentak ditetapkan bersama dengan jadwal pemilu," jelas Yanuar.

"Tentu wajar bila muncul pertanyaan. Kenapa wacana ini baru disodorkan sekarang, dan bukannya jauh-jauh hari saat jadwal Pemilu 2024 belum diputuskan?" imbuhnya.

Yanuar memandang, percepatan Pilkada 2024 ke bulan September justru membuat pesta demokrasi berpotensi lebih tidak netral, karena itu berarti pilkada digelar di bawah rezim yang masih berkuasa.

"Secara politik tentu saja pemerintahan saat ini sedang dalam puncak konsolidasi yang kokoh. Tidak mungkin bebas kepentingan dalam pilkada serentak yang akan berlangsung itu," jelasnya.

Dari sudut pandang itu, ia menambahkan, pilkada pada November 2024 lebih menguntungkan bagi konsolidasi demokrasi, netralitas pemerintah, sampai kebebasan partai politik mengusung calon kepala daerah.

Ia juga menganggap, jika problemnya adalah faktor keamanan, seharusnya Pilkada 2024 cukup digelar 2 tahap di bulan November yang sama dengan jarak sekitar 2, pekan agar personel Polri di wilayah yang tidak melaksanakan pilkada dapat diperbantukan ke wilayah yang melangsungkan pemungutan suara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Jokowi Resmikan Sistem Pengelolaan Air di Riau Senilai Rp 902 Miliar

Nasional
Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Megawati Didampingi Ganjar dan Mahfud Kunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende

Nasional
Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Jelang Idul Adha, Dompet Dhuafa Terjunkan Tim QC THK untuk Lakukan Pemeriksaan Kualitas dan Kelayakan Hewan Ternak

Nasional
Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Buronan Thailand yang Ditangkap di Bali Pakai Nama Samaran Sulaiman

Nasional
Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Pansel Bakal Cari 10 Nama Capim KPK untuk Diserahkan ke Jokowi

Nasional
Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Kritik Putusan MA, PDI-P: Harusnya Jadi Produk DPR, bukan Yudikatif

Nasional
Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Projo Beri Sinyal Jokowi Pimpin Partai yang Sudah Eksis Saat Ini

Nasional
Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Projo Minta PDI-P Tidak Setengah Hati Jadi Oposisi

Nasional
Tuding PDI-P Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo, Projo: Taktik Belah Bambu

Tuding PDI-P Ingin Pisahkan Jokowi dan Prabowo, Projo: Taktik Belah Bambu

Nasional
Projo Ungkap Isi Pembicaraan dengan Jokowi soal Langkah Politik Kaesang di Pilkada

Projo Ungkap Isi Pembicaraan dengan Jokowi soal Langkah Politik Kaesang di Pilkada

Nasional
Ada 'Backlog' Pemilikan Rumah, Jadi Alasan Pemerintah Wajibkan Pegawai Swasta Ikut Tapera

Ada "Backlog" Pemilikan Rumah, Jadi Alasan Pemerintah Wajibkan Pegawai Swasta Ikut Tapera

Nasional
Jaga Keanekaragaman Hayati, Pertamina Ajak Delegasi ASCOPE ke Konservasi Penyu untuk Lepas Tukik

Jaga Keanekaragaman Hayati, Pertamina Ajak Delegasi ASCOPE ke Konservasi Penyu untuk Lepas Tukik

Nasional
Projo Mengaku Belum Komunikasi dengan Kaesang Soal Pilkada

Projo Mengaku Belum Komunikasi dengan Kaesang Soal Pilkada

Nasional
Ridwan Kamil Klaim Pasti Maju Pilkada, Kepastiannya Juli

Ridwan Kamil Klaim Pasti Maju Pilkada, Kepastiannya Juli

Nasional
KPK Sita Innova Venturer Milik Anak SYL Terkait Kasus TPPU

KPK Sita Innova Venturer Milik Anak SYL Terkait Kasus TPPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com