Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
SAPA PEMIMPIN

UU Omnibus Kesehatan Sudah Diketok, Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman Soroti Hal Ini

Kompas.com - 20/08/2023, 10:11 WIB
Yakob Arfin Tyas Sasongko,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Undang-Undang (UU) Kesehatan hasil revisi telah dicatat oleh pemerintah di Lembaran Negara sebagai Nomor 105 dengan nomor Tambahan Lembaran Negara (TLN) 6687 tertanggal 8 Agustus 2023.

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) telah mengetok palu Rancangan Undang-Undang Kesehatan menjadi UU dalam Rapat Paripurna pada Selasa (11/7/2023).

Sedikitnya, tujuh fraksi di DPR menyetujui RUU tersebut dibawa ke dalam forum paripurna. Adapun dua fraksi lain, yakni Partai Demokrat serta Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menolak pengesahan RUU tersebut menjadi UU.

Merespons hal itu, Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat Benny K Harman dengan tegas menyebutkan sejumlah catatan atas pengesahan RUU tersebut menjadi UU.

Baca juga: Tragedi Penghapusan Mandatory Spending dalam UU Kesehatan yang Baru

Pertama, proses pembentukan atau law making process yang tidak partisipatif. Kedua, substansi atau konten.

Benny mengatakan, substansi dalam RUU tersebut diharapkan dapat menjadi solusi sekaligus menjawab permasalahan di bidang kesehatan yang tidak dapat diselesaikan oleh UU Kesehatan sebelumnya.

"Kami melihat substansi RUU Kesehatan yang kemudian disahkan menjadi UU tidak jelas. Hal yang harus diingay, ini kan Omnibus Law. (Omnibus Law) kan metode atau pendekatan pada sejumlah UU yang dinyatakan tidak berlaku atau dihapus oleh UU yang baru," ujar Benny saat ditemui Kompas.com di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (13/7/2023).

Sebagai metode, menurut Benny, Omnibus Law merupakan hal lumrah. Namun demikian, diperlukan evaluasi terhadap UU Kesehatan eksisting untuk menyelisik problematika pokok di sektor kesehatan.

Baca juga: Saat UU Kesehatan Dinilai Muluskan Dokter Spesialis Asing Praktik di Indonesia...

Dengan evaluasi serta kajian mendalam terhadap seluruh UU Kesehatan eksisting, diharapkan dapat menemukan titik persoalan, baik dari aspek substansi maupun pelaksanaan.

"Melalui tahapan valuasi, dapat diketahui apa yang menjadi problem pokok. Apakah dari sisi substansi atau pelaksanaan UU tersebut di lapangan?" kata Benny.

Bila dari segi substansi terdapat masalah ketidaklengkapan, lanjut Benny, artinya, UU Kesehatan yang eksisting tidak responsif terhadap permasalahan kesehatan. Untuk itu, diperlukan perbaikan atau perubahan substansi UU.

Sebagai contoh, imbuh Benny, permasalahan kualitas pelayanan kesehatan, ketersediaan dokter spesialis, pendidikan dokter, tata kelola, rumah sakit, dan sarana prasarana pendukung.

Baca juga: UU Kesehatan Ramah Dokter Diaspora, Kemenkes: Pulang Dong, Kita Butuh Anda Semua...

"Atau, di sisi lain, substansinya sudah bagus, tetapi implementasinya lemah. Ini artinya, problemnya bukan terletak pada (substansi) UU Kesehatan, melainkan aspek pelaksanannya," terang Benny.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Demokrat itu menilai, kebutuhan masyarakat di sektor kesehatan harus direspons dengan pembentukan UU sebagai basis kebijakan pemerintah di bidang kesehatan.

Namun demikian, lanjut Benny, Fraksi Demokrat melihat, pemerintah tidak memiliki kejelasan sikap atau pandangan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Menteri LHK: RI Masih Terima Ruang Dukungan Pihak Lain untuk Turunkan Emisi Karbon

Nasional
Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Minta Jokowi Tunda RUU Polri, Koalisi Masyarakat: Isi Kontennya Berbahaya

Nasional
RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

RUU Polri Beri Polisi Wewenang Penyadapan, ELSAM: Ini Bisa Sangat Liar...

Nasional
Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Tren Ubah Aturan Hukum demi Menjaga Kekuasaan Diprediksi Bakal Terulang

Nasional
Putusan MA Dianggap 'Deal' Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Putusan MA Dianggap "Deal" Agenda Politik Jokowi Jelang Akhir Jabatan

Nasional
Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Aturan Pengawasan PPNS di RUU Polri Dianggap Hambat Kerja Penyidik KPK hingga Kejagung

Nasional
Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Tangkap Buron Paling Dicari Thailand, Polri Minta Timbal Balik Dibantu Ringkus Fredy Pratama

Nasional
Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Buron Paling Dicari, Chaowalit Thongduang, Bikin Rakyat Thailand Tak Percaya Polisi

Nasional
Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Pilih Kabur ke Aceh, Chaowalit Buron Nomor 1 Thailand Merasa Mirip Orang Indonesia

Nasional
37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

37 Warga Makassar yang Ditangkap karena Visa Haji Palsu Ditahan, 3 Diperiksa Kejaksaan

Nasional
Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Polisi Periksa 8 WNI Usai Tangkap Chaowalit Si Buron Nomor 1 Thailand, dari Ojol hingga Agen Sewa Kapal

Nasional
7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

7 Bulan Kabur ke Indonesia, Buronan Thailand Nyamar jadi Warga Aceh dan Bikin KTP Palsu

Nasional
Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Tak Setuju Perpanjangan Bansos Disebut Cawe-cawe, Dasco: Kecurigaan Tak Beralasan

Nasional
Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Tapera Dikhawatirkan Jadi Ladang Korupsi seperti Jiwasraya dan Asabri

Nasional
Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Permintaan Otoritas Thailand, Chaowalit Si Buron Nomor 1 Tak Ditampilkan Saat Jumpa Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com