Bagian kedua buku kumpulan makalah R20 membicarakan tentang ungkapan kelam sejarah masing-masing agama masa lampau.
Bisa jadi itu adalah upaya kejujuran dari masing-masing pemimpin agama dari berbagai iman dan negara. Bab itu juga mengungkap upaya rekonsiliasi dari berbagai kelompok agama setelah kejujuran dipaparkan dan diakui.
Tentu saja tujuan utamaya adalah saling memaafkan sehingga umat terhubung lagi dan memperkokoh saling paham.
Isu antariman memang sangat penting saat ini, tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga bagi dunia. Iman berbeda bisa melahirkan friksi dan sangat mudah dipertajam oleh kepentingan politik, ekonomi, dan sosial.
Indonesia sering menghadapi ini, apalagi setiap Pemilu pasca-Reformasi. Dalam Pemilu 2024 mendatang, banyak pengamat dan cendikiawan dari dalam dan luar Indonesia masih memberi peringatan bahayanya penyalahgunaan identitas keagamaan untuk kepentingan sesaat.
Tentu rakyat sudah jauh lebih dewasa dalam menilai para calon pemimpin politik, tetapi agama dan identitas agama memang alat yang paling murah dan gampang untuk dijual di publik.
Ketua Umum PBNU Gus Yahya mengingatkan kita kembali pada pentingnya menganggap agama bukan sebagai masalah, tetapi harus berperan sebagai solusi.
Solusi bisa ditemukan lewat saling belajar dari satu iman kepada iman lain. Ini yang sulit diterima, baik di kalangan elite daerah di Indonesia, ataupun juga mungkin di negara-negara lain.
Dialog antariman, Penulis saksikan dilakukan secara elegan dan massal selama acara R 20 di Bali, tahun lalu.
Penulis sangat menikmati presentasi dari masing-masing pemimpin agama, bersadarkan pengalaman mereka langsung mengembalakan umat di Masjid, Gereja, Pure, Wihara, Klenting, Candi, dan tempat-tempat ibadah lainnya.
R 20 di Bali sungguh momen yang belum pernah terjadi sebelumnya, organisasi Muslim terbesar di Indonesia, NU, mengumpulkan para pemimpin agama dunia untuk saling berbagi pengalaman dari sudut pandang iman dan teologi berbeda.
Acara Asean di Jakarta, Senin besok, adalah lanjutan dari misi peradaban masa depan.
Dari segi sejarah Agama Buddha, sebelum Kristiani dan Islam, berperan penting dalam menghubungkan antaretnis dan kekuatan politik di ASEAN.
Abad ketiga Sebelum Masehi raja Ashoka dari kerajaan Maurya India menyebarkan Buddhisme di Asia Tenggara.
Prinsip-prinsip toleransi, saling hidup bersama, menghargai keragaman bisa dilihat dalam penyebaran dan kerajaan-kerajaan di wilayah itu yang terinspirasi oleh etika Buddhisme dalam pendirian dinasti dan kekuatan politik.
Sriwijaya dan Majapahit masih menyimpan prinsip-prinsip itu yang menyatukan wilayah Nusantara, lewat interpretasi modern para pendiri bangsa.
Indonesia saat ini masih menyimpan kata-kata Buddhisme dan dijadikan landasan negara, Pancasila. Bhinneka Tunggal Ika juga kata-kata bahasa lama Sansekerta yang masih terhubung tradisi kuno itu.
Acara ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue akan menjadi saksi lain gerakan visi besar fiqh peradaban yang menjanjikan kontribusi agama bagi dunia.
Agama bukan masalah, tetapi dengan saling mendengar dan belajar, agama adalah wahana bersama untuk mencari solusi dalam upaya saling memahami dan menghargai antariman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.