Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Ada Apa dengan Bakamla dan KPLP?

Kompas.com - 17/07/2023, 14:36 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

UNDANG-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan akan direvisi, suatu langkah yang sebetulnya biasa-biasa saja. Baik yang dilakukan oleh pemerintah sebagai eksekutif maupun oleh cabang legislatif (DPR RI atau DPD RI) inisiasinya.

Kendati hal yang wajar, revisi UU tersebut diusulkan oleh DPD RI – tetap memantik kontroversi di kalangan komunitas kemaritiman dalam negeri.

Tulisan ini mencoba mengurai akar permasalahan yang menjadi pemicu kontroversi yang ada.

Kontroversi revisi UU 32/2014 mencuat karena ada pasal di dalamnya yang “mentorpedo” alias membubarkan keberadaan institusi yang berada di luar cakupan UU Kelautan itu.

Tentu saja lembaga yang akan dibubarkan itu beraksi cukup keras. Sehingga, muncullah kontroversi dengan sendirinya.

Respons instansi tersebut, dalam hal ini Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan sangat wajar mengingat peraturan tersebut berada dalam domain Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Sikap Kemenhub di atas berangkat dari aturan yang ada terkait pembentukan peraturan perundang-undangan (UU No. 12 Tahun 2011).

Menurut aturan ini, khususnya pasal 7 ayat 1, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Sementara ayat 2 mengatur kekuatan hukum peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sehingga pada prinsipnya sesama UU tidak bisa saling meniadakan.

Ihwal niatan pembubaran KPLP dan meleburnya ke dalam Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI bukan kali pertama.

Sebelumnya, sekitar 2020, dalam pernyataannya yang dikutip oleh media, Kepala Bakamla RI, Aan Kurnia menyampaikan rencana instansinya untuk melebur KPLP dan Polisi Air ke dalam Bakamla.

Namun rencana ini tidak bergerak sama sekali, malah mendapat perlawanan dari kedua lembaga.

Sekarang ide itu kembali digulirkan dengan lebih saksama penggarapannya – naskah revisi telah jadi dan sudah diserahkan oleh DPD RI kepada DPR RI untuk dibahas. Hanya saja Polisi Air tidak disentuh sama sekali keberadaannya.

Dari naskah revisi UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan yang sudah beredar secara terbatas, diketahui ada beberapa pasal yang akan diubah/revisi, yaitu pasal 59, pasal 60, pasal 61, pasal 62, pasal 63, pasal 64, pasal 71, dan pasal 72.

Revisi ini berupa penghapusan atau penambahan pasal/ayat. Termasuk perubahan aspek redaksional pasal dan ayat.

Pasal-pasal ini hampir seluruhnya terkait dengan eksistensi Bakamla, atau berkenaan dengan topik keamanan maritime (maritime security).

Dengan revisi ini, parlemen ingin memperkuat lembaga dimaksud dalam bidang tersebut dan pada saat bersamaan menjadikannya sebagai penjaga laut atau coast guard Indonesia.

Masalahnya, menjadikan Bakamla sebagai coast guard bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Demikian pendapat para ahli hukum (maritim/pelayaran).

Salah satunya Soleman B. Pontoh. Menurut dia, dalam aturan tersebut, eksistensi coast guard dapat ditemui pada paragraf 14.

Lengkapnya: “Selain hal tersebut di atas, yang juga diatur secara tegas dan jelas dalam undang-undang ini adalah pembentukan institusi di bidang penjagaan laut dan pantai (sea and coast guard) yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada presiden dan secara teknis operasional dilaksanakan oleh menteri. penjaga laut dan pantai memiliki fungsi komando dalam penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran, dan fungsi koordinasi di bidang penegakan hukum di luar keselamatan pelayaran. Penjagaan laut dan pantai tersebut merupakan pemberdayaan badan koordinasi keamanan laut dan perkuatan kesatuan penjagaan laut dan pantai. Diharapkan dengan pengaturan ini penegakan aturan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dapat dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi dengan baik sehingga tidak terjadi tumpang tindih kewenangan penegakan hukum di laut yang dapat mengurangi citra Indonesia dalam pergaulan antarbangsa.”

Artinya, bila hendak membentuk coast guard, maka harus menggunakan UU 17/2008 tentang Pelayaran. Dan, tata cara pembentukannya pun sudah diatur dengan jelas (pasal 281).

Sekali lagi, revisi UU 32 Tahun 2014 tentang Kelautan sah-sah saja. Namun, patut dicatat langkah itu dapat mengakibatkan hal-hal berikut ini.

Revisi akan sia-sia belaka karena tidak dapat mengubah apapun. Ia tidak berpengaruh kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan karena itu instansi ini dapat mengabaikan apapun keputusan dari revisi yang dilakukan.

Pelaksana UU 32/2014 adalah Menteri Kelautan dan Perikanan sehingga dia tidak mungkin mengatur keselamatan dan keamanan pelayaran serta keselamatan dan keamanan di laut.

Selanjutnya, revisi dapat menimbulkan situasi ketidakpastian hukum di laut sehingga biaya asuransi angkutan laut akan jadi tinggi.

Perusahaan pelayaran akan menjadi korban penegakan hukum yang tidak sah di mana nakhoda akan selalu jadi tahanan.

Revisi UU 32/2014 melanggar asas-asas hukum sehingga mudah di-judicial review di Mahkamah Konstitusi.

Terkait dengan situasi di Laut China Selatan, revisi UU Kelautan No 32/2014 tidak akan banyak menimbulkan dampak.

Sekali lagi, keberadaan Bakamla dan kewenangannya tidak akan banyak berubah. Last but not least, harga barang akan menjadi mahal.

Singkat cerita, ada dua kubu di tengah masyarakat menyikapi isu pendirian coast guard Indonesia: kubu pro peleburan instansi-instansi yang sudah ada ke dalam Bakamla dan yang kontra terhadap gagasan itu.

Kendati demikian, satu hal patut digarisbawahi: Indonesia membutuhkan lembaga itu sesegera mungkin.

Bila revisi UU No. 32/2014 tidak akan banyak menyelesaikan masalah dalam kehidupan kemaritiman nasional, maka sudah seharusnya Menhub Budi Karya Sumadi turun tangan.

Diharapakan yang bersangkutan segera mengajukan rencana peraturan pemerintah (RPP) pendirian coast guard sebagaimana diamanatkan oleh UU Pelayaran 2008.

Langkah itu pasti akan direspons sengit oleh Bakamla. Tidak jadi masalah. Posisi instansi yang dia pimpin sama kuatnya, bahkan sesungguhnya lebih kuat dibanding Bakamla.

Kini yang dibutuhkan adalah keberaniannya melawan plot yang sedang disiapkan untuk "mentorpedo" keutuhan Kemenhub. Pertanyaannya, beranikah?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bela Nurul Ghufron, Alex Marwata Yakin Tak Ada Pelanggaran Etik

Bela Nurul Ghufron, Alex Marwata Yakin Tak Ada Pelanggaran Etik

Nasional
Interupsi PKS di Rapat Paripurna: Makan Siang-Susu Gratis Harus Untungkan Petani, Bukan Penguasa

Interupsi PKS di Rapat Paripurna: Makan Siang-Susu Gratis Harus Untungkan Petani, Bukan Penguasa

Nasional
Jokowi Puji RS Konawe yang Dibangun Pakai Uang Pinjaman

Jokowi Puji RS Konawe yang Dibangun Pakai Uang Pinjaman

Nasional
Sikap Politik PKS di Dalam atau Luar Pemerintah Ditentukan Majelis Syuro Bulan Depan

Sikap Politik PKS di Dalam atau Luar Pemerintah Ditentukan Majelis Syuro Bulan Depan

Nasional
Penembak Danramil Aradide Diketahui Sudah Bergabung ke OPM Kelompok Osea Satu Boma Setahun

Penembak Danramil Aradide Diketahui Sudah Bergabung ke OPM Kelompok Osea Satu Boma Setahun

Nasional
Disebut Bakal Jadi Dewan Pertimbangan Agung, Jokowi: Saya Masih Jadi Presiden Sampai 6 Bulan Lagi Lho

Disebut Bakal Jadi Dewan Pertimbangan Agung, Jokowi: Saya Masih Jadi Presiden Sampai 6 Bulan Lagi Lho

Nasional
Menkes Sebut Tak Ada Penghapusan Kelas BPJS, Hanya Standarnya Disederhanakan

Menkes Sebut Tak Ada Penghapusan Kelas BPJS, Hanya Standarnya Disederhanakan

Nasional
Baleg Rapat Pleno Revisi UU Kementerian Negara Siang Ini, Mardani: Kaget, Dapat Undangan Kemarin

Baleg Rapat Pleno Revisi UU Kementerian Negara Siang Ini, Mardani: Kaget, Dapat Undangan Kemarin

Nasional
Jokowi Bakal Gelar Rapat Evaluasi Bea Cukai

Jokowi Bakal Gelar Rapat Evaluasi Bea Cukai

Nasional
Kerajaan Arab Saudi Sampaikan Belasungkawa untuk Korban Banjir Bandang di Sumbar

Kerajaan Arab Saudi Sampaikan Belasungkawa untuk Korban Banjir Bandang di Sumbar

Nasional
Mendefinisikan Ulang Mudik untuk Manajemen di 2025

Mendefinisikan Ulang Mudik untuk Manajemen di 2025

Nasional
Saat Anwar Usman Kembali Dilaporkan ke MKMK, Persoalan Etik yang Berulang...

Saat Anwar Usman Kembali Dilaporkan ke MKMK, Persoalan Etik yang Berulang...

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro di Sultra, Telan Biaya Rp 1,57 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Ameroro di Sultra, Telan Biaya Rp 1,57 Triliun

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Indonesia Boleh Berziarah ke Makam Rasulullah

Kemenag: Jemaah Haji Indonesia Boleh Berziarah ke Makam Rasulullah

Nasional
Ingatkan soal Krisis Air, Jokowi: Jangan Biarkan Air Terus Mengalir ke Laut dan Tidak Dimanfaatkan

Ingatkan soal Krisis Air, Jokowi: Jangan Biarkan Air Terus Mengalir ke Laut dan Tidak Dimanfaatkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com