Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Mandatory Spending" Dihapus, Kemenkes: Kalau Dulu, Enggak Jelas Berapa Duit Kita Habiskan

Kompas.com - 15/07/2023, 16:37 WIB
Fika Nurul Ulya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan, penganggaran di bidang kesehatan akan mengikuti program yang direncanakan (money follow program) pasca Undang-undang (UU) Kesehatan disahkan.

Diketahui dalam UU tersebut, pemerintah dan DPR RI sepakat menghapus anggaran wajib minimal (mendatory spending) di bidang kesehatan sebesar 5 persen dari APBN dan 10 persen dari APBD di luar gaji.

Syahril menilai, mekanisme penganggaran ini akan lebih efektif untuk mempercepat program prioritas di bidang kesehatan. Sedangkan jika dipatok sekian persen, anggaran akan terbuang percuma tanpa mengintensifkan program.

"Jadi kesimpulannya adalah money follow program. Jangan dibalik, kalau dulu program follow money, berapa duit kita habiskan, enggak jelas. Sekarang saatnya kita melakukan perbaikan demi untuk kemaslahatan ke depan," kata Syahril dalam konferensi pers secara daring, Sabtu (15/7/2023).

Baca juga: Mandatory Spending dan Masa Depan Kualitas Kesehatan Masyarakat

Syahril menyampaikan, melalui mekanisme itu, anggaran di bidang kesehatan akan berbasis pada kinerja.

Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat untuk segera melakukan perbaikan, termasuk di bidang anggaran.

"Insya allah dengan UU ini memberikan keyakinan kita bahwa termasuk tadi, penganggaran tidak perlu harus spending mandatory, tapi dengan berbasis kinerja program transformasi layanan," ucapnya.

Di kesempatan yang sama, Pakar dan Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono menyebut, dihapusnya anggaran wajib dalam UU Kesehatan tidak perlu diributkan.

Pandu menilai, tidak adanya anggaran wajib bukan serta merta bidang kesehatan dipinggirkan. Sebab dalam praktiknya, alokasi anggaran kesehatan yang banyak pun tidak menjamin hasil keluarannya (outcome) akan baik.

Baca juga: Demokrat Tolak UU Kesehatan, Singgung Penghapusan Mandatory Spending di Pemerintahan SBY

"Tentang mandatory spending, itu enggak usah dipikirkan. Kenapa? Karena masalahnya adalah sekarang masalahnya bukan duit, masalahnya penyerapan anggaran pun banyak yang enggak benar. Anggaran besar ternyata juga tidak benar," tutur Pandu.

"Ini menurut saya masalahnya bukan di besarnya anggaran, tapi bagaimana anggaran itu sesuai kebutuhan yang memang direncanakan dan harus diimplementasikan, supaya hasil yang dibelanjakan sesuai," imbuh Pandu.

Sebagai informasi, hilangnya mandatory spending dalam beleid terbaru tentang kesehatan disoroti oleh banyak pihak.

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) salah satunya, menyebut bahwa penghapusan mandatory spending sektor kesehatan sebesar 10 persen dari APBN dan APBD menjadi ketentuan yang bermasalah.

Baca juga: Pembelaan Menkes Soal UU Kesehatan, dari Pasal Mandatory Spending sampai Jalan Mulus Nakes Asing

Padahal, masih ada 58 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia yang proporsi anggaran kesehatannya di bawah 10 persen pada 2021, dengan distribusi alokasi yang timpang.

Founder dan CEO CISDI, Diah Satyani Saminarsih menyampaikan, realita di lapangan memprihatinkan.

Prioritas pembangunan kesehatan nasional sulit terlaksana di daerah karena dalih keterbatasan anggaran.

"Sektor kesehatan juga kerap tidak menjadi prioritas dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. Hilangnya mandatory spending anggaran kesehatan membuat tidak ada jaminan atau komitmen perbaikan untuk menguatkan sistem kesehatan di tingkat pusat maupun daerah,” jelas Diah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 17 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Putusan MK Diketok 2011, Kenapa DPR Baru Revisi UU Kementerian Negara Sekarang?

Nasional
Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Indikator Politik: 90,4 Persen Pemudik Puas dengan Penyelenggaraan Mudik Lebaran Tahun Ini

Nasional
Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Di Sidang Tol MBZ, Pejabat Waskita Mengaku Bikin Proyek Fiktif untuk Penuhi Permintaan BPK Rp 10 Miliar

Nasional
Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Tiba-tiba Hampiri Jokowi, ASN di Konawe Adukan Soal Gaji yang Ditahan Selama 6 Tahun

Nasional
TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

Nasional
ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

ASN yang Tiba-Tiba Hampiri Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

Nasional
Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Nasional
Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Nasional
Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Nasional
Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Nasional
Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com