JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Keamanan Laut (Bakamla) menangkap satu kapal super tanker berbendera Iran, MT Arman 114, pada Jumat (7/7/2023).
Tanker ini ditangkap setelah melakukan aktivitas ilegal di Laut Natura Utara, yang masuk wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
Aktivitas ilegal itu berupa transhipment atau pemindahan muatan dari satu kapal ke kapal lain dengan kapal berbendera Kamerun, MT STinos yang kabur membuang limbah, dan melakukan pengelabuan Automatic Identification System (AIS).
Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia mengatakan, kapal patroli Bakamla, KN Pulau Marore-322 langsung mengejar usai mendapati adanya aktivitas ilegal tersebut.
Sebelum ditangkap, Kapal MT Arman sempat kabur ke wilayah ZEE Malaysia. Sementara kapal MT STinos kabur arah barat laut.
Penangkapan tanker ini mengingatkan aksi intelijen Iran, Ghassem Saberi Gilchalan (49) yang ditangkap di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten pada Mei 2021.
Kedatangan Gilchalan di Indonesia untuk menjalankan misi pembebasan tanker Iran, MT Horse yang diamankan Bakamla karena mentransfer BBM ilegal di perairan Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (24/1/2021).
Lantas seperti apa kisah operasi intelijen yang dijalankan Gilchalan, berikut ulasannya:
Gilchalan ditangkap petugas di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta pada Mei 2021. Gilchalan dilaporkan baru tiba di Jakarta menggunakan maskapai Qatar Airways.
Saat petugas memeriksa kelengkapan dokumen Gilchalan, petugas menemukan dua paspor berbeda di tas ranselnya.
Baca juga: Dibantu Malaysia, Bakamla Tangkap Kapal Super Tanker Berbendera Iran
Saat itu, Gilchalan memegang paspor Bulgaria bernomor 382509836. Dua paspor lainnya adalah paspor Bulgaria yang sudah kadaluarsa dan paspor Iran yang masih berlaku hingga 2023. Semua paspor tersebut menggunakan nama Ghassem Saberi Gilchalan.
Tak hanya itu, petugas juga mendapati sejumlah dokumen mencurigakan, seperti dokumen berbahasa persia, beberapa kartu bertuliskan anggota Persatuan Bekas Polis Malaysia, dan Skuad 69 PDRM.
Petugas juga meneukan 11 telepon seluler, satu tablet, satu pemutar musik, dua modem, dan beberapa kartu SIM lokal, ataupun luar negeri.
Saat itu, Gilchalan beralasan memiliki banyak ponsel karena ia harus menyimpan nomor HP dari berbagai negara.
"Saya punya teman di beberapa negara, saya harus menyimpan nomor-nomornya," kata Kasat Reskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta kala itu, Ajun Komisaris Rezha Rahandhi, September lalu, menirukan jawaban Gilchalan saat diinterogasi.
Adapun kehadiran Gilchalan di Indonesia untuk menggelar operasi intelijen pembebasan tanker Iran, MT Horse yang ditangkap Bakamla pada 24 Januari 2021.
Dilansir dari Kompas.id, kedatangan Gilchalan ke Indonesia, 18 Mei 2021, bersamaan dengan persidangan tanker MT Horse.
Kapal itu disita Badan Keamanan Laut di perairan Kalimantan pada Januari 2021 karena melanggar alur pelayaran. MT Horse mengangkut 1,8 juta barel minyak mentah, yang nilainya dapat mencapai Rp 25 miliar.
Ia mengeklaim operasinya di Indonesia berhasil. Hal itu disampaikannya dalam pengakuan tertulis berbahasa Persia yang ia buat untuk penegak hukum ataupun saat ditemui Kompas di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda Kelas IIA Tangerang, Banten, November 2021.
"Saya datang ke Indonesia untuk membantu tanker Iran, MT Horse, yang diadili di Batam. Pemerintah Iran mengirim saya untuk membantu membebaskan kapal itu dan mengembalikannya ke Iran," ujarnya, dikutip dari Kompas.id.
Sebelum ke Indonesia, dalam pengakuan tertulisnya, Gilchalan mengatakan, ia menghubungi kenalannya di Bali dan di Batam untuk mencari tahu kondisi MT Horse.
Dari kenalan di Batam, didapat informasi MT Horse terlibat masalah hukum, nakhodanya dipenjara dan menunggu proses persidangan di PN Batam.
Baca juga: Akal-akalan Tanker Iran, Bakamla: Sinyal di Laut Merah tapi Posisi di Natuna Utara
Setelah menyampaikan informasi itu kepada Sayed Alireza Mir Jafari yang merekrutnya, Gilchalan diperintahkan segera ke Indonesia.
Gilchalan lalu mengurus izin tinggal di Indonesia dengan menghubungi agen pembuat visa di Bali. Namun, sebelum berangkat, ia bertemu Sayed dan rekannya, Mehdi, di Teheran.
Sayed mengatakan, tanker MT Horse harus dibebaskan karena amat penting. Gilchalan dibekali 10.000 dollar AS atau setara Rp 140 juta.
Namun, setibanya di Indonesia, Sayed memintanya mengubah tujuan dari Batam ke Bali karena tanker akan segera bebas.
"Kamu harus pergi ke Bali untuk membangun perusahaan, lalu kembali ke Iran,” tulis Gilchalan.
Karena pandemi Covid-19, banyak tempat tutup di Bali. Gilchalan lalu melaporkan hal itu ke Sayed dan meminta pulang lebih awal ke Iran. Permintaan itu disetujui Sayed.
Dia meminta, setelah dari Iran, Gilchalan melanjutkan misi pencarian warga Iran di Malaysia, yakni Hamed Nasrallah.
Orang yang disebut berbahaya bagi negara itu sudah pernah diintai Gilchalan di Malaysia.
Dalam surat pengakuan ataupun saat bertemu Kompas, Gilchalan tak menyebutkan caranya membebaskan tanker MT Horse.
Namun, hasil ekstraksi 11 ponselnya oleh penegak hukum menemukan sejumlah jejak yang diduga terkait kasus MT Horse.
Di ponselnya, misalnya, ada foto MT Horse serta foto tiga pejabat pertahanan dan militer Indonesia.
Ada pula beberapa percakapan Whatsapp dengan seseorang di Batam terkait upaya pembebasan tanker. Salah satu pesan orang itu ke Gilchalan dalam bahasa Inggris ialah:
"Brother, sejak awal kami bekerja underground untukmu sebagai pemilik kapal, bukan untuk kedutaan. Kalau butuh dokumen, kami butuh pengacara, tidak perlu cap, cuma tanda tangan kamu saja di kertas. Kami akan melakukan yang terbaik untukmu."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.