JAKARTA, KOMPAS.com - Proses perundingan buat membebaskan pilot maskapai Susi Air, Philips Mark Methertens, yang sudah hampir 5 bulan disandera oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua terus berjalan.
Pemerintah menyatakan bersedia memenuhi tuntutan para penyandera buat memberikan tebusan supaya Philips segera dibebaskan oleh KKB yang dipimpin Egianus Kogoya.
Akan tetapi, tenggat waktu yang diberikan oleh KKB pada Sabtu (1/7/2023) lalu terlewati.
Menurut Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, proses negosiasi pembebasan Philips dipercayakan kepada Penjabat (Pj) Bupati Nduga, Edison Gwijangge.
Baca juga: OPM Egianus Kogoya Minta Komnas HAM Jadi Negosiator Pembebasan Pilot Susi Air
Yudo mengatakan, kendala yang dihadapi saat ini adalah buat menyiapkan pesawat dan pilot yang mau terbang ke lokasi yang ditentukan buat menjemput Philips.
"Untuk pilot, kita sudah percayakan kepada Pj Bupati Nduga untuk melaksanakan negosiasi, dan saat ini Pak Bupati dimonitor sedang berada di Wamena untuk menyiapkan pesawat," kata Yudo di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (4/7/2023).
Yudo menyebutkan bahwa mendapatkan pesawat bukanlah hal mudah karena mereka takut untuk mendekati lokasi yang sudah disepakati oleh pihak pemerintah dan kelompok kriminal bersenjata (KKB) yang menyandera Philips yang berkebangsaan Selandia Baru.
"Kita masih menunggu, ya kita percayakan Bupati Nduga untuk melaksanakan negosiasi," ujar dia.
Baca juga: Panglima Tak Persoalkan Tebusan Rp 5 Miliar untuk Bebaskan Pilot Susi Air: Untuk Kemanusiaan
Menurut Yudo, yang menjadi prioritas dalam proses pembebasan sandera adalah keselamatan Philips dan warga sekitar.
Maka dari itu proses negosiasi yang damai tetap dikedepankan. Lebih lanjut, mantan KSAL ini tak masalah bila KKB mengajukan syarat uang tebusan sebesar Rp 5 miliar untuk membebaskan Methrtens.
Menurut Yudo, uang sebesar itu tak masalah digelontorkan demi menyelamatkan nyawa manusia. "Yang jelas itu tadi untuk damai dan kemanusiaan, apalagi menyangkut nyawa manusia, baik pilot maupun masyarakat setempat, artinya tidak ada apapun yang seharga itu" kata Yudo.
Kondisi Philips saat ini pun dilaporkan sehat. Aparat keamanan juga melibatkan tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta keluarga Egianus buat membujuk supaya keselamatan Philips tetap dijaga.
Baca juga: Panglima TNI Serahkan Proses Negosiasi Pembebasan Pilot Susi Air ke Pj Bupati Nduga
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) faksi Egianus Kogoya juga meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjadi juru runding dalam negosiasi pembebasan Philips.
"Komnas HAM Perwakilan Papua telah diminta oleh kelompok TPNPB melalui juru bicaranya," kata Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey dalam acara webinar, Selasa (4/7/2023).
"Jadi penyanderaannya pada 7 Februari, lalu Komnas HAM Papua diminta pada 6 April untuk melakukan pemantauan tim semacam negosiator," sambung dia.
Baca juga: Ancaman KKB Tembak Pilot Susi Air dan Upaya Negosiasi yang Jalan Terus
Frits mengatakan, kepercayaan kepada Komnas HAM Papua untuk menjadi negosiator berhasil mengurangi dampak ancaman yang dilakukan oleh TPNPB OPM.
Batas waktu yang diberikan untuk penyanderaan pun, kata Frits, diperpanjang dan ancaman penembakan pilot Susi Air pada 1 Juli juga dibatalkan.
"Dan itu jadi perhatian kami, dan ada keberhasilan di situ karena ancaman penembakan tidak terjadi pada tanggal 1 Juli, itu berkat negosiasi, berkat pemantauan, berkat bagaimana Komnas HAM memberikan pandangan-pandangan terkait hak asasi manusia," kata dia.
Juru Bicara TPNPB Sebby Sambom menyatakan mereka akan terus menjaga keselamatan Philips. Sebab menurut dia, Philips dianggap sebagai teman dan bukan musuh.
Menurut dia, hal itu adalah bentuk keseriusan mereka buat melakukan perundingan dengan pemerintah Indonesia dan Selandia Baru.
Menanggapi sikap TPNPB dan KKB, lembaga pemantau hak asasi manusia Amnesty Internasional Indonesia menilai pernyataan Sebby sebagai perkembangan positif dalam upaya pembebasan pilot.
“Itu perkembangan positif yang bisa dikembangkan lagi oleh pemerintah untuk menjajaki pertemuan awal untuk menuju penyelesaian damai,” ungkap Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam pernyataannya pada Rabu (5/7/2023).
Baca juga: Pilot Susi Air yang Disandera KKB dalam Kondisi Sehat, Negosiasi Terus Dilakukan
Menurut Usman, pemerintah perlu membuka diri untuk melakukan dialog inklusif, tidak hanya dengan pihak asal Papua yang pro-pemerintah, tetapi juga pihak yang menyuarakan aspirasi kemerdekaan Papua.
“Kalau hanya dengan (pihak) pro-pemerintah, apa yang perlu didialogkan? Karena tidak ada konflik. Resolusi itu diperlukan untuk mengakhiri sebuah konflik,” ujar Usman.
(Penulis : Singgih Wiryono, Ardito Ramadhan | Editor : Sabrina Asril, Bagus Santosa)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.