Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agnes Setyowati
Akademisi

Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Pakuan, Bogor, Jawa Barat. Meraih gelar doktor Ilmu Susastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Aktif sebagai tim redaksi Jurnal Wahana FISIB Universitas Pakuan, Ketua Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) Komisariat  Bogor, dan anggota Manassa (Masyarakat Pernaskahan Nusantara). Meminati penelitian di bidang representasi identitas dan kajian budaya.

Perhelatan Politik Siap Dimulai, Waspada Serangan Hoax di Era Post-Truth

Kompas.com - 25/06/2023, 10:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada level terparahnya, hoax juga mampu mempolarisasi masyarakat hanya karena perbedaan keyakinan dan ideologi masing-masing.

Artinya hoax bisa membuat mereka menolak bentuk penalaran berbeda, meski masuk akal atau objektif.

Meluasnya fenomena hoax tidak bisa dilepaskan dari bagaimana masyarakat dengan mudah mengakses opini publik serta berkembangnya media alternatif seperti Whatsapp, Facebook, Twitter, dan Youtube.

Platfom digital ini memungkinkan mudahnya berita palsu menyebar dan menimbulkan banalisasi kebohongan serta relativitas kebenaran, sehingga kredibilitas media arus utama bisa kalah dengan opini, keyakinan dan hasrat pribadi.

Mengapa kebohongan bisa sebegitu memikatnya? Menurut Arendt (1979), penebar kebohongan lihai dalam mengikuti logika dan harapan yang dibohongi untuk memuaskan keyakinan audiensnya.

Pembahasan tentang hoax juga berkaitan erat dengan era post-truth (pascakebenaran). Menurut J.A. Llorente (2017:9), era post-truth berarti kondisi iklim sosial politik yang membiarkan emosi atau hasrat memihak ke suatu keyakinan dan mengalahkan rasionalitas atau objektivitas meski fakta sebenarnya menunjukkan hal yang bertentangan.

Menurut Haryatmoko, era post-truth yang diikuti oleh suburnya hoax akan mudah diterima masyarakat karena suburnya narasi politisi demagogi (pemimpin rakyat yang mahir menghasut masyarakat untuk memperoleh kekuasaan); banyak individu atau kelompok merasa ‘nyaman’ dengan informasi yang telah dipilih; hingga peran media massa yang lebih menekankan sensasi karena tujuan profit semata.

Apa yang menyebabkan post-truth digemari? Setidaknya ada enam alasan. Pertama, karena perkembangan teknologi informasi yang memudahkan akses masyarakat ke konten informasi.

Kedua, masyarakat dimungkinkan untuk memproduksi dan menyebarkan informasi melalui media sosial.

Ketiga, kebebasan pers dan jurnalisme warga yang memungkinkan pengguliran diskursus tandingan terhadap media arus utama akibat kekecewaan politik.

Keempat, masyarakat rentan mengonsumsi informasi keliru karena berkembangnya sekat-sekat komunitas yang memiliki keyakinan dan ideologi sejalan.

Kelima, berkembangnya anggapan bahwa viralitas lebih penting daripada kualitas informasi dan etika.

Keenam, kebenaran tidak lagi dikritisi karena berseberangan dengan harapan mereka. Bahkan, istilah ‘kebohongan’ dalam permainan semantik ‘disulap’ menjadi ‘kebenaran’ alternatif.

Bahayanya, dampak buruk yang paling ekstrem dari era post-truth ini adalah kemampuannya dalam mereduksi ruang publik menjadi ruang privat serta mengancam pluraritas yang sejatinya merupakan realita bangsa ini.

Menghadapi gempuran Hoax di era Post-Truth

Melihat teknik penyebaran hoax di era post-truth yang memanfaatkan emosi daripada rasionalitas dan objektivitas data, maka kita harus mempersenjatai diri untuk menghadapi derasnya serangan hoax yang bisa merugikan individu, kelompok hingga negara.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Nasional
Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Nasional
Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Nasional
Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Nasional
Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Nasional
Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Nasional
Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Nasional
Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Nasional
MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Nasional
Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Nasional
Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Nasional
Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Nasional
Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Nasional
Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com