JAKARTA, KOMPAS.com - Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, tengah mendapat sorotan tajam imbas sejumlah kontroversinya.
Beberapa waktu lalu, massa yang tergabung dalam Forum Indramayu Menggugat (FIM) menuntut agar dugaan aliran sesat di Ponpes Al-Zaytun diusut tuntas.
Tak hanya itu, massa juga mendesak pengusutan dugaan tindak pidana pemerkosaan oleh pimpinan Ponpes Al-Zaytun, Syekh Panji Gumilang.
Sebetulnya, sorotan negatif terhadap Ponpes Al-Zaytun ini bukan kali pertama terjadi.
Jauh ke belakang, tepatnya ketika berlangsungnya Pemilu 2004, Ponpes Al-Zaytun pernah membuat geger masyarakat yang turut menyeret TNI.
Dalam pesta demokrasi 2004 silam, TNI dituding tidak bisa menjaga netralitasnya karena turut memobilisasi ribuan orang menggunakan 21 bus Mabes TNI untuk mencoblos di Ponpes Al-Zaytun.
Dikutip dari Harian Kompas edisi 8 Juli 2004, kasus ini bermula ketika seorang warga Jakarta Selatan bernama Emut Muhtar menghubungi seorang pegawai negeri sipil bernama Isna, sopir Satuan Angkutan Denma Mabes TNI.
Baca juga: Polemik Ponpes Al Zaytun, Tim Investigasi Panggil Panji Gumilang Pekan Ini
Emut bermaksud menyewa bus dengan harga Rp 940.000 per unit untuk keperluan pengajian di Ponpes Al-Zaytun. Isna lalu menghubungi sopir lain yang menyimpan kendaraan di rumahnya masing-masing.
Pada 4 Juli 2004, 21 bus di bawah koordinasi Isna berangkat dari tiga titik penjemputan, yaitu Lebak Bulus, Pondok Pinang, dan Kalibata, menuju Ponpes Al-Zaytun.
Begitu sampai, bus kembali ke rumah sopir masing-masing. Tanggal 5 Juli, seusai pencoblosan, 21 bus kembali menjemput massa yang sebelumnya diantar untuk dibawa ke tempat pemberangkatan.
Kasus mobilisasi massa ini sampai ke telinga Panglima TNI kala itu, Jenderal Endriartono Sutarto.
Baca juga: MUI Minta Aparat Penegak Hukum Proses Dugaan Pidana Pimpinan Al Zaytun Panji Gumilang
Endriartono langsung mencopot Komandan Satuan Angkutan Markas Besar TNI dari jabatannya.
Selain itu, Endriartono juga menahan 21 sopir bus yang sebelumnya mengantar ribuan orang untuk mencoblos di Ponpes Al-Zaytun.
Mereka dianggap telah melanggar instruksi Panglima TNI terkait netralitas pada Pemilu 2004.
"Kendaraan itu bukan saja digunakan untuk mengantar pengajian seperti dikatakan sebelumnya, tetapi ternyata juga untuk mobilisasi massa guna melakukan pencoblosan," Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI saat itu, Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin.
"Ini jelas merupakan pelanggaran atas instruksi Panglima TNI tentang netralitas," sambung dia.
Selain melanggar netralitas, Mabes TNI melihat penyalahgunaan 21 bus antar jemput personel Mabes TNI di luar wilayah, dilatarbelakangi motif komersial dalam kegiatan sosial dengan memanfaatkan hari libur kerja, yaitu hari Minggu dan Senin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.