Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tohadi
Dosen dan Advokat

Dosen FH UNPAM dan Advokat Senior Pada TOGA Law Firm

Partai Politik dan Agenda Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 21/06/2023, 14:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun demikian, ketentuan Pasal 4 ayat (3) PKPU No. 20 Tahun 2018 itu oleh mantan terpidana korupsi (mantan koruptor) diajukan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA).

MA melalui Putusan MA No. 46 P/HUM/2018 tanggal 13 September 2018 lalu telah mengabulkan permohonan uji materiil yang diajukan mantan koruptor bernama Jumanto.

Dalam amar putusannya, MA telah menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (3) PKPU No. 20 Tahun 2018 sepanjang frasa “mantan terpidana korupsi” bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.

Dengan adanya Putusan MA a quo, maka pencegahan yang dilakukan oleh KPU untuk menghalangi masuknya mantan koruptor sebagai bacaleg tidak dapat dipertahankan lagi.

Menjelang perhelatan pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota yang digelar tahun 2020, KPU awalnya juga telah mewacanakan adanya larangan bagi mantan terpidana korupsi (mantan koruptor) untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala Daerah tahun 2020 (Pilkada 2020).

Meskipun pada akhirnya, KPU “tidak berani” memasukkan ketentuan yang melarang mantan koruptor sebagai bakal calon kepala daerah (bacakada) dalam peraturan yang dikeluarkannya.

Yakni PKPU No. 18 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU No. 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang telah ditetapkan pada 2 Desember 2019.

Belakangan, menjelang perhelatan Pemilu 2024, langkah KPU dalam semangat pemberantasan korupsi dinilai banyak pihak sebagai langkah mundur. Karena dianggap permissif dalam pencalegan mantan koruptor.

Dalam Pasal 11 ayat (6) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD, serta Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD dinilai tidak sensitif pemberantasan korupsi.

Karena membolehkan calon mantan koruptor tak perlu melewati masa tunggu 5 tahun sejak bebas untuk bisa menjadi caleg apabila mereka mendapatkan hukuman pencabutan hak politik.

Sejumlah pegiat pemilu dan antikorupsi di antaranya 2 mantan komisioner KPK, yakni mantan Ketua KPK Abraham Samad, mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang turut mengajukan permohonan uji materiil atas PKPU tersebut ke Mahkamah Agung (MA).

Kini bola menggelinding dan kembali kepada partai politik. Akankah partai politik memiliki komitmen untuk mencegah masuknya mantan koruptor dalam kontestasi pejabat publik?

Partai politik memiliki kekuatan penentu dalam hal mendaftarkan atau tidak mendaftarkan bacaleg mantan koruptor dalam pemilu maupun bacakada mantan koruptor dalam pilkada.

Merujuk ketentuan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2022 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang, bahwa partai politik yang memiliki hak untuk mengajukan bakal calon legislatif (bacaleg) dalam pemilu.

Demikian halnya, sesuai ketentuan UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2020, maka partai politik memiliki hak untuk mengajukan bakal calon kepala daerah (bacakada) dalam pilkada.

Partai politik perlu mengingat kembali bahwa pencegahan dan pemberantaan korupsi merupakan amanat dan anak kandung reformasi.

Partai politik haruslah mampu menjalankan fungsi rekrutmen politik dengan baik, yaitu melahirkan anggota legislatif maupun kepala daerah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Salah satu cara mendapatkan anggota legislatif maupun kepala daerah yang bersih dan bebas dari KKN tergantung pada peran partai politik ketika tidak secara gegabah mengajukan bacaleg maupun bacakada mantan koruptor dalam pemilu maupun pilkada. Semoga!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Demokrat Beri Rekomendasi Herman Deru-Cik Ujang untuk Pilkada Sumsel dan Murad-Michael ke Pilkada Maluku

Demokrat Beri Rekomendasi Herman Deru-Cik Ujang untuk Pilkada Sumsel dan Murad-Michael ke Pilkada Maluku

Nasional
Indonesia Lolos Putaran Tiga Kualifikasi Piala Dunia, Jokowi: Ini Sebuah Sejarah

Indonesia Lolos Putaran Tiga Kualifikasi Piala Dunia, Jokowi: Ini Sebuah Sejarah

Nasional
Tanggal 12 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
PPP Tak Lolos ke Parlemen Buntut 'Gagap' Menghadapi Perubahan Pemilih

PPP Tak Lolos ke Parlemen Buntut "Gagap" Menghadapi Perubahan Pemilih

Nasional
Gus Halim Ingin Realisasikan Bank Desa Terbentuk di Setiap Desa

Gus Halim Ingin Realisasikan Bank Desa Terbentuk di Setiap Desa

Nasional
Pertama Kali, Jemaah Haji Indonesia Dapat Paket Konsumsi Lengkap Selama Armuzna

Pertama Kali, Jemaah Haji Indonesia Dapat Paket Konsumsi Lengkap Selama Armuzna

Nasional
Saat Wakapolri Berlari Kecil Dicecar Wartawan soal DPO Vina Cirebon dan Kasus Polwan Bakar Suami

Saat Wakapolri Berlari Kecil Dicecar Wartawan soal DPO Vina Cirebon dan Kasus Polwan Bakar Suami

Nasional
LPSK: Keterangan Saksi Kasus Vina Inkonsisten dan Tak Bersesuaian

LPSK: Keterangan Saksi Kasus Vina Inkonsisten dan Tak Bersesuaian

Nasional
Kejagung Periksa Eks Dirut Antam Terkait Korupsi Pengelolaan Emas 109 Ton

Kejagung Periksa Eks Dirut Antam Terkait Korupsi Pengelolaan Emas 109 Ton

Nasional
Duga LHKPN Banyak yang Tidak Benar, KPK: Karena Enggak Ada Sanksi

Duga LHKPN Banyak yang Tidak Benar, KPK: Karena Enggak Ada Sanksi

Nasional
'Tak Ada Cara Lain yang Bisa Antarkan PPP Lolos ke Parlemen'

"Tak Ada Cara Lain yang Bisa Antarkan PPP Lolos ke Parlemen"

Nasional
Korban Judi 'Online' Terus Berjatuhan, DPR: Tidak Bisa Main-main Lagi

Korban Judi "Online" Terus Berjatuhan, DPR: Tidak Bisa Main-main Lagi

Nasional
Jokowi Saksikan Langsung Laga Indonesia Vs Filipina di GBK

Jokowi Saksikan Langsung Laga Indonesia Vs Filipina di GBK

Nasional
Tak Musuhi Parpol Apa pun, PKS Terbuka Gandeng PDI-P di Pilkada Jakarta

Tak Musuhi Parpol Apa pun, PKS Terbuka Gandeng PDI-P di Pilkada Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com