Namun demikian, ketentuan Pasal 4 ayat (3) PKPU No. 20 Tahun 2018 itu oleh mantan terpidana korupsi (mantan koruptor) diajukan uji materiil ke Mahkamah Agung (MA).
MA melalui Putusan MA No. 46 P/HUM/2018 tanggal 13 September 2018 lalu telah mengabulkan permohonan uji materiil yang diajukan mantan koruptor bernama Jumanto.
Dalam amar putusannya, MA telah menyatakan bahwa Pasal 4 ayat (3) PKPU No. 20 Tahun 2018 sepanjang frasa “mantan terpidana korupsi” bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum.
Dengan adanya Putusan MA a quo, maka pencegahan yang dilakukan oleh KPU untuk menghalangi masuknya mantan koruptor sebagai bacaleg tidak dapat dipertahankan lagi.
Menjelang perhelatan pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota yang digelar tahun 2020, KPU awalnya juga telah mewacanakan adanya larangan bagi mantan terpidana korupsi (mantan koruptor) untuk mencalonkan diri dalam pemilihan kepala Daerah tahun 2020 (Pilkada 2020).
Meskipun pada akhirnya, KPU “tidak berani” memasukkan ketentuan yang melarang mantan koruptor sebagai bakal calon kepala daerah (bacakada) dalam peraturan yang dikeluarkannya.
Yakni PKPU No. 18 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan KPU No. 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, yang telah ditetapkan pada 2 Desember 2019.
Belakangan, menjelang perhelatan Pemilu 2024, langkah KPU dalam semangat pemberantasan korupsi dinilai banyak pihak sebagai langkah mundur. Karena dianggap permissif dalam pencalegan mantan koruptor.
Dalam Pasal 11 ayat (6) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD, serta Pasal 18 ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPD dinilai tidak sensitif pemberantasan korupsi.
Karena membolehkan calon mantan koruptor tak perlu melewati masa tunggu 5 tahun sejak bebas untuk bisa menjadi caleg apabila mereka mendapatkan hukuman pencabutan hak politik.
Sejumlah pegiat pemilu dan antikorupsi di antaranya 2 mantan komisioner KPK, yakni mantan Ketua KPK Abraham Samad, mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang turut mengajukan permohonan uji materiil atas PKPU tersebut ke Mahkamah Agung (MA).
Kini bola menggelinding dan kembali kepada partai politik. Akankah partai politik memiliki komitmen untuk mencegah masuknya mantan koruptor dalam kontestasi pejabat publik?
Partai politik memiliki kekuatan penentu dalam hal mendaftarkan atau tidak mendaftarkan bacaleg mantan koruptor dalam pemilu maupun bacakada mantan koruptor dalam pilkada.
Merujuk ketentuan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2022 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi Undang-Undang, bahwa partai politik yang memiliki hak untuk mengajukan bakal calon legislatif (bacaleg) dalam pemilu.
Demikian halnya, sesuai ketentuan UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2020, maka partai politik memiliki hak untuk mengajukan bakal calon kepala daerah (bacakada) dalam pilkada.
Partai politik perlu mengingat kembali bahwa pencegahan dan pemberantaan korupsi merupakan amanat dan anak kandung reformasi.
Partai politik haruslah mampu menjalankan fungsi rekrutmen politik dengan baik, yaitu melahirkan anggota legislatif maupun kepala daerah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Salah satu cara mendapatkan anggota legislatif maupun kepala daerah yang bersih dan bebas dari KKN tergantung pada peran partai politik ketika tidak secara gegabah mengajukan bacaleg maupun bacakada mantan koruptor dalam pemilu maupun pilkada. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.