Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kader Demokrat Se-Indonesia Disebut Bakal ke Jakarta Buntut PK Moeldoko, Hinca: Ini Kasus Pembegalan

Kompas.com - 13/06/2023, 19:58 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Kehormatan DPP Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengungkapkan, kader Demokrat di seluruh Indonesia akan turun ke jalan terkait langkah kubu Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang melakukan peninjauan kembali (PK) untuk mengambil alih Partai Demokrat.

Hinca menyebutkan, Demokrat memiliki kader yang militan sehingga hatinya tergerak untuk membela partainya.

Pada waktu yang tepat, para kader Demokrat se-Indonesia ini akan turun ke Jakarta.

"Mengerucut untuk suatu waktu yang tepat, akan datang ke Jakarta dalam jumlah yang besar," ujar Hinca saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (13/6/2023).

Baca juga: Jika PK Moeldoko Diterima, AHY: Penguasa Abuse of Power untuk Habisi Lawan Politik

Hinca menjelaskan, niatan untuk berkumpul di Jakarta ini merupakan permintaan kader Demokrat di daerah.

Dia menyebut Partai Demokrat pusat harus mengakomodir keinginan para kader di daerah.

Hinca memastikan aliran energi yang para kader Demokrat berikan ketika berkumpul adalah energi demokratis.

"Energi yang mempunyai nilai untuk memberi penguatan kepada lembaga yudikatif kita, mahkamah yang agung ini, tidak tergoda dengan yang didengar banyak orang. Atau tidak tergoda dengan intervensi pihak manapun karena memang Mahkamah Agung menurut UU dan konstitusi kita haruslah mengambil keputusan yang sesuai dengan faktanya, hati nuraninya," tuturnya.

Menurut Hinca, kedatangan kader Demokrat se-Indonesia ini akan memperkuat Mahkamah Agung.

Baca juga: Kapan PK Moeldoko soal Kepengurusan Partai Demokrat Diadili? Ini Penjelasan MA

Dia mengklaim Demokrat memberikan dukungan moral kepada Mahkamah Agung untuk tetap konsisten, serius, dan fokus pada pokok perkara yang diadili.

"Bentuknya bisa jadi aksi damai, bisa jadi suatu tempat berkumpul yang cukup besar untuk sampaikan pikiran-pikirannya," jelas Hinca.

Hinca menegaskan PK yang diajukan kubu Moeldoko untuk mengambil alih Demokrat ini adalah ancaman besar bagi demokrasi.

Dia menyebut kasus PK Moeldoko ini sebagai perampokan dan pembegalan.

"Nah kasus Moeldoko ini adalah kasus... Kami menyebutnya pembegalan, perampokan. Kasus Partai Demokrat ini orang luar, Pak Moeldoko itu sebagai KSP yang mengambil, dan itu negara. Dan kalau ini dibiarkan berbahaya bagi demokrasi," imbuhnya.

Baca juga: Soal PK Moeldoko, SBY Mengaku Ditelepon Mantan Menteri, Ada yang Ingin Demokrat Gagal Pemilu

Sebelumnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kembali menyinggung langkah kubu Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko melakukan peninjauan kembali (PK) untuk mengambil alih Partai Demokrat.

Ia mengatakan jika PK tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA) maka hal itu menunjukan bahwa rezim penguasa menggunakan instrumen hukum untuk menghambat langkah politik kelompok yang dianggap berseberangan.

“Ketika ada penguasa atau mereka yang berkuasa saat ini menggunakan hukum sebagai instrumen politik baik dalam konteks obstruction of justice, melindungi mereka yang dianggap satu bagian dengan mereka, dengan penguasa atau abuse of power menggunakan kekuasaan sebenarnya untuk menghabisi lawan politik dengan cara apapun,” ujar AHY di kantor DPP Partai Demokrat, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta, Rabu (7/6/2023).

“Termasuk melalui PK KSP Moeldoko ini, maka sama saja sesungguhnya penguasa politik telah menggunakan instrumen hukum untuk menghabisi lawan-lawannya. Ini tidak sehat, ini berbahaya, dan ini akan mengusik rasa ketidakadilan kita semuanya,” papar dia.

Baca juga: Minta MA Tolak PK Moeldoko, Demokrat NTT: Di Luar Ketum AHY Kami Akan Lawan

AHY menuturkan, jika langkah KSP Moeldoko akhirnya berhasil, maka hal itu tak hanya menciderai Demokrat tetapi juga demokrasi Tanah Air.

Ia mengatakan, jika kepengurusan Partai Demokrat yang sah bisa diambil alih oleh pihak luar, maka hal itu juga bisa terjadi untuk partai politik (parpol) lainnya.

AHY pun mempertanyakan sikap KSP Moeldoko yang terus berupaya untuk mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat.

“Apakah karena Demokrat sebagai oposisi? Apa karena Demokrat saat ini sedang serius membangun koalisi perubahan? Ingat, di negeri kita panglimanya adalah hukum, bukan politik,” tutur dia.

Terakhir, AHY meminta para hakim agung untuk bersikap adil dalam memutus PK yang diajukan oleh KSP moeldoko.

Ia tak ingin, ada lagi putusan hukum yang menciderai logika masyarakat, seperti putusan penundaan pemilu yang diambil oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.

“Harapan kami, bahwa proses PK KSP Moeldoko ini bisa kembali diletakkan pada hukum yang berlaku akal sehat, kebenaran, dan keadilan,” imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com