KITA bersyukur, Hari Lahir Pancasila kembali diperingati sejak reformasi 1998. Bahkan, sejak Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016, Harlah Pancasila tidak hanya diperingati, tetapi juga menjadi Hari Libur Nasional.
Namun, Harlah Pancasila seharusnya tidak berhenti sebagai seremoni. Tidak berhenti sebagai teks dan lisan yang diucapkan dalam upacara dan kegiatan resmi pejabat Negara. Tak sekadar sebagai kata-kata penghias dalam pidato berapi-api para politisi.
Ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab secara kolektif, terutama oleh setiap penyelenggara Negara: sudahkah Pancasila hadir dalam penyelenggaraan negara? Sejauh mana nilai-nilai Pancasila mengilhami penyelenggara Negara, baik sikap maupun kebijakannya?
Pancasila merupakan gagasan yang luar biasa. Sejak pidato Sukarno pada 1 Juni 1945 itu, Pancasila telah menjadi ide yang berhasil menyatukan bangsa Indonesia yang beragam suku, agama, ras, tradisi, adat istiadat, kepercayaan, dan aliran politik.
Tidak berhenti di situ, sejak ditetapkan sebagai Dasar Negara, Pancasila telah merawat Indonesia merdeka hingga sekarang ini. Tidak banyak bangsa se-majemuk bangsa Indonesia yang bisa bertahan hingga sejauh ini.
Namun, tak bisa dimungkiri, aktualisasi nilai-nilai Pancasila itu dalam penyelenggaraan negara sepertinya kian jauh panggang dari api.
Ada berderet-deret buktinya kalau mau disebutkan. Merujuk pada data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak tahun 2004 hingga 2022, dari total 1.519 tersangka, ada 521 tersangka memiliki irisan dengan politik, mulai dari menteri, anggota legislatif (DPR RI dan DPRD) hingga kepala daerah (gubernur, wali kota, ataupun bupati).
Kualitas demokrasi tak kunjung naik kelas, yang tercermin pada skor Indeks Demokrasi yang masih masuk kategori flawed democracy (demokrasi cacat), akibat sikap banyak pejabat Negara yang masih suka membungkam kritik dan kemerdekaan berpendapat.
Dan yang paling menyakitkan, bangsa ini masih berhadapan dengan persoalan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang mengoyak-ngoyak sila ke-5 Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam 100 tahun terakhir, 10 persen masyarakat terkaya menguasai 40-50 persen pendapatan nasional. Sebaliknya, 50 persen ekonomi terbawah hanya menguasai 12-18 persen dari total pendapatan nasional (INFID, 2022).
Namun ketimpangan tak hanya menyangkut perbedaan pendapatan antarwarga Negara, tetapi juga capaian pembangunan antardaerah.
Ada daerah yang warganya menikmati infrastruktur jalan raya dan transportasi yang memadai. Sementara daerah lain warganya harus menggotong warganya yang sakit berkilo-kilometer karena terbatasnya jalan yang memadai, transportasi publik, dan rumah sakit.
Pancasila harus dimenangkan. Memenangkan Pancasila berarti memastikan semua penyelenggara Negara bisa menghadirkan nilai-nilai Pancasila dalam sikap dan kebijakannya.
Di sini, penyelenggara Negara adalah pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara.
Tentu saja, agak sulit berharap Pancasila bisa teraktualisasi tanpa intervensi dan tekanan politik. Penyelenggara Negara bukanlah aktor politik netral dan bebas nilai. Mereka mewakili kepentingan dan agenda politik tertentu, baik pribadi maupun kelompok tertentu.
Bagi saya, Pancasila harus dimenangkan lewat aksi politik kolektif warga Negara. Pancasila harus diperjuangkan dari bawah lewat aksi politik warga Negara, baik lewat aksi politik sehari-hari maupun Pemilihan Umum.
Pertama, mendorong partisipasi aktif warga Negara untuk mengkritik perilaku maupun kebijakan penyelenggara Negara yang merugikan kepentingan publik dan menjauh dari nilai-nilai Pancasila.
Kedua, memperjuangkan pembukaan ruang politik yang selebar-lebarnya bagi keterbukaan informasi dan partisipasi warga Negara, seperti dalam penyusunan anggaran publik dan penyusunan rencana pembangunan.
Ketiga, memajukan kesadaran politik warga Negara dalam memilih calon/kandidat pejabat politik berdasarkan rekam jejak yang bersih, keberpihakan pada kepentingan umum, kesediaan untuk menerima kritik, dan kecakapan dalam menjalankan fungsi jabatannya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.