Kesadaran yang semakin menguat, manakala sejumlah pemuda dari kalangan bumiputera punya pengalaman komparatif saat mengenyam pendidikan di daratan Eropa, di negara yang notabene sedang menjajah mereka.
Sehingga mereka, seperti halnya Dokter Sutomo, Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Achmad Soebardjo, Tan Malaka, dan lainnya, dapat membandingkan apa yang terpaksa dijalani bangsanya, dengan apa yang dinikmati bangsa lain.
Pengalaman komparatif itulah yang menerbitkan kesadaran, yang kemudian sekembalinya mereka ke tanah air menjalar pada para pemuda bumiputera lainnya. Kesadaran melahirkan kemauan kolektif yang kuat untuk merdeka.
Pendidikan juga turut membentuk watak dan kesadaran bersama itu. Dengan pengetahuan yang dimiliki, mereka menjadi intelektual yang dapat melihat dan memahami realitas jauh lebih jernih ketimbang orang awam kebanyakan.
Dengan berbekal kesadaran akan nasib bangsanya yang terjajah, gerakan yang lebih terorganisir pun disusun, organisasi yang modern dibentuk, sehingga upaya untuk meretas kesadaran yang sama kepada khalayak bisa dilakukan dengan lebih seksama. Nasionalisme muncul dan menguat.
Belajar dari pengalaman sejarah yang ada, mestinya generasi muda hari ini dapat melakukan sesuatu bagi bangsanya. Apalagi di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang menerpa, seharusnya para pemuda dapat menunjukan perannya jauh lebih nyata.
Mungkin tidak harus seperti gerakan di masa lalu yang kerap memerlukan musuh bersama (common enemy), agar dapat bergerak serentak secara masif. Gerakan hari ini bisa tampil dalam format yang berbeda sesuai tuntutan zaman.
Dalam konteks itu saya ingin mengajak kita bersama sebagai sesama anak bangsa, khususnya kaum muda dalam melihat tantangan berbangsa dan bernegara di era kekinian. Termasuk pula dalam kaitannya dengan persaingan antarbangsa.
Realitas yang terbentang saat ini menjelaskan dengan gamblang kepada kita, bahwa penguasaan sumber-sumber ekonomi atau kemajuan di bidang ekonomi telah menjadi pintu utama dalam masuki kejayaan suatu bangsa.
Bahkan bangsa yang satu dapat menguasai bangsa lain dengan mudah, tanpa perlu melalui gerakan militer bersenjata. Dengan kekuatan ekonomi yang dimiliki, satu bangsa mampu mendikte atau bahkan mengontrol bangsa lain secara total.
Hal ini yang mesti disadari. Kesadaran inilah yang perlu dibangkitkan, apalagi tak dapat ditepis dan dihindari, bangsa kita telah berada dalam pusaran perdagangan bebas dan dunia yang makin terkoneksi, memungkinkan segala hal menjadi tanpa batas.
Realitas inilah yang mestinya melecut kita, pemuda Indonesia, untuk berbenah dan bersiap diri, jika tak mau menjadi penonton di rumah sendiri, membiarkan sumber daya alam dan potensi besarnya jumlah penduduk, digarap serta dimanfaatkan bangsa lain.
Satu kondisi eksisting yang sejatinya mewajibkan atau membutuhkan lahirnya lebih banyak wirausaha muda, entrepreneur, para pejuang di bidang ekonomi, untuk tampil menghadapi tantangan bangsa yang memang telah berubah, hingga menjadi tuan di negeri sendiri.
Kesadaran inilah yang mesti digelorakan, menjadi New National Awakening, Kebangkitan Nasional Baru di era kekinian.
Karena faktanya, jumlah pasukan dalam perang ekonomi, atau entrepreneur di negara ini masih belum memadai, dibanding persentase jumlah populasi penduduknya.