Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fransisca, Gadis Cilik Korban Pemerkosaan Mei 1998 dan Cerita yang Kian Terkubur

Kompas.com - 20/05/2023, 05:58 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Telepon dan pager milik Ita Fatia Nadia tak henti-hentinya berbunyi di saat ibu kota Jakarta tengah dilanda kerusuhan pada Mei 1998. Kondisi ketika itu serba mencekam, gedung dan pertokoan dibakar dan dijarah.

Penyerangan terhadap kelompok etnis Tionghoa pun terjadi. Di antara kondisi yang serba kaos saat itu, Ita menerima kabar tak mengenakan. Ada seorang perempuan di kawasan Pluit, Jakarta Utara yang diperkosa di sebuah apartemen.

Tak beberapa lama kemudian, pager Ita kembali bergetar. Kali ini, informasi menyebutkan pemerkosaan ada di kawasan Glodok, Jakarta Barat. Korbannya, tiga orang perempuan Tionghoa.

Tak hanya dua itu, sore menjelang malam hari sekitar tanggal 14 Mei 1998, Ita yang kala itu menjabat sebagai salah satu petinggi lembaga pemerhati perempuan Kalyanamitra, tak henti-hentinya menerima kabar bahwa aksi pemerkosaan terjadi di sana-sini.

Baca juga: Cerita Kelam Tragedi 1998: Dering Telepon Tak Henti Berbunyi Terima Laporan Rudapaksa Massal

Masyarakat melaporkan dan meminta pertolongan kepada Ita dan teman-temannya.

Ita pun menyusuri satu per satu laporan yang diterimanya bersama teman-teman. Ada tiga orang perempuan dengan pakaian compang-camping dan muka ketakutan tampak dikerumuni sejumlah pria dekat pertokoan Glodok. 

Ita di hari yang sama menemui seorang "Pak Haji" yang menyelamatkan perempuan Tionghoa. Perempuan itu juga telah diperkosa oleh orang tak dikenal.

Banyak sekali cerita pilu yang ditemukan Ita di hari-hari setelah itu. Ita menyaksikan dengan matanya sendiri betapa kerusuhan telah menggelapkan mata hati manusia.

Baca juga: Trauma Maria Sanu akibat Kerusuhan Mei 1998, Menangis Setiap Kali Lewat Mal Klender...

Dia melihat perempuan-perempuan Tionghoa tak hanya diperkosa tetapi juga dianiaya bahkan alat kelaminnya sengaja dirusak oleh pelaku.

Dari sekian banyak laporan pemerkosaan massal yang diterima Ita, ada satu cerita yang disebutnya masih terus melekat dalam ingatan.

Tim Relawan Kemanusiaan Mei 1998, Ita Fatia Nadia, saat menceritakan tragedi tahun 1998 kepada Kompas.com melalui Zoom meeting, Rabu (17/5/2023), malam. Dok. Zoom Meeting Kompas.com Tim Relawan Kemanusiaan Mei 1998, Ita Fatia Nadia, saat menceritakan tragedi tahun 1998 kepada Kompas.com melalui Zoom meeting, Rabu (17/5/2023), malam.

Gadis cilik korban pemerkosaan

Kepada Kompas.com, Ita bercerita akan sosok Fransisca, gadis cilik berusia 11 tahun yang turut menjadi korban pemerkosaan pada Mei 1998.

Pada 14 Mei 1998 malam, Ita mendapat telepon. Dia diminta segera mendatangi klinik, ada seorang anak perempuan yang menjadi korban pemerkosaan di kawasan Kota Lama, Tangerang. Di sanalah dia melihat Fransisca pertama kali.

"Kakak dan ibunya telah lebih dulu meninggal karena kasus yang sama. Ibunya diperkosa, kakaknya juga diperkosa hingga meninggal, tersisa Fransisca, dia diperkosa tapi masih bertahan hidup," kenang Ita.

Saat ditemui, Ita melihat seorang gadis cilik yang cantik. Namun, kondisi Fransisca saat itu memprihatinkan. Dia mengalami pendarahan hebat di kemaluannya.

Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Kisah Mahasiswa Kedokteran UKI Ubah Identitas Pasien untuk Kelabui Intel

"Saya datang di sebuah klinik, anak ini masih kecil, cantik. Tapi bleeding (pendaharan) sudah enggak karuan. Jadi dia diperkosa dengan sebuah botol, dan kemudian dipecahkan di dalam," kata Ita dalam wawancara melalui daring, Rabu (17/5/2023) malam.

Melihat pendarahan tersebut, Ita sempat berbincang dengan dokter. Dokter menyebutkan bahwa kondisi Fransisca sangat sulit.

Tak tega melihat anak kecil itu kesakitan, Ita pun memangku kepala Fransisca yang sedang berjuang seorang diri. Dia bisikkan dengan lembut ke telinganya.

"Tidak apa kalau pergi. Di sana sudah ada ibu dan kakak kan menunggu," kenang Ita.

Baca juga: Han dan Kisah-kisah Pilu Saksi Kerusuhan Jakarta Mei 1998: Saat Penjarahan hingga Pembakaran Melanda

Ita tampak berkaca-kaca menceritakan kembali memorinya tentang sosok Fransisca. 

Ita mengaku ketika itu, entah karena apa, dia rela dan berjanji mengurus gadis malang ini hingga peristirahatan terakhirnya. 

Lama-lama, remasan jari-jari Fransisca di jempol kiri Ita melemah. Fransisca pun menghebuskan napas terakhirnya di pangkuan Ita.

"Itu sekitar jam 11.15 WIB, dia meninggal di sini saya, saya pangku begini," cerita Ita.

Kawasan Glodok yang merupakan pusat perdagangan produk elektronik di Jakarta kini praktis lumpuh setelah habis dijarah dan dibakar para perusuh hari Kamis (14/5/1998). Kawasan Glodok selama ini merupakan salah satu simbol kesibukan aktivitas bisnis Jakarta bahkan juga untuk Asia Tenggara.ARSIP KOMPAS/FF Kawasan Glodok yang merupakan pusat perdagangan produk elektronik di Jakarta kini praktis lumpuh setelah habis dijarah dan dibakar para perusuh hari Kamis (14/5/1998). Kawasan Glodok selama ini merupakan salah satu simbol kesibukan aktivitas bisnis Jakarta bahkan juga untuk Asia Tenggara.

Merasuki jiwa

Setelah Fransisca wafat, Ita masih berucap akan mengantarnya hingga selesai.

Mula-mula, ia mendoakan Fransisca bersama seorang bikku. Keduanya berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, yakni berdoa secara muslim dan berdoa secara Buddha.

Fransisca sendiri beragama katolik, namun pastor sulit ditemui saat itu.

Kemudian, Ita mulai membersihkan pecahan kaca pada tubuh Fransisca memakai pinset. Proses tersebut memakan waktu hingga sekitar 1,5 jam.

"Jadi hampir 1,5 jam pakai pinset saya bersihkan, terus sambil saya ngomong ke dia, 'Fransiska nanti saya bersihkan, ya. Kamu nanti akan cantik, akan begini, ya,'. Dan itu saya (melakukannya) sendirian saja," tuturnya.

Baca juga: Kesaksian Ngalimun Saat Glodok Porak-poranda Dibakar Massa pada Kerusuhan 1998

Setelah pendarahan dibersihkan, Ita memakaikan tampon. Begitu pula membelikan baju untuk dipakai Frasisca esok hari menuju tempat kremasi di daerah Cilincing.

Saat itu, Ita memang sudah berbicara dengan teman satu timnya meminta waktu tiga hari, untuk mengantar Frasisca hingga peristirahatan terakhir.

Abu hasil kremasi pun dia urus sendiri. Menyaring abu, memasukkannya ke dalam guci, hingga naik kapal untuk membuang abu Fransisca.

"Sampai sekarang Fransisca seperti menjadi jiwa saya. Kalau saya sedih, sepertinya dia datang. Itu pengalaman saya yang paling dahsyat. Ini sudah enggak bisa, ini sudah melampaui kemanusiaan," ucap Ita.

Penjarahan atas toko-toko seperti terlihat di Jalan Wahid Hasyim, Tanahabang, dan pembakaran seperti terjadi di Jalan Samanhudi, Pasar Ba ru, mewarnai kerusuhan massa di Jakarta, Kamis (14/5/1998).KOMPAS JS/ARB Penjarahan atas toko-toko seperti terlihat di Jalan Wahid Hasyim, Tanahabang, dan pembakaran seperti terjadi di Jalan Samanhudi, Pasar Ba ru, mewarnai kerusuhan massa di Jakarta, Kamis (14/5/1998).

Potret kelam 1998 yang belum tuntas

Fransisca adalah satu dari sekian banyak potret kelam pemerkosaan massal yang terjadi pada tahun 1998.

Bagi Ita, reformasi yang kita rasakan saat ini telah banyak mengorbankan nyawa. Mereka yang bertahan hidup setelah diperkosa, hidup dengan trauma berkepanjangan.

Beberapa di antaranya bahkan memilih mengakhiri hidupnya. Bahkan, ada sebuah keluarga di Jawa Timur yang sengaja meminumkan baygon kepada anaknya yang menjadi korban pemerkosaan 1998 karena kasihan melihat hidup sang anak.

Sayangnya, kisah kelam Fransisca dan korban-korban pemerkosaan 1998 lainnya kian terkubur.

Baca juga: Mengenang Ita Martadinata, Aktivis HAM 1998 yang Dibunuh Sebelum Bersaksi di PBB

Hingga saat ini, kasus pemerkosaan massal pada Mei 1998 tetap menjadi misteri. Pelaku atau dalang di balik peristiwa tersebut pun belum terungkap hingga 25 tahun kemudian.

Menurut data Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk kala itu, korban pemerkosaan mencapai 66 orang. Namun, data hasil temuan Tim Relawan untuk Kemanusiaan mencatat korban pemerkosaan mencapai  165 orang.

 

Belum lagi dihitung dari para korban yang akhirnya meninggalkan Indonesia dan menetap di luar negeri.

Pemerkosaan massal terhadap etnis Tionghoa bukan satu-satunya kejahatan kemanusiaan pada kala itu. Ada pula penghilangan paksa terhadap mereka yang dituduh terlibat dalam gerakan mahasiswa dan aktivis pro demokrasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com