Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mata Garuda Banten
Perkumpulan Alumni Beasiswa LPDP di Provinsi Banten

Perkumpulan alumni dan awardee beasiswa LPDP di Provinsi Banten. Kolaborasi cerdas menuju Indonesia emas 2045.

Menghentikan Proyek "Food Estate" Indonesia

Kompas.com - 15/05/2023, 13:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Widia Eka Putri*

PROYEK food estate di Indonesia menjadi topik perdebatan yang hangat di kalangan masyarakat dan para ahli selama beberapa tahun terakhir.

Terlepas dari banyaknya penelitian, peringatan, bahkan tanda-tanda nyata mengenai efek negatif proyek-proyek food estate yang dikemukakan, program tersebut masih terus bergulir dan bertambah jumlahnya.

Pemerintah tetap mempertahankan kebijakan pembukaan lahan untuk penyediaan pangan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Namun, hampir selalu, lahan yang digunakan adalah lahan gambut atau hutan konservasi yang seharusnya dibiarkan tetap lestari.

Hampir selalu pula, tanaman yang ditanam tidak sesuai dengan lahan gambut sehingga patut dipertanyakan kemampuan tumbuh dan produktifitasnya.

Proyek food estate teranyar diresmikan Presiden Jokowi pada pertengahan Maret 2023 lalu. Berlokasi di Kabupaten Keerom Provinsi Papua, proyek tersebut diharapkan menjadi lumbung pangan penghasil jagung untuk menjawab kebutuhan dalam negeri yang tinggi.

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa lahan ini feasible untuk dijadikan lahan budidaya jagung karena memiliki kontur yang rata dan datar.

Namun tentu saja, kontur tanah saja tidak cukup menjadi alasan kelayakan suatu usaha tani. Harus ada studi kesesuaian lahan yang holistik untuk memastikan bahwa proyek itu memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan efek ekologi yang minim.

Lebih jauh lagi, perlu studi mengenai ketersediaan air irigasi, pemeliharaan, pengelolaan panen dan pascapanen, kepastian pasar atau offtaker dengan harga yang layak.

Tentu saja kekhawatiran di atas sudah dipertimbangkan dan direncanakan antisipasinya oleh pemerintah. Hal itu bahkan merupakan bagian dari sambutan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi.

Namun, berkaca pada proyek food estate yang sudah dijalankan sebelumnya, wajar jika banyak pihak skeptis dan pesimistis terhadap implementasinya.

Food estate di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, adalah contoh konkret proyek gagal. Pada Maret 2021, Presiden Jokowi meresmikan lahan seluas 1 juta hektar untuk dijadikan perkebunan singkong.

Dari jumlah tersebut, 600 hektar tidak kunjung dikelola dan 17.000 hektar lainnya tidak kunjung dipanen karena kualitas hasilnya yang buruk.

Banyak alasan dan dalih yang dikemukaan, mulai dari ketiadaan regulasi untuk membentuk Badan Cadangan Logistik Strategis sampai nihilnya alokasi dana APBN untuk mengelola kebun singkong tersebut.

Namun, tidak ada alasan yang lebih menyedihkan dibandingkan dengan sia-sianya lahan yang sudah dibuka dan hilangnya penghidupan masyarakat lokal yang bergantung dari hutan.

Setelah land clearing dilakukan, kawasan Gunung Mas menjadi sering dilanda banjir dan kekeringan.

Ada banyak lagi alasan yang membuat proyek food estate menjadi dipertanyakan kelayakannya, dan berikut ini adalah beberapa alasan yang bisa menjadi pertimbangan.

Skala proyek yang besar

Seluruh proyek food estate yang dicanangkan, bahkan sejak pemerintahan Presiden Soeharto, mencakup lahan ribuan bahkan jutaan hektar.

Mengelola proyek sebesar ini dengan efektif memiliki tantangan yang berat karena membutuhkan pembangunan infrastruktur jalan, pengairan, pergudangan, serta sarana dan prasarana lainnya.

Nilai investasi untuk pembangunan ini tentu tidak sedikit. Bahkan, Kementerian Pertahanan sudah menyampaikan bahwa alokasi dana untuk kebutuhan investasi ini tidak tersedia di APBN.

Tidak efektifnya program

Kebutuhan pangan nasional bukan hanya perkara pembukaan lahan pertanian baru. Hal yang sama krusialnya adalah meningkatan kualitas praktik pertanian pada lahan yang sudah ada dengan memastikan ketersedian sarana produksi yang lebih baik.

Petani di lumbung padi di Pulau Jawa yang memiliki produktifitas jauh di atas lahan baru masih memiliki hambatan dalam mengakses alat dan mesin pertanian (Alsintan), efisiensi dan mekanisasi petani Indonesia masih jauh di bawah negara lain yang bahkan dibandingkan Thailand dan Vietnam.

Selain itu, petani juga masih menghadapi kesulitan akibat tingginya harga pupuk dan bibit yang bahkan seringkali langka di pasaran.

Tanpa perbaikan yang signifikan untuk pertanian di area yang sudah berproduksi, harapan akan terpenuhinya kebutuhan pangan nasional masih akan jauh dari yang diharapkan.

Kerusakan lingkungan

Kerusakan lingkungan menjadi permasalahan yang serius dan merugikan semua orang. Penggundulan hutan, erosi, menipisnya sumber air, dan hilangnya keanekaragaman hayati adalah isu yang selalu mengikuti proyek food estate.

Permasalahan lingkungan ini perlu dipertimbangkan dengan lebih baik dan harus memiliki porsi lebih besar dalam setiap pengambilan keputusan.

Efek sosial

Terdapat kekhawatiran akan adanya dampak sosial yang buruk dari program food estate. Program tersebut melibatkan pengembangan daerah pedesaan dan menimbulkan kekhawatiran akan tergusurnya masyarakat setempat, terutama masyarakat adat tradisional yang menggantungkan penghidupan pada alam.

Selain itu, ada pula kekhawatiran bahwa program tersebut hanya akan menguntungkan perusahaan agribisnis besar dengan mengorbankan petani skala kecil yang tidak memiliki sumber daya untuk bersaing.

Kesimpulannya, program food estate yang diusulkan oleh pemerintah Indonesia merupakan upaya signifikan yang bertujuan mengatasi tantangan ketahanan pangan negara.

Meskipun niat program ini mulia, ada kekhawatiran tentang kelayakan, keefektifan, dan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat setempat.

Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan masalah ini saat merencanakan dan melaksanakan program.

Pendekatan yang lebih komprehensif yang mencakup peningkatan praktik pertanian yang ada dan mendukung petani skala kecil mungkin merupakan cara yang lebih baik untuk mencapai ketahanan pangan di Indonesia.

*LPDP Awardee di University of Queensland Australia
Dosen Agroekoteknologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com