JAKARTA, KOMPAS.com - Perampasan aset yang dilakukan oleh negara untuk mengambil alih penguasaan atau kepemilikan aset dari hasil tindak pidana tidak harus menunggu adanya penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana.
Hal ini termuat dalam Pasal 2 draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang telah dikirim oleh Pemerintah kepada DPR.
Adapun draf ini RUU ini telah terkonfirmasi oleh Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, meskipun surat presiden (surpres) yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo ke DPR belum diumumkan melalui forum rapat paripurna.
Baca juga: Dukung RUU Perampasan Aset, PKS Wanti-wanti Jangan Sampai Jadi Perampokan Aset
"Perampasan Aset berdasarkan Undang-Undang ini tidak didasarkan pada penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana," demikian bunyi Pasal 2 RUU Perampasan Aset tersebut.
Kendati demikian, draf RUU Perampasan Aset juga menekankan bahwa perampasan aset tindak pidana tidak akan menghapus ganjaran pidana terhadap pelaku tindak pidana.
Pasal 3 pada beleid itu menegaskan, pelaku tindak pidana tetap akan menjalani proses hukum atas tindak pidana yang dilakukan.
"Perampasan Aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak menghapuskan kewenangan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana," bunyi Pasal 3 draf RUU tersebut.
Baca juga: Pimpinan DPR: Kami Dituduh Tak Proses RUU Perampasan Aset, padahal...
Diketahui, Presiden Joko Widodo telah mengirim Surat Presiden (Surpres) tentang RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana yang diterima DPR pada Kamis (4/5/2023).
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej optimis RUU Perampasan Aset bakal dibahas bersama DPR di masa sidang V tahun sidang 2022-2023 yang akan dimulai pada Selasa (16/5/2023).
"Saya optimis RUU ini akan dibahas dan diselesaikan dalam masa sidang DPR berikut yang akan dimulai pada tanggal 16 Mei 2023," ujar Eddy Hiariej sapaan karib Wamenkumham, Rabu (10/5/2023).
Saat ini, kata Wamenkumham, pemerintah tengah menunggu undangan pembahasan RUU itu dari DPR. Sebab, Surpres yang masuk ke DPR harus dibahas melalui Rapat Pimpinan (Rapim) terlebih dulu untuk kemudian dibawa ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus).
Baca juga: Bahas RUU Perampasan Aset, Anggota Komisi III Pastikan DPR Perlukan Banyak Masukan Para Ahli
"Belum dapat dipastikan apakah pembahasan di DPR oleh Komisi III ataukah Badan Legislatif (Baleg)," kata Eddy Hieriej.
Wamenkumham menjelaskan, RUU Perampasan Aset yang nantinya akan dibahas pemerintah bersama DPR terdiri dari 7 Bab dan 68 Pasal. Eddy Hiariej menyebut, RUU yang merupakan inisiatif Pemerintah ini dalam pembentukannya melibatkan 7 Kementrian dan Lembaga.
Seperti, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
Kejaksaan Agung, Polri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga turut terlibat dalam pembentukan RUU inisiatif pemerintah tersebut.
Baca juga: Wamenkumham Sebut RUU Perampasan Aset Tak Hanya soal Korupsi
"RUU ini merupakan komitmen Pemerintah dan DPR untuk melakukan pemberantasan korupsi yang tidak hanya follow the suspect but follow the money too," papar Wamenkumham.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.