Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Draf RUU: Perampasan Aset Tak Harus Tunggu Penjatuhan Pidana terhadap Pelaku

Kompas.com - 11/05/2023, 13:18 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perampasan aset yang dilakukan oleh negara untuk mengambil alih penguasaan atau kepemilikan aset dari hasil tindak pidana tidak harus menunggu adanya penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana.

Hal ini termuat dalam Pasal 2 draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang telah dikirim oleh Pemerintah kepada DPR.

Adapun draf ini RUU ini telah terkonfirmasi oleh Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, meskipun surat presiden (surpres) yang telah disampaikan Presiden Joko Widodo ke DPR belum diumumkan melalui forum rapat paripurna.

Baca juga: Dukung RUU Perampasan Aset, PKS Wanti-wanti Jangan Sampai Jadi Perampokan Aset

"Perampasan Aset berdasarkan Undang-Undang ini tidak didasarkan pada penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana," demikian bunyi Pasal 2 RUU Perampasan Aset tersebut.

Kendati demikian, draf RUU Perampasan Aset juga menekankan bahwa perampasan aset tindak pidana tidak akan menghapus ganjaran pidana terhadap pelaku tindak pidana.

Pasal 3 pada beleid itu menegaskan, pelaku tindak pidana tetap akan menjalani proses hukum atas tindak pidana yang dilakukan.

"Perampasan Aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 tidak menghapuskan kewenangan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana," bunyi Pasal 3 draf RUU tersebut.

Baca juga: Pimpinan DPR: Kami Dituduh Tak Proses RUU Perampasan Aset, padahal...

Diketahui, Presiden Joko Widodo telah mengirim Surat Presiden (Surpres) tentang RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana yang diterima DPR pada Kamis (4/5/2023).

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej optimis RUU Perampasan Aset bakal dibahas bersama DPR di masa sidang V tahun sidang 2022-2023 yang akan dimulai pada Selasa (16/5/2023).

"Saya optimis RUU ini akan dibahas dan diselesaikan dalam masa sidang DPR berikut yang akan dimulai pada tanggal 16 Mei 2023," ujar Eddy Hiariej sapaan karib Wamenkumham, Rabu (10/5/2023).

Saat ini, kata Wamenkumham, pemerintah tengah menunggu undangan pembahasan RUU itu dari DPR. Sebab, Surpres yang masuk ke DPR harus dibahas melalui Rapat Pimpinan (Rapim) terlebih dulu untuk kemudian dibawa ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus).

Baca juga: Bahas RUU Perampasan Aset, Anggota Komisi III Pastikan DPR Perlukan Banyak Masukan Para Ahli

"Belum dapat dipastikan apakah pembahasan di DPR oleh Komisi III ataukah Badan Legislatif (Baleg)," kata Eddy Hieriej.

Wamenkumham menjelaskan, RUU Perampasan Aset yang nantinya akan dibahas pemerintah bersama DPR terdiri dari 7 Bab dan 68 Pasal. Eddy Hiariej menyebut, RUU yang merupakan inisiatif Pemerintah ini dalam pembentukannya melibatkan 7 Kementrian dan Lembaga.

Seperti, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

Kejaksaan Agung, Polri dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga turut terlibat dalam pembentukan RUU inisiatif pemerintah tersebut.

Baca juga: Wamenkumham Sebut RUU Perampasan Aset Tak Hanya soal Korupsi

"RUU ini merupakan komitmen Pemerintah dan DPR untuk melakukan pemberantasan korupsi yang tidak hanya follow the suspect but follow the money too," papar Wamenkumham.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com