JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mendesak agar Indonesia bisa membebaskan aktivis politik Papua Viktor Yeimo tanpa syarat.
Tidak hanya Viktor, Usman berharap agar semua aktivis politik Papua yang kini sedang ditahan bisa dibebaskan.
"Kami mendesak negara untuk membebaskan Viktor Yeimo dan aktivis lainnya yang dipenjara hanya karena menyampaikan ekspresinya secara damai di Papua. Sebab itu semua dijamin oleh konstitusi." ujar Usman dalam keterangan tertulis, Senin (8/5/2023).
Menurut Usman, hukuman terhadap aktivis Papua hanya menimbulkan persepsi negara tak lagi ramah pada ekspresi para aktivis Papua.
Terlebih, cara aktivis Papua ini menyalurkan ekspresi mereka dengan cara yang damai.
"Padahal negara telah berkomitmen untuk menghormatinya," tutur Usman.
Dia juga menyebut, di Papua terjadi pola kekerasan yang sudah berlangsung lama kepada mereka yang mempraktikan kebebasan berekspresi dan pemenuhan hak asasi manusia.
"Hukuman terhadap Viktor Yeimo hari ini hanyalah salah satu contoh dari kurangnya jaminan hak asasi manusia," kata Usman.
Sebab itu, dia berharap pemerintah tak lagi menggunakan pasal-pasal makar dan penghinaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menghukum para aktivis.
Baca juga: Menangis, Susi Pudjiastuti Curhat ke Tokoh Papua soal KKB: Kalian Tak Adil pada Saya
Data pemantauan Amnesty International sejak 2019 hingga 2022, sedikitnya 78 orang di Papua termasuk Viktor Yeimo telah ditangkap karena tuduhan melanggar pasal makar berdasarkan Pasal 106 dan 110 KUHP lama.
Dalam hukum nasional, hak atas kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat juga dijamin di dalam UUD 1945, khususnya Pasal 28E ayat (3), Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999.
Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menjamin bahwa setiap orang bebas untuk memiliki keyakinan politiknya serta untuk mengeluarkan pendapat sesuai hati nuraninya.
Hak atas kebebasan berekspresi, termasuk ekspresi politik, juga dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang selanjutnya dijelaskan dalam Komentar Umum No. 34 tentang Pasal 19 ICCPR.
Indonesia telah meratifikasi ICCPR melalui UU No. 12 Tahun 2005, yang juga berarti bahwa Indonesia memiliki kewajiban yang mengikat untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak tersebut.
"Amnesty International tidak mengambil posisi apa pun tentang status politik provinsi mana pun di Indonesia, termasuk seruan kemerdekaan mereka. Namun, menurut kami, kebebasan berekspresi termasuk hak untuk secara damai mengekspresikan pandangan atau solusi politik seseorang," pungkas Usman.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.