Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hery Wibowo
Ketua Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Padjadjaran

Pengamat Sosial, praktisi pendidikan dan pelatihan

Kritik Panas Generasi Muda dan Potensi Kewirausahaan Sosial

Kompas.com - 25/04/2023, 13:32 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JAGAD media kembali heboh seruan representasi generasi muda bernama Bima Yudho yang menyatakan bahwa daerahnya di Lampung tidak maju-maju.

Ia mengkritik pembangunan fisik yang berjalan lambat, sehingga sejumlah jalan penghubung antardaerah terus menerus rusak parah dan sulit dilewati kendaraan.

Rupanya, kritikan ini viral dan membuat panas telinga pengelola daerah. Sehingga, efek positifnya, sejumlah perbaikan dikebut. Atau dengan bahasa seloroh, setelah viral, barulah sejumlah isu mendapatkan perhatian penuh.

Karakteristik pemuda

Sifat pemuda memang blak-blakan. Mereka masih muda, sehingga tidak punya masa lalu, tidak punya banyak kebijaksanaan masa lalu, dan bahkan tidak mau tahu apa yang terjadi di masa lalu.

Mereka hidup here and now. Mereka punya mimpi besar, serta hidup dalam asa dan cita versi mereka terkait masa depannya.

Oleh karena itu, mereka tidak menawarkan penyelesaian ragam permasalahan di masa lalu, namun mereka menawarkan potensi cerahnya masa depan.

Selanjutnya, dengan karakter seperti ini, mereka cenderung blak-blakan dalam menyuarakan keinginannya. Sehingga kadangkala suara mereka dapat memanaskan telinga sejumlah pihak.

Terkait dengan adab, etika, dan sopan santun, tentunya hal penting. Namun tradisi di Indonesia ’viral dulu baru digubris’. Ya, inilah hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan untuk dipikirkan ulang.

Karena tidak mungkin kita akan membudayakan tradisi ’viral dulu baru digubris’. Pimpinan daerah, seyogianya selalu berusaha mengoptimalkan indikator kinerja (panel dashboard), untuk memantau perkembangan pembangunan di daerah yang dipimpinnya.

Ia punya ’early warning system’ untuk hal-hal yang mendesak untuk ditangani, ataupun menyangkut hajat hidup orang banyak.

Sejumlah terobosan untuk sistem penyaluran suara ataupun aspirasi rakyat, sejatinya dapat terus dikembangkan.

Beberapa daerah, sudah mempelopori untuk menciptakan aplikasi yang memudahkan masyarakat untuk memberikan suaranya dan menyampaikan keingingan serta kebutuhannya kepada pemerintah.

Namun demikian, tentunya kembali kepada pemerintah untuk merespons aspirasi tersebut. Ketika sistem respons cepat telah didesain dengan baik, seyogianya permasalahan prioritas dapat segera ditindaklanjuti.

Darah muda

Darah muda, salah satunya ditandai oleh keingingan instan, yaitu ingin cepat selesai. Mereka tidak ingin menunggu terlalu lama dan melewati proses berbelit-belit.

Maka secara umum, pada konteks ini generasi muda terbagi tiga. Pertama, mereka yang acuh tak acuh terhadap linkungan sekitaranya.

Kedua, mereka yang peduli terhadap masalah sosial, kebutuhan sosial dan potensi sosial, lalu menyuarakan melalui media sosial yang mereka dapat akses serta membuat ’kegaduhan’ agar isunya mendapat perhatian.

Ketiga, mereka yang bergerak dengan cara sendiri untuk membantu menyelesaikan masalah sosial, memenuhi kebutuhan sosial serta mengembangkan potensi sosial di sekitar mereka.

Golongan ketiga ini, cenderung bermental pengemudi (driver mentality). Mereka tidak berisik di media sosial, namun menghasilkan dampak nyata dengan aksi senyap mereka.

Sebagai contoh, adalah sekelompok pemuda yang tidak berhenti beraksi membersihkan sampai di sungai-sungai dan gorong-gorong kota.

Mereka tidak menunggu pemerintah membersihkannya, namun mereka terjun langsung membersihkan sebelum potensi bencana yang lebih besar terjadi.

Mereka, yang kemudian dikenal sebagai Pandawa Group, terjun langsung ke lapangan dengan apa yang mereka mampu.

Dilansir dari Kompas.com, Pandawa Group berisi lima orang pemuda yang terdiri dari Rafly Pasya (22), Agung Permana (22), Rifki Sa'dulah (22), Muchamad Ikhsan (21), dan Gilang Rahma (22).

Gilang mengatakan, Pandawara Group berdiri berdasarkan keresahan setiap anggota yang merupakan korban banjir hingga mengalami kerugian materil.

Aksi ini secara umum dikenal sebagai Kewirausahaan Sosial, salah satunya mulai dikenal dunia lewat anugrah Nobel Perdamaian yang diterima oleh M. Yunus lewat aksi Grameen Bank-nya.

Sejatinya mereka adalah pahlawan yang memang pantas diapresiasi. Di saat banyak orang (generasi muda) sibuk dengan dirinya sendiri, ataupun sibuk memamerkan harta orangtuanya, golongan ini sibuk melakukan aksi untuk memecahkan masalah sosial, memenuhi kebutuhan sosial ataupun mengembangkan potensi sosial.

Mereka melebarkan fungsi dan peran dirinya untuk maslahat orang lain. Mereka membangun konsep diri positifnya (positive self concept) sebagai seorang social innovator.

Mereka membuang rasa tidak aman dirinya (insecurity), dengan terjun langsung ke masyarakat, dan menantang dirinya (self challenge) untuk melakukan hal-hal di luar zona nyamannya.

Mereka menumbangkan rasa cemas atas krisis seperempat usia (quarter life crisis) dengan membangun masa depan mereka sendiri, melalui otonomi, keproaktivan, inovasi dan pengambilan risiko terukur (calculated risk taking) dalam wadah kewirausahaan sosial yang mengisi mimpi-mimpinya.

Ini adalah golongan yang menyadari bahwa pemerintah memang perlu dibantu untuk mencapai visi pembangunannya.

Mereka menyadari bahwa tidak ada Superman (manusia super yang mampu segalanya), yang adalah Superteam, yaitu sekelompok warga negara yang peduli sesamanya, dan siap mengalokasikan waktu dan energi mereka untuk membantu orang lain.

Selanjutnya mereka berjuang mempertahankan aksi-aksi baik mereka secara sistematis. Mereka membuat sistem tertentu agar perjuangan mereka tidak berumur pendek dengan membangun social enterprise sebagai wadah organisasi aksinya.

Melalui wadah dan identitas ini, mereka kemudian bergerak dengan identitas khusus serta entitas organisasi yang solid.

Hal ini kemudian, memudahkan bagi pihak-pihak lain yang ingin bersinergi, berkolaborasi atau bahkan berkontribusi materi kepada mereka.

Istilah kewirausahaan sosial kemudian semakin dikenal karena, aksi-aksi ini mengoptimalkan teknik, metode, kreativitas dan inovasi yang biasa digunakan di dunia kewirausahaan bisnis, namun ditujukan untuk manfaat sosial.

Maka inilah jenis ’pekerjaan’ yang sesuai dengan jiwa dan darah generasi muda. Inilah aksi yang sangat DIY, atau Do it Yourself, karena para pelakuanya punya otonomi penuh dalam melancarkan aksinya, sesuai koridor yang berlaku.

Ini juga merupakan aksi yang seiring dengan kecemasan FOMO (Fear of Missing Out), karena gerakan ini lahir dari empati tinggi terhadap situasi yang terjadi.

Ya ini adalah alternatif aksi, kegiatan ataupun bahkan hobi yang dapat ditekuni generasi muda saat ini.

Alih-alih sekadar mengkritik saja (walaupun membangun kritik konstruktif itu baik), mereka terjun langsung bergerak menjadi social entrepreneur, membangun social enterprise mereka dan melanggengkan aksi social entrepreneurship mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com