Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayang-bayang Penundaan Pemilu 2024 di Balik Gugatan Parpol yang Tak Lolos

Kompas.com - 10/04/2023, 08:06 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

Kekacauan dikhawatirkan terjadi jika pemilu ditunda.

Baca juga: KPU Janji Maksimal Hadapi Gugatan Partai Berkarya yang Minta Pemilu Ditunda

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berpandangan, akan terjadi kekacauan yang luar biasa jika pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda. Ini disampaikan Mahfud merespons putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU menunda tahapan pemilu yang tengah berjalan.

"Ada satu yang lebih berbahaya, itu akan menimbulkan kekacauan yang luar biasa yang tidak terbayangkan," kata Mahfud dalam acara Satu Meja The Forum Kompas TV, dikutip Jumat (10/3/2023).

Mahfud mengatakan, penundaan pemilu bakal menyebabkan kekosongan kekuasaan. Sebabnya, pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir pada 21 Oktober 2024.

Memang, Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa jika presiden dan wakil presiden tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatannya secara bersamaan, tugas kepresidenan dapat digantikan oleh Triumvirat.

Baca juga: Mahfud Jelaskan Potensi Kacaunya Kondisi Negara Jika Pemilu Ditunda

Triumvirat pelaksana tugas (Plt) kepresidenan itu terdiri dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Luar Negeri (Menlu), dan Menteri Pertahanan (Menhan).

Namun, kata Mahfud, pada tanggal yang sama, tak hanya kekuasaan Jokowi-Ma'ruf Amin yang selesai, jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju juga akan purnatugas.

“Jika betul karena putusan pengadilan pemilu harus ditunda, pada tanggal 21 Oktober (2024) Indonesia akan kekosongan kepemimpinan nasional, karena pada saat itu Pak Jokowi dan kabinetnya sudah bubar 21 Oktober," ujar dia.

Selain itu, lanjut Mahfud, konstitusi mengatur bahwa masa jabatan presiden berlangsung 5 tahun dan maksimal menjabat 2 periode. UUD 1945 juga tegas mengamanatkan pemilu diselenggarakan setiap 5 tahun sekali.

Oleh karena itu, penundaan pemilu tak bisa hanya dengan putusan pengadilan, tetapi butuh amendemen UUD 1945.

Sementara, mengubah konstitusi bukan perkara mudah dan sebentar. Dalam situasi politik saat ini, amendemen UUD 1945 berpotensi memunculkan kekacauan lainnya.

"Jadi ini harus mengubah konstitusi dan perubahan konstitusi akan menyebabkan meledaknya kotak pandora tentang konstitusi nanti yang akan dipersoalkan oleh masyarakat. Dan itu perlu waktu lama, sementara di masyarakat akan terjadi kekacauan," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com