Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saiful Anam
Dosen

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta; Direktur Pusat Riset Politik Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI)

Mengakhiri Rangkap Jabatan Pejabat

Kompas.com - 13/03/2023, 13:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MASIH terkait hiruk pikuk Kementerian Keuangan di mana Sri Mulyani merangkap hingga 30 jabatan.

Tidak hanya itu, berdasarkan Kajian Sekretariat Nasional FITRA pada 2022, ada 39 pegawai eselon I dan II di Kementerian Keuangan yang memiliki rangkap jabatan selain sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Mayoritas dari mereka menjadi komisaris di perusahaan BUMN maupun anak perusahaan BUMN.

Melalui pernyataannya, baik Menteri BUMN Erick Thohir maupun Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, sama-sama menyatakan bahwa rangkap jabatan diperbolehkan oleh undang-undang.

Bahkan Yustinus beralasan rangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN bertumpu pada UU Keuangan Negara dan UU BUMN dikarenakan merupakan mandat dalam rangka melakukan pengawasan.

Kondisi demikian tentu merupakan hal yang miris dan jauh dari harapan publik. Jika hal tersebut diperbolehkan, maka terdapat nilai-nilai etika pemerintahan yang menjadi problem dalam rangkap jabatan tersebut.

Kita mengetahui bahwa jabatan selain erat kaitannya dengan beban tugas dan tanggung jawab juga mengharuskan adanya konsekuensi honorarium atau pendapatan yang harus dikeluarkan oleh negara.

Secara hukum, berbagai peraturan perundangan memberikan batasan larangan yang jelas baik kepada menteri maupun kepada direksi dan komisaris BUMN untuk rangkap jabatan guna meningkatkan profesionalisme serta pelaksanaan urusan kementerian yang lebih fokus kepada tugas dan fungsi yang lebih bertanggung jawab.

Peraturan perundangan tersebut, yakni Undang-Undang Kementerian Negara, Undang-Undang BUMN, Undang-Undang Pelayanan Publik, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Peraturan Pemerintah tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural, Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Menteri BUMN tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik.

Praktik rangkap jabatan selain melanggar peraturan perundang-undangan juga menyalahi prinsip good governance. Rangkap jabatan akan memberikan dampak buruk atas kinerja.

Selain itu, rangkap jabatan juga akan menimbulkan benih-benih konflik kepentingan yang pada akhirnya sangat mungkin semakin melahirkan praktik seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Tidak hanya itu, pelarangan tentang rangkap jabatan juga telah dipertegas melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-V/2007. Intinya menyatakan bahwa terhadap rangkap jabatan termasuk dalam kategori tindakan diskriminatif dan pembatasan HAM.

Namun tentu masih terdapat peraturan perundang-undangan yang memberikan ruang kepada menteri maupun Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan baik dalam jabatan struktural maupun fungsional.

Hal itu dijadikan dalil oleh yang bersangkutan untuk dapat menduduki jabatan tersebut.

Kondisi tersebut merupakan inkonsistensi norma peraturan perundang-undangan yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan kebingungan bagi masyarakat.

Terkesan pejabat publik dapat berlindung pada peraturan perundang-undangan yang menguntungkannya dalam upaya menduduki jabatan tertentu meskipun telah terdapat peraturan perundang-undangan lainnya yang melarangnya.

Konflik norma mengenai rangkap jabatan ini harus diakhiri dengan penguatan fungsi legislasi parlemen baik dalam pembentukan UU, pengawasan dalam rangka pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang dan pengawasan dalam rangka menciptakan tertib hukum oleh pemerintahan (eksekutif) dalam menjalankan roda pemerintahan.

Selain itu, civil society dapat berperan melakukan pengawasan terhadap roda pemerintahan dengan melakukan uji materi, baik ke Mahkamah Konstitusi maupun ke Mahkamah Agung terhadap peraturan perundang-udangan yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai etika, moral, prinsip hukum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Tidak kalah pentingnya mengenai rangkap jabatan adalah soal etika dalam memangku jabatan.

Untuk itu isu rangkap jabatan perlu menjadi fokus yang harus diakhiri mengingat lebih banyak mudarat daripada maslahatnya.

Selain itu, apabila melihat kondisi Indonesia saat ini, tentu tidak kekurangan stok pemimpin yang dapat berkontribusi dalam upaya melakukan kerja-kerja membangun bangsa.

Banyak dari kalangan praktisi maupun akademisi yang memiliki kemampuan manajerial untuk dapat dipercaya menduduki jabatan-jabatan strategis baik dalam jabatan pemerintahan maupun BUMN.

Alasan yang sangat mendesak lainnya adalah adanya potensi konflik kepentingan dan beban kerja yang besar.

Pemerataan dan penyerapan Sumber Daya Manusia yang benar-benar mumpuni dan kompeten menjadi harapan publik sehingga akan menambah daya saing bangsa baik di tingkatan lokal, nasional, regional maupun internasional.

Untuk memulai hal tersebut tentunya dibutuhkan komitmen yang kuat tidak hanya kalangan eksekutif, namun juga kalangan legislatif dalam pembentukan norma yang mengarah kepada meminimalisasi adanya rangkap jabatan dalam pemerintahan.

Dengan adanya pemerataan jabatan sesuai dengan kompetensi dan beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya, maka diharapkan pejabat kita akan lebih fokus pada persoalan mendasar yang dibutuhkan bangsa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com