Salin Artikel

Mengakhiri Rangkap Jabatan Pejabat

Tidak hanya itu, berdasarkan Kajian Sekretariat Nasional FITRA pada 2022, ada 39 pegawai eselon I dan II di Kementerian Keuangan yang memiliki rangkap jabatan selain sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Mayoritas dari mereka menjadi komisaris di perusahaan BUMN maupun anak perusahaan BUMN.

Melalui pernyataannya, baik Menteri BUMN Erick Thohir maupun Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, sama-sama menyatakan bahwa rangkap jabatan diperbolehkan oleh undang-undang.

Bahkan Yustinus beralasan rangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN bertumpu pada UU Keuangan Negara dan UU BUMN dikarenakan merupakan mandat dalam rangka melakukan pengawasan.

Kondisi demikian tentu merupakan hal yang miris dan jauh dari harapan publik. Jika hal tersebut diperbolehkan, maka terdapat nilai-nilai etika pemerintahan yang menjadi problem dalam rangkap jabatan tersebut.

Kita mengetahui bahwa jabatan selain erat kaitannya dengan beban tugas dan tanggung jawab juga mengharuskan adanya konsekuensi honorarium atau pendapatan yang harus dikeluarkan oleh negara.

Secara hukum, berbagai peraturan perundangan memberikan batasan larangan yang jelas baik kepada menteri maupun kepada direksi dan komisaris BUMN untuk rangkap jabatan guna meningkatkan profesionalisme serta pelaksanaan urusan kementerian yang lebih fokus kepada tugas dan fungsi yang lebih bertanggung jawab.

Peraturan perundangan tersebut, yakni Undang-Undang Kementerian Negara, Undang-Undang BUMN, Undang-Undang Pelayanan Publik, Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Peraturan Pemerintah tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural, Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Menteri BUMN tentang Persyaratan, Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Direksi Badan Usaha Milik Negara dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik.

Praktik rangkap jabatan selain melanggar peraturan perundang-undangan juga menyalahi prinsip good governance. Rangkap jabatan akan memberikan dampak buruk atas kinerja.

Selain itu, rangkap jabatan juga akan menimbulkan benih-benih konflik kepentingan yang pada akhirnya sangat mungkin semakin melahirkan praktik seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Tidak hanya itu, pelarangan tentang rangkap jabatan juga telah dipertegas melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-V/2007. Intinya menyatakan bahwa terhadap rangkap jabatan termasuk dalam kategori tindakan diskriminatif dan pembatasan HAM.

Namun tentu masih terdapat peraturan perundang-undangan yang memberikan ruang kepada menteri maupun Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan baik dalam jabatan struktural maupun fungsional.

Hal itu dijadikan dalil oleh yang bersangkutan untuk dapat menduduki jabatan tersebut.

Kondisi tersebut merupakan inkonsistensi norma peraturan perundang-undangan yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan kebingungan bagi masyarakat.

Terkesan pejabat publik dapat berlindung pada peraturan perundang-undangan yang menguntungkannya dalam upaya menduduki jabatan tertentu meskipun telah terdapat peraturan perundang-undangan lainnya yang melarangnya.

Konflik norma mengenai rangkap jabatan ini harus diakhiri dengan penguatan fungsi legislasi parlemen baik dalam pembentukan UU, pengawasan dalam rangka pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang dan pengawasan dalam rangka menciptakan tertib hukum oleh pemerintahan (eksekutif) dalam menjalankan roda pemerintahan.

Selain itu, civil society dapat berperan melakukan pengawasan terhadap roda pemerintahan dengan melakukan uji materi, baik ke Mahkamah Konstitusi maupun ke Mahkamah Agung terhadap peraturan perundang-udangan yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai etika, moral, prinsip hukum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Tidak kalah pentingnya mengenai rangkap jabatan adalah soal etika dalam memangku jabatan.

Untuk itu isu rangkap jabatan perlu menjadi fokus yang harus diakhiri mengingat lebih banyak mudarat daripada maslahatnya.

Selain itu, apabila melihat kondisi Indonesia saat ini, tentu tidak kekurangan stok pemimpin yang dapat berkontribusi dalam upaya melakukan kerja-kerja membangun bangsa.

Banyak dari kalangan praktisi maupun akademisi yang memiliki kemampuan manajerial untuk dapat dipercaya menduduki jabatan-jabatan strategis baik dalam jabatan pemerintahan maupun BUMN.

Alasan yang sangat mendesak lainnya adalah adanya potensi konflik kepentingan dan beban kerja yang besar.

Pemerataan dan penyerapan Sumber Daya Manusia yang benar-benar mumpuni dan kompeten menjadi harapan publik sehingga akan menambah daya saing bangsa baik di tingkatan lokal, nasional, regional maupun internasional.

Untuk memulai hal tersebut tentunya dibutuhkan komitmen yang kuat tidak hanya kalangan eksekutif, namun juga kalangan legislatif dalam pembentukan norma yang mengarah kepada meminimalisasi adanya rangkap jabatan dalam pemerintahan.

Dengan adanya pemerataan jabatan sesuai dengan kompetensi dan beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya, maka diharapkan pejabat kita akan lebih fokus pada persoalan mendasar yang dibutuhkan bangsa.

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/13/13452411/mengakhiri-rangkap-jabatan-pejabat

Terkini Lainnya

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke