Peneliti sejarah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (sekarang BRIN) ASVI Warman Adam mengatakan, keberadaan Supersemar yang asli belum diketahui hingga saat ini.
Bahkan, Supersemar yang dikeluarkan Sukarno pun juga tidak diketahui keberadaannya.
Tak hanya itu, ajudan Soekarno bernama Letnan Satu Sukardjo Wilardjito mengaku, sang presiden berada di bawah ancaman ketika mengeluarkan Supersemar.
Dilansir dari alaman Universitas Diponegoro (Undip), Sukardjo melihat empat perwira TNI AD datang menghadap Sukarno.
Mereka adalah Brigjen Maraden Panggabean, Brigjen Amir Machmud, Brigjen Basuki Rahmat, dan Brigjen M Jusuf.
Jumlah perwira TNI AD yang bertemu Sukarno berbeda dengan versi Soeharto yang mengatakan dirinya menitipkan pesan kepada tiga orang.
Sukardjo mengatakan, Sukarno ditodong pistol oleh Brigjen Maraden Panggabean dan Brigjen Basuki Rahmat supaya ia mengeluarkan Supersemar.
Dari situ, Soekardjo membalas dengan menodongkan pistol namun ia diminta oleh Sukarno untuk menurunkannya.
Namun, buku A.M Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto yang ditulis A.M Hanafi, menuliskan bahwa tiga perwira AD yang menemui Sukarno tidak menodongkan pistol.
Menurutnya, Brigjen Amir Mahmud sudah menelpon pengawal presiden di Bogor, yaitu Kombes Soemirat, untuk bertemu Sukarno. Setelah izin diberikan, tiga perwira AD berangkat dari Jakarta menuju Istana Bogor.
(Penulis: Yefta Christopherus Asia Sanjaya | Editor: Rizal Setyo Nugroho)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.