JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rafael Alun Trisambodo, diduga bisa menyembunyikan harta kekayaaan tak wajar diduga karena mendapat dukungan solidaritas dari rekan-rekannya sesama pegawai di lembaga itu.
Hal itu juga sempat disinggung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut terdapat kelompok "geng" di Kemenkeu yang berperilaku sama dengan Rafael.
"Ada esprit de corps. Mereka punya semacam solidaritas yang tinggi sesama alumni. Ya memang 'gerombolan', tidak konotasinya jelek, yang berdimensi solidaritas. Saling menutupi satu sama lain," kata ekonom senior INDEF Faisal Basri, dalam program Ni Luh di Kompas TV, seperti dikutip pada Jumat (10/3/2023).
Di sisi lain, Faisal juga menyoroti kelemahan pengawasan internal dari Kemenkeu terhadap aktivitas dan harta kekayaan para pejabatnya. Menurut dia, jika prinsip keterbukaan dan akuntabilitas dijaga maka kejanggalan harta seperti milik Rafael bisa cepat ditindak.
Baca juga: Rafael Alun Trisambodo Simpan Rp 37 M di Safe Deposit Box, PPATK Duga Uang dari Suap
"Tentu saja awalnya lemah. Walaupun berusaha saling menutupi, ada akuntabilitas, ada keterbukaan, kewajiban-kewajibannya dipenuhi misalnya, melaporkan kekayaannya secara teratur, nah itu jalan. Ini kan cuma 58 persen pejabat yang harusnya melaporkan kekayaannya itu tidak disanksi," ucap Faisal.
Sebelumnya diberitakan, kepemilikan harta tak wajar Rafael terkuak setelah putranya, Mario Dandy Satrio (20), menjadi tersangka penganiayaan terhadap D (17) yang merupakan anak pengurus GP Ansor.
Rafael yang merupakan mantan pejabat eselon III di Ditjen Pajak tercatat memiliki harta kekayaan mencapai Rp 56 miliar di dalam LHKPN.
Sementara Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga telah memblokir puluhan rekening Rafael dan keluarga dengan transaksi senilai Rp 500 miliar.
Rekening yang diblokir ini terdiri dari rekening pribadi Rafael, keluarga termasuk putranya Mario Dandy Satrio dan perusahaan atau badan hukum, serta konsultan pajak yang diduga terkait dengan Rafael.
PPATK sebelumnya menyatakan sudah menemukan indikasi transaksi mencurigakan Rafael sejak 2003 karena tidak sesuai profil dan menggunakan nominee atau kuasa.
PPATK juga mendapat informasi dari masyarakat mengenai konsultan pajak terkait Rafael melarikan diri ke luar negeri.
Diduga ada dua orang mantan pegawai Ditjen Pajak yang bekerja pada konsultan tersebut. KPK pun sudah mengantongi dua nama orang itu.
Adapun KPK sudah memutuskan membuka penyelidikan dugaan tindak pidana terkait harta kekayaan Rafael. Dalam proses ini, KPK akan mencari bukti permulaan dugaan tindak pidana korupsi.
Baca juga: Pimpinan KPK Belum Tahu soal Safe Deposit Box Rafael Alun yang Disebut Capai Puluhan Miliar Rupiah
Di sisi lain, Kementerian Keuangan memutuskan memecat Rafael setelah melakukan audit. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun dilaporkan menyetujui pemecatan Rafael.
Sri Mulyani bahkan membubarkan klub pengendara motor pegawai Ditjen Pajak, Belasting Rijder, sebagai dampak dari kasus Rafael.
Dampak dari kasus Rafael juga merembet ke Bea Cukai. Eko Darmanto yang sebelumnya merupakan Kepala Kantor Bea dan Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dicopot dari jabatannya karena memamerkan gaya hidup mewah melalui media sosial dan diduga mempunyai harta kekayaan tidak wajar.
Eko pun dimintai klarifikasi oleh KPK terkait data harta kekayaannya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.