JAKARTA, KOMPAS.com - Sebuah forum diskusi yang membahas tentang terancamnya ekosistem Batang Toru sebagai habitat terakhir orangutan Tapanuli akibat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sempat diminta dibubarkan secara paksa oleh empat orang tidak dikenal.
Adapun peristiwa itu terjadi pada Kamis (9/3/2023), sekitar pukul 10.30 WIB saat diskusi akan dimulai.
Diskusi digelar di sebuah kafe daerah Tebet, Jakarta Selatan oleh Satya Bumi yang bekerja sama dengan The Society of Environmental Journalist (SIEJ), serta didukung sejumlah organisasi sosial masyarakat seperti Walhi, Auriga, Elsam, Huma, Trend Asia, Green Justice Indonesia, LBH Pers, dan Garda Animali.
Saat diskusi akan dimulai, empat orang tidak dikenal datang ke lokasi acara. Salah seorang di antaranya kemudian marah-marah dengan nada membentak meminta diskusi dibubarkan.
Baca juga: Proyek PLTA Batang Toru Kembali Telan Korban, TKA China Tewas Tertimpa Batu di Terowongan
Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien lantas menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, upaya pembubaran diskusi adalah pelanggaran kebebasan berekspresi.
"Upaya pembubaran diskusi ini adalah pelanggaran terhadap kebebasan berekspresi," kata Andi dikutip dari siaran pers, Jumat (10/3/2023).
Orang tak dikenal tersebut menjatuhkan sebuah kursi meminta agar diskusi tidak dilanjutkan, ketika panitia berupaya menenangkan.
Pria tersebut mengaku dari Salemba, Jakarta Pusat. Namun. ia tidak menyebut identitas maupun asal institusinya secara jelas saat meminta diskusi dibubarkan.
"Kejadian ini tidak boleh berulang. Kami meminta pihak kepolisian mencegah kejadian serupa terjadi," beber Andi.
Baca juga: Korban Longsor PLTA Batang Toru yang Ditemukan Bertambah, Total 10 Orang
Sebagai informasi, diskusi diadakan menyusul liputan kolaborasi lima media massa nasional yang diinisiasi SIEJ beberapa waktu lalu soal Orangutan Tapanuli atau Pongo Tapanuliensis.
Orangutan tersebut merupakan spesies kera besar paling terancam punah di dunia dan sudah masuk dalam red list The International Union for The Conservation of Nature (IUCN), dengan populasi yang tersisa hanya 800 individu dan berstatus paling langka.
Peneliti Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara, Onrizal menyampaikan, ada sejumlah proyek tambang dan energi yang mengusik ekosistem Barang Toru. Salah satu ancaman yang terbesar berasal dari pembangunan PLTA Batang Toru.
Baca juga: Cerita Baru dari PLTA Batang Toru, Energi Terbarukan dan Masa Depan
Hasil riset yang dilakukan oleh Universitas Sumatera Utara menunjukkan, proyek PLTA telah menggeser habitat orangutan. Proyek PLTA membuat habitat orangutan oleh arus sungai yang berpotensi melebar.
"Hal ini dikhawatirkan akan menekan pasokan makanan, serta mendorong perkawinan sedarah (inbreeding) yang membuat orangutan rentan terhadap penyakit menular, padahal populasinya sudah rawan," tutur dia.
Adapun PLTA Batang Toru dibangun secara patungan di bawah PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE). Namun sebagian sahamnya dimiliki oleh State Development and Investment Corporation (SDIC) Power yang berbasis di China.
Perusahaan lain yang turut terlibat adalah anak usaha PT PLN (Persero) PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI).
PLTA Batang Toru akan menyuplai aliran listrik ke Sumatera-Bali. Anggaran proyek berkapasitas 4 x 127,5 MW mencapai sekitar Rp 20 triliun pada tahun 2026.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.