Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Sebut Eks KSAU Enggan Batalkan Pengadaan Helikopter AW-101 yang Diperintahkan Gatot Nurmantyo

Kompas.com - 22/02/2023, 23:57 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna disebut enggan membatalkan rencana pengadaan helikopter Agusta Westland (AW)-101 sebagaimana yang perintahkan oleh Panglima TNI saat itu, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Hal itu disampaikan anggota majelis hakim dalam pertimbangan putusan kasus korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di lingkungan TNI Angkatan Udara (AU) tahun 2015-2017 terhadap Direktur PT Diratama Jaya Mandiri John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia Saleh.

"Bahwa setelah dilakukannya penandatanganan kontrak pengadaan helikopter Angkut AW-101 antara TNI AU dengan PT Diratama Jaya Mandiri pada tanggal 14 September 2016, Panglima TNI mengirimkan surat kepada KSAU dengan Nomor: B/4091/IX/2016 perihal pembatalan kontrak terkait pengadaan helikopter angkut AW-101,” kata hakim dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (22/2/2023).

Baca juga: Hakim Sebut Kerugian Negara dari Korupsi Helikopter AW-101 Capai Rp 17,22 Miliar

“Bahwa pelaksanaan kegiatan pengadaan helikopter angkut AW-101 yang dilakukan Mabes TNI AU melalui kontrak nomor: KJB/300/1192/DA/RM/2016/AU tanggal 29 Juli 2016 bertentangan dengan Undang-undang dan Peraturan Pengadaan serta arahan Presiden RI sehingga memerintahkan agar membatalkan kontrak tersebut," kata hakim.

Dalam pertimbangannya, hakim menyebut Agus Supriatna mengabaikan perintah Panglima TNI dengan menerbitkan disposisi kepada bawahannya agar melanjutkan pengadaan tersebut.

Agus Supriatna, kata hakim, tidak bersedia membatalkan kontrak dan memberikan disposisi kepada Wakasau, Asrena KSAU, Aslog KSAU, dan Kadisada AU dengan pesan melalui sebuah tulisan.

“Ini sistem APBN 2016 yang sudah harus dieksekusi dan sudah turun DIPA TNI AU untuk siapkan dokumen-dokumen dalam kesiapan menjawab masalah tersebut'," kata hakim menirukan perintah eks KSAU itu kepada anak buahnya.

Baca juga: Kasus Korupsi Helikopter AW-101, Irfan Kurnia Saleh Divonis 10 Penjara

Dihubungi usai persidangan, Agus Supriatna memberikan penjalasan mengenai alasannya tidak membatalkan pengadaan helikopter AW-101 tersebut.

Menurut dia, KSAU dengan Panglima TNI memiliki posisi yang sama sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Sehingga, yang dapat membatalkan rencana tersebut hanya Menteri Pertahanan (Menhan).

"Saya tidak bersedia membatalkan karena Panglima TNI dengan Kepala Staf Angkatan itu sama-sama KPA. Sehingga pengguna anggaran yang berhak membatalkan yaitu Menhan," kata Agus.

"Jadi, lucu, sama-sama KPA kok tidak langsung ke Menhan? Karena KPA itu tanpa ada Surat Keputusan Otorisasi Menteri (SKOM) tidak bisa mengadakan apa-apa, apalagi pesawat," jelas dia.

Baca juga: Eks KSAU Agus Supriatna Nilai Pemanggilannya sebagai Saksi Kasus AW-101 Tidak Benar, Singgung UU Peradilan Militer

Agus Supriatna menjelaskan bahwa wewenang membatalkan pengadaan helikopter AW-101 hanyalah Menteri Pertahanan. Seharusnya, kata dia, Jenderal Gatot Nurmantyo mengirimkan surat tersebut kepada Menhan.

"Seharusnya Panglima TNI itu berkirim surat ke Menhan sehingga apa pun keputusan Menhan pasti semua KPA harus tunduk," kata eks KSAU itu.

Adapun Mejalis Hakim PN Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis terhadap Irfan Kurnia Saleh dengan pidana penjara selama 10 tahun.

Irfan Kurnia Saleh dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 di lingkungan TNI AU tahun 2015-2017.

Baca juga: KSAU Fadjar Cuma Nyengir Saat Ditanya soal Ketidakhadiran Eks KSAU Agus Supriatna di Sidang Korupsi Helikopter AW-101

Halaman:


Terkini Lainnya

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com