Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Harap Vonis Eks Petinggi ACT Novariyadi Imam Tak Sama dengan Ahyudin dkk

Kompas.com - 21/02/2023, 09:49 WIB
Irfan Kamil,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim penasihat hukum mantan Ketua Dewan Pembina Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Novariyadi Imam Akbari berharap, kliennya mendapatkan vonis yang tak sama dengan terdakwa kasus penggelapan dana Boeing Community Invesment Fund (BCIF) untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610 lainnya.

Dalam surat tuntutan jaksa, Novariyadi Imam disebut melakukan menggelapkan dana Boeing bersama pendiri sekaligus mantan Presiden ACT Ahyudin; eks Presiden ACT periode 2019-2022, Ibnu Khajar; dan eks Senior Vice President Operational ACT, Hariyana Hermain yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini.

"Bahwa terhadap terdakwa Pak Imam, putusannya seharusnya berbeda dengan terdakwa lainnya. Terbukti di persidangan bahwa Pak Imam tidak terlibat sama sekali sejak awal pengajuan proposal BCIF Boeing, pencairan maupun penggunaan dana boeing," ujar tim penasihat hukum Novariyadi Imam, Virza Roy, kepada Kompas.com, Selasa (21/2/2023).

Baca juga: Eks Petinggi ACT Novariyadi Imam Akbari Jalani Sidang Vonis Hari Ini

Virza Roy berpandangan, tuduhan Novariyadi Imam terlibat penggelapan dana tersebut lantaran menandatangani suatu dokumen yang berbentuk aplikasi sistem internal Yayasan ACT. Padahal, kata dia, penandatanganan tersebut dilakukan jauh hari setelah pencairan dana dan hanya bersifat administratif untuk pengumpulan dokumen-dokumen laporan audit.

"Penuntut umum seyogyanya jangan melihat Pak Imam karena jabatannya sebagai salah satu pembina di Yayasan ACT, tetapi seharusnya untuk menetapkan keterlibatannya berdasarkan perbuatan apa yang dia lakukan berkaitan dengan program BCIF Boeing," papar Virza Roy.

"Faktanya Pak Imam tidak terlibat dalam satu kebijakan pun yang berhubungan dengan aktifitas program BCIF Boeing," jelas dia.

Virza Roy menambahkan, saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan juga menyatakan bahwa Novariyadi Imam memiliki kinerja yang baik selama bekerja di Yayasan ACT.

Baca juga: Eks Presiden ACT Ibnu Khajar Divonis 3 Tahun, Lebih Ringan dari Ahyudin

Berdasarkan keterangan saksi, tim penasihat hukum Novariyadi Imam mengeklaim bahwa kliennya juga tidak pernah melakukan pelanggaran hukum atau kecurangan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

"Oleh karena itu, berdasarkan pasal 374 atau 372 KUHP haruslah dapat dibuktikan adanya aliran dana Boeing yang berada dalam penguasaan dan dimanfaatkan Pak Imam tidak lah terbukti," kata Virza Roy.

"Maka, sudah seharusnya Pak Imam diputus karena tidak memiliki keterlibatan dan peran dalam program dana BCIF Boeing," tuturnya.

Dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) sidang putusan terhadap eks petinggi ACT itu digelar pukul 09.00 WIB di ruang sidang 03 PN Jakarta Selatan.

Dalam kasus ini, jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut Novariyadi Imam Akbari selama empat tahun penjara. Novariyadi Imam dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serat melakukan penggelapan dana bantuan sosial dari pihak Boeing.

Eks petinggi ACT itu terbukti disebut terbukti melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP).

Baca juga: Kasus Penggelapan Dana Boeing, Eks Presiden ACT Ibnu Khajar Divonis 3 Tahun Penjara

"Menyatakan terdakwa Novariyadi Imam Akbari telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah turut serta melakukan tindak pidana perbuatan penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dan diancam pasal 374 KUH Pidana,” ucap jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2023).

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun," kata jaksa.

Menurut Jaksa, Yayasan ACT telah menggunakan dana bantuan dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) senilai Rp 117 miliar. Adapun Yayasan ACT juga telah menerima dana dari BCIF untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air sebesar Rp 138.546.388.500.

Akan tetapi, dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air itu hanya diimplementasikan sebesar Rp 20.563.857.503. Dana BCIF tersebut, kata jaksa, digunakan oleh para terdakwa tidak sesuai dengan implementasi dari Boeing.

Sebaliknya, dana itu malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam protokol BCIF.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com