JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah melarikan diri ke Papua Nugini melalui jalur tikus, buron kasus korupsi Ricky Ham Pagawak (RHP) kini tak bisa lagi sembunyi.
Sebabnya, Bupati nonaktif Mamberamo Tengah, Papua itu harus melewati hari-harinya ke depan di balik jeruji besi rumah tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ricky merupakan buron tiga kasus korupsi sekaligus. Ia ditetapkan sebagai tersangka suap, gratifikasi, dan pencucian uang.
“Yang dinikmati RHP sejumlah sekitar Rp 200 miliar dan hal ini terus didalami dan dikembangkan oleh tim penyidik,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Senin (20/2/2023).
Baca juga: FIrli Sebut KPK Berterima kasih ke Penghubung Ricky Ham Pagawak
KPK sedianya menjemput paksa Ricky di Papua karena ia tidak bersikap kooperatif memenuhi panggilan penyidik pada 14 Juli 2022. Sebab, Ricky tak ditemukan di kediamannya.
Polda Papua menyebut Ricky sempat terlihat di Jayapura. Namun, keesokan harinya ia muncul di Pasar Skouw, yang terletak di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini.
Firli kemudian memasukkan nama Ricky dalam daftar pencarian orang (DPO). Ia resmi menjadi buron sejak 15 Juli 2022.
Firli menyebut, sejak Juli tersebut, KPK berkoordinasi dengan Kedutaan RI di Papua Nugini.
Selain itu, komisi antirasuah juga berkoordinasi dengan Polda Papua guna memantau keberadaan dan lokasi Ricky bersembunyi.
“Sekitar Januari 2023, tim penyidik KPK mendapatkan informasi, tersangka RHP telah masuk kembali ke wilayah Jayapura,” ujar Firli.
Baca juga: KPK Duga Ricky Ham Pagawak Nikmati Uang Panas Rp 200 M
Meski demikian, KPK belum mendapatkan informasi lokasi persembunyian Ricky.
Pada awal Februari, KPK mendapatkan informasi pasti keberadaan Ricky di Jayapura. Pemantauan pun dilakukan secara intens.
Pada 17 Februari, KPK turun ke lapangan dan mendapatkan informasi tempat persembunyian Ricky dari orang yang sering berhubungan dengan Ricky.
Tim penyidik KPK dikawal Tim Jatanras, Direktorat Pidana Umum Polda Papua mendatangi salah satu rumah di Jayapura.
“Saat tiba di lokasi tersebut, tim penyidik KPK menemukan keberadaan tersangka RHP dan seketika langsung dilakukan penangkapan,” tuturnya.
Baca juga: Setibanya di KPK, Ricky Ham Pagawak Segera Diperiksa Penyidik
Kini, Ricky tak lagi bebas. Ia harus mendekam di Rutan Gedung Merah Putih KPK selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 20 Februari hingga 11 Maret. Adapun penahanan dilakukan untuk keperluan penyidikan.
“Tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka Ricky Ham Pagawak untuk 20 hari pertama,” kata Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Senin (20)2/2023).
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan, pihaknya menerjunkan tim untuk membuntuti sosok yang menjadi 'penghubung' Ricky dengan orang-orang di rumahnya. Tim penyidik memang menargetkan 'penghubung' tersebut.
“Kami memberangkatkan tim untuk membuntuti (penghubung Ricky),” kata Ghufron dalam keterangan tertulisnya, Senin (20/2/2023).
KPK kemudian berhasil mengetahui keberadaan Ricky setelah berhasil menangkap 'penghubung' terlebih dahulu. Penangkapan hanya berselisih sekitar 1,5 jam.
“Dari 'penghubung' tersebut selanjutnya kami mendapat informasi persembunyian RHP,” kata dia.
Sementara itu, Firli mengaku bahwa KPK dibantu oleh pihak yang menjadi 'penghubung' Ricky. Sebab, tanpa informasi dari orang tersebut, KPK tidak akan bisa mengetahui persembunyian DPO itu.
Menurut Firli, orang tersebut berasal dari kalangan sipil. Saat ini, ia telah dimintai keterangan oleh tim penyidik.
“Sampai saat ini 'penghubung' itu adalah membantu KPK. Saya harus katakan itu,” kata Firli dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Senin (20/2/2023).
Baca juga: Buronan KPK Ricky Ham Pagawak Dibawa ke Jakarta
Firli bahkan menyampaikan terima kasih kepada 'penghubung' Ricky Ham Pagawak.
“Kita tahu keberadaan seseorang karena ada orang lain. Jadi saya kira itu juga kita sampaikan terimakasih dan ini masih akan didalami oleh direktur penyidikan,” ujar Firli.
“Kalau enggak ada dia kita enggak tahu tempatnya,” tambah Firli.
Firli mengungkapkan, sebagai bupati, Ricky diduga memilih sendiri kontraktor yang akan menggarap proyek infrastruktur di Mamberamo Tengah. Nilai kontrak proyek itu mencapai belasan miliar rupiah.
“Syarat yang ditentukan RHP agar para kontraktor bisa dimenangkan antara lain dengan adanya penyetoran sejumlah uang,” ujar Firli.
Selanjutnya, tiga kontraktor yakni, Direktur Utama Bina Karya, Raya Simon Pampang; Direktur PT Bumi Abadi Perkasa Jusienandra Pribadi Pampang; dan Direktur PT Solata Sukses Membangun Marten Toding merupakan kontraktor yang ingin mendapatkan proyek.
Keinginan mereka pun disanggupi oleh Ricky. Politikus Partai Demokrat tersebut kemudian memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan agar mengatur agar ketiganya mendapatkan proyek dengan nilai besar.
“Jusienandra Pribadi Pampang diduga mendapatkan paket pekerjaan 18 paket dengan total nilai Rp 217,7 miliar,” tutur Firli.
Salah satu proyek Jusienandra itu adalah pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura, Papua.
Sementara itu, Simon Pampang mendapat bagian enam proyek senilai Rp 179,4 miliar dan Marten tiga paket proyek senilai Rp 9,4 miliar.
Uang diberikan kepada Ricky melalui transaksi perbankan. “Menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaan RHP,” ucap Firli.
Baca juga: Firli Ungkap Kronologi Penangkapan DPO Ricky Ham Pagawak: Sembunyi di Distrik Abepura
Selain suap, KPK juga menduga Ricky menerima uang ‘kotor’ lainnya yang dikategorikan sebagai gratifikasi.
Bupati tersebut juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia mengubah bentuk uang hasil korupsinya menjadi aset-aset bernilai ekonomis.
Sejauh ini, KPK telah menyita tanah dan bangunan, apartemen di Jayapura, Tangerang, dan Jakarta Pusat. Selain itu, sejumlah mobil mewah Ricky juga disita penyidik.
“Selama proses penyidikan, tim penyidik telah memeriksa 110 orang sebagai saksi,” tuturnya.
Ia kemudian disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 3 dan 4 UndangUndang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.