Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahmad Nuri
Peneliti

Ketua PW GP Ansor Banten

Menyadari Andil Monumental NU

Kompas.com - 20/02/2023, 14:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEMBAHAS tentang kiprah Nahdlatul Ulama (NU) selama seabad tidak akan cukup diuraikan dalam artikel sebaik apapun atau buku setebal apapun.

Bukan saja karena dimensi temporalnya yang begitu panjang untuk dikisahkan, tetapi juga pada aspek spasialnya yang begitu luas dan tidak terbatas pada skala Indonesia hingga dunia.

Pengakuan terhadap peran besar NU pada bangsa dan dunia sampai-sampai membuat sejumlah tokoh dan peneliti turut serta memamerkan puja-puji lewat berbagai saluran.

Kita semua bisa melihat berbagai uraian tentang satu abad NU secara maraton dipublikasikan oleh sejumlah media selama hampir satu bulan lamanya. Terhitung sejak menjelang resepsi puncak peringatan satu abad, sampai ketika berakhirnya acara.

Nampaknya semua kalangan melihat peringatan satu abad NU sebagai momentum yang melampaui kata seremonial.

Kenyataanya memang tidak ada sepenggal kata yang luput dari pengamatan para ahli untuk mendeskripsikan betapa monumentalnya polesan tangan NU selama satu abad lamanya.

Mendunia sejak awal

Sejak awal kelahirannya, NU sudah meniatkan diri untuk mengabdi pada umat manusia. Kata umat manusia perlu digaristebalkan untuk menegaskan bahwa bukan hanya warga NU dan bangsa Indonesia saja yang menjadi user (pengguna) manfaat pengabdian NU, melainkan seluruh manusia yang hidup di atas permukaan bumi.

Lihatlah bagaimana diplomasi awal NU melalui Komite Hijaz yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah dalam mendorong inklusifitas mazhab di tanah kelahiran Nabi Muhammad SAW sebagai gambaran jelas tentang betapa responsifnya NU terhadap masa depan Islam dikancah dunia.

NU menghendaki agar semua mazhab di Arab bersatu padu membina hidup secara rukun tanpa sekat kekuasaan.

NU juga menghendaki agar inklusifitas bermazhab menghadirkan suasana harmonis demi terjaganya warisan budaya dan sejarah Islam.

Dalam konteks yang lebih luas, kita juga dapat melihat bagaimana NU melalui KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi motor penggerak dalam forum World Conference on Religion and Peace sejak tahun 1994.

Suatu forum yang kemudian melahirkan dewan dunia antar pemimpin agama (World Council for Religious Leaders) sebagai pemberi pertimbangan moral dan nilai terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Yang terbaru, NU menggagas pertemuan antarpemimpin agama di dunia melalui forum R20 (Religion of Tweenty) pada 2022 lalu.

NU berupaya untuk “menghidupkan” kembali peran para agamawan di seluruh dunia agar berkontribusi lebih terhadap peradaban manusia.

NU menyadari pentingnya dunia melihat nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam spirit agama, sebagai standar etik di tengah orientasi lembaga dunia (PBB dan anak turunnya) yang mengedepankan filsafat materialisme dalam setiap pengambilan keputusan beberapa dekade lamanya.

Sederet kiprah yang diperankan oleh tokoh-tokoh NU lintas generasi merupakan manifestasi dari keterbukaan serta keluasan cara berpikir dan bertindak organisasi berlambang bola dunia ini.

Dengan lain perkataan bahwa NU sudah menjalankan pengabdian (khidmat) secara global sejak dahulu kala.

Meski demikian, ada saja pihak yang menilai peran NU sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja.

Pada titik ini saya tidak sedang membantah siapapun. Namun kiranya perlu bagi kita untuk menahan diri dari pertanyaan dan pernyataan yang tidak relevan dengan dimensi dan cakupan pengabdian NU dengan ukuran praktis.

Menyadari andil NU

Jangan samakan pertanyaan soal efektifitas peran NU dikancah nasional maupun global dengan pertanyaan tentang seberapa efektif asupan makanan untuk mengusir rasa lapar, atau mempertanyakan seberapa efektif minum air untuk memuaskan dahaga.

Menghitung dampak diplomasi perdamaian tokoh NU dipentas dunia memerlukan uji keberlanjutan masa yang ukurannya bisa tidak pasti. Bisa satu dekade, dua dekade, atau bahkan setengah abad.

Bahkan untuk mengukur standar keberhasilan seorang siswa yang dididik selama 12 tahun di bangku sekolah saja memerlukan ukuran waktu lama dan variabel yang kompleks.

Kesuksesan seorang siswa di bangku sekolah tidak menjamin kesuksesan kariernya di masa depan. Yang berlaku bisa jadi sebaliknya, seorang siswa yang biasa-biasa saja alias tidak punya prestasi ketika sekolah justru hidupnya lebih sukses.

Tinggal kesuksesan seperti apa yang kita jadikan standar, apakah kesuksesan materil, atau peran morilnya di tengah publik.

Yang ingin saya katakan ialah semua hal bisa diukur, tergantung instrumen dan patokan nilai seperti apa yang dikehendaki.

Tetapi sekali lagi, mengukur peran suatu entitas sebesar NU khususnya yang terkait dengan dampaknya secara menyeluruh adalah pekerjaan yang melampaui kata sukar.

Meski demikian kita sebagai mahluk yang bernalar bisa menangkap dan merasakan gejala-gejalanya.

Apakah keharmonisan yang kita nikmati di Indonesia datang dengan ujug-ujug, atau karena keberadaan entitas yang bersalin rupa sebagai tangan kreatif yang menopang keharmonisan di tengah kemajemukan Indonesia?

Kita juga bisa melakukan simulasi-simulasi, seandainya tidak ada NU yang mengasuh dan mewakili puluhan juta mayoritas umat di Indonesia, apakah Pancasila bisa bertahan di antara keberadaan kelompok yang terang-terangan menentang dan ingin mengubahnya?

Apakah Indonesia tetap seperti ini (bersatu) ataukah justru terjebak perang saudara seperti yang dialami banyak negara di di Timur Tengah?

Simulasi juga bisa kita persempit dalam ruang keseharian kita, apakah ketiadaan NU menjamin diskursus keagaman di Tanah Air, misalnya, tentang bab fiqih bisa disajikan secara luas dengan selipan guyon atau justru berlangsung kaku dengan tafsiran teks secara hitam-putih.

Yakinilah bahwa semua ketenteraman dan warna hidup yang kita rasakan dalam keseharian dan lingkungan yang lebih luas sebagai bangsa, adalah anugerah Allah SWT melalui hamba-hambanya dan organisasi bikinan hamba-hambanya, termasuk yang beberapa hari lalu melangsungkan puncak resepsi satu abad di Sidoarjo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com