JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah menilai, ada faktor sosok mantan gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang membuat PDI Perjuangan enggan berkoalisi dengan partai-partai anggota Koalisi Perubahan.
Menurut Dedi, PDI-P memiliki dendam politik karena Anies mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama yang merupakan jagoan PDI-P di Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017 lalu.
"Ini cukup terasa sejak Pilkada DKI Jakarta yang pada dasarnya Anies tidak kalahkan Basuki Tjahaja Purnama, melainkan mengalahkan PDI-P dan Jokowi, karena PDI-P di Pemilu mendominasi Jakarta tetapi kalah di Pilkada, jadi ini ada semacam dendam politik," kata Dedi saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (18/2/2023).
Baca juga: PDI-P Tutup Pintu Kerja Sama dengan Koalisi Perubahan, Demokrat: Tidak Perlu Alergi
Dedi pun menilai sikap PDI-P yang menjaga jarak dengan partai-partai anggota Koalisi Perubahan merupakan hal wajar, karena koalisi itu telah memutuskan mengusung Anies pada Pemilihan Presiden 2024.
Sebab, bila PDI-P berkoalisi dengan partai-partai pendukung Anies, maka dapat mengacaukan preferensi pemilih yang selama ini sudah dekat dengan PDI-P.
"PDI-P akan kehilangan tren pemilih yang memang cenderung dekat dengan apa yang PDI-P usung hari ini, begitu halnya jika kemudian terjadi penggabungan Anies dengan kader PDI-P, tentu bisa merusak ceruk suara keduanya," kata Dedi.
Adapun Koalisi Perubahan terdiri dari Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai keadilan Sejahtera.
Menurut Dedi, ada dua faktor lain yang membuat PDI-P emoh berkoalisi dengan Koalisi Perubahan.
Dedi mengatakan, PDI-P dan PKS memang memiliki kecenderungan untuk tidak berkoalisi, kecuali dalam kondisi terdesak seperti di pilkada daerah tertentu.
"Hal ini karena gerakan politik PDI-P berseberang dengan PKS, juga pemilih keduanya yang jauh berbeda, sehingga jika dipaksa dalam skala nasional pemilih bisa saja hengkang," ujar dia.
Baca juga: PDI-P Tutup Pintu dengan Bakal Koalisi Perubahan, Nasdem: No Problem
Selain itu, Dedi juga mengakui bahwa hubungan personal antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuat kedua partai sulit berkoalisi.
"Dan ini hal wajar, baik itu disandarkan pada catatan sejarah maupun alasan ideologis keduanya, meskipun partai di Indonesia hari ini tidak ada yang benar-benar menjalankan ideologinya," kata Dedi.
Sebelumnya, politisi PDI-P Masinton Pasaribu mengatakan, selama ini partai politik koalisi pemerintah telah membuat banyak perubahan di bidang pembangunan selama Presiden Joko Widodo menjabat.
Maka dari itu, ia merasa, PDI-P tak perlu membuka pintu kerja sama untuk berkoalisi dengan Koalisi Perubahan pendukung Anies Baswedan sebagai capres yang mengusung semangat perubahan dari pembangunan pemerintah saat ini.
“PDI-P bersama dengan teman-teman dalam koalisi pemerintahan Pak Jokowi ini sudah melakukan langkah perubahan, jadi dalam fase pertama 2014, 2016, dan sekarang 2019 ke 2024,” papar Masinton dalam diskusi Koordinat Wartawan Parlemen (KWP) di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (16/2/2023).
Baca juga: Politisi PDI-P Pertanyakan Semangat Koalisi Perubahan, Begini Jawaban PKS
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.