Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa: Loyalitas ke Ferdy Sambo Jadi Alasan Kuat Ma'ruf Ikuti Rencana Pembunuhan Yosua

Kompas.com - 27/01/2023, 14:48 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai, terdakwa Kuat Ma'ruf tak punya motif pribadi untuk merencanakan pembunuhan terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Namun, karena tingginya loyalitas Kuat, asisten rumah tangga Ferdy Sambo itu akhirnya mengikuti rencana majikannya menghabisi nyawa Yosua.

Ini disampaikan jaksa dalam sidang replik dengan terdakwa Kuat Ma'ruf yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (27/1/2023).

"Memang terdakwa tidak memiliki motivasi pribadi terhadap terampasnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat yang direncanakan terlebih dahulu dan hanya mengikuti kehendak jahat pelaku lain," kata jaksa.

Baca juga: Jaksa Nilai Kuat Maruf Cuma Curhat dalam Pembelaannya

Berdasarkan fakta persidangan, kata jaksa, terungkap bahwa Kuat Ma'ruf memiliki karakter yang loyal dengan tingkat kepatuhan tinggi. Kuat juga merupakan pribadi yang tidak mau berkhianat.

Mengutip keterangan ahli, jaksa mengatakan, tingkat kecerdasan Kuat di bawah rata-rata orang seusianya. Kuat juga disebut lebih lambat memahami informasi dan keadaan sekitar.

Oleh ahli, Kuat dinilai tidak langsung memahami informasi yang diberikan orang terdekat sehari-hari. Namun, ART Ferdy Sambo tersebut mengandalkan pola kebiasaan dan nilai-nilai moral untuk mencerna informasi.

Dengan karakteristik demikian, kata jaksa, mustahil bagi Kuat untuk mengkhianati Ferdy Sambo dan keluarga. Sehingga, apa pun yang dikehendaki Sambo, Kuat akan mengikuti.

Baca juga: Kuat Maruf Klaim Bawa Pisau untuk Lindungi Diri, Bukan Siapkan Pembunuhan Yosua

"Kami tim penuntut umum melihat bahwa memang terdakwa Kuat Ma'ruf memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Namun karena sudah bekerja pada saksi Ferdy Sambo dan saksi Putri Candrawathi sejak tahun 2008, mengakibatkan terbentuknya pola kebiasaan pada diri terdakwa Kuat Ma'ruf melayani keluarga saksi Ferdy Sambo yang berimplikasi pada tingkat kepatuhan yang tinggi," ujar jaksa.

Loyalitas Kuat juga diamini istri Sambo, Putri Candrawathi. Dalam persidangan sebelumnya, Putri mengungkap bahwa Kuat sudah bekerja untuk keluarganya sejak tahun 2008.

Kuat sempat diberhentikan pada tahun 2021 karena terpapar Covid-19. Namun, pada pertengahan 2022, dia bersedia kembali membantu Ferdy Sambo dan keluarga.

Menurut jaksa, loyalitas Kuat ke Sambo juga tampak ketika dia mempertahankan skenario palsu baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E atau Richard Eliezer yang menewaskan Yosua.

Baca juga: Sidang Replik, Jaksa Minta Hakim Tolak Pembelaan Kuat Maruf yang Memohon Dibebaskan

Saat itu, para terdakwa sudah mengakui bahwa tak ada baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E di rumah Duren Tiga. Namun, di hadapan para penyidik Polri, Kuat masih kekeh menyampaikan narasi yang dibangun Sambo tersebut.

Jaksa menilai, sikap itu menunjukkan loyalitas Kuat yang tinggi ke atasannya.

"Fakta ini menunjukkan bahwa hubungan keluarga saksi Ferdy Sambo dan terdakwa Kuat Ma'ruf begitu terjalin dengan akrabnya yang mengakibatkan terdakwa Kuat Ma'ruf selalu menuruti kehendak dan kemauan keluarga Ferdy Sambo selama ini," tutur jaksa.

Sebelumnya, Kuat Ma'ruf dituntut hukuman pidana penjara 8 tahun oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Namun, Kuat meminta Majelis Hakim menyatakan dirinya tak terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana maupun tindak pidana pembunuhan. ART Ferdy Sambo itu memohon hakim membebaskannya dari dakwaan dan tuntutan.

Dalam pembelaannya, Kuat membantah telah bersekongkol untuk merencanakan pembunuhan terhadap Yosua.

"Demi Allah, saya bukan orang sadis tega dan tidak punya hati untuk ikut membunuh orang (Yosua), apalagi orang yang saya kenal baik dan pernah menolong saya," kata Kuat dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (23/1/2023).

Tuntutan hukuman Kuat tersebut sama besarnya dengan tuntutan jaksa ke Putri Candrawathi dan Ricky Rizal.

Sementara, Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup. Kemudian, Richard Eliezer atau Bharada E dituntut hukuman pidana penjara 12 tahun.

Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kasus pembunuhan Brigadir J dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).

Baca juga: Pengacara Kuat Maruf: Tuduhan Putri dan Yosua Berselingkuh Hanya Imajinasi Jaksa

Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.

Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.

Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.

Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com